Meski Shella kesal dan marah karena Johan sudah mengkhianati dirinya, tapi Shella tak punya tujuan tempat lagi untuk dirinya. Ia juga tak mungkin kembali ke rumah Tantenya, sudah pasti Tantenya akan menyerahkan nya pada Andre. "Brengsekk!! Kenapa ini bisa terjadi sama Gue?!! Si Johan kurang ajar! Lihat saja! Akn ku balas nanti!!" geram Shella merutuki nasibnya. Ia sama sekali tidak menyangka Johan akan tega mengkhianatinya.'Gue gak akan nyerah. Gue gak boleh kalah sama jalang itu. Sekarang gue sudah ada di sini terus jadi gua akan penuhi semua yang Johan mau. Gue gak akan kasi kesempatan pada jalang itu untuk menguasai Johan,' tekad Shella dalam hati.Kini ia sudah berada di dalam kamarnya. "Kayanya gue butuh hiburan!" dengusnya masih dipenuhi amarah. Shella mulai berjalan menuju lemari. Seingatnya Johan menyimpan cukup banyak uang cash di sana. "Gue mau pergi ke bar atau club, mana ajalah yang penting gue bisa lupain ini sebentar!!" gumam Shella. Ada sebuah kotak di dalam lemari
Setelah membeli sebuah ponsel dan mengaktifkannya, Shella segera memanggil taksi untuk melanjutkan perjalanannya ke sebuah bar. Ia ingin menghibur dirinya sendiri dan memikirkan bagaimana membenahi hidupnya kembali. Misi utamanya adalah mendepak Tessa dari rumah Johan, lalu membuat Johan mengemis minta kembali padanya. Di dalam perjalanan ke salah satu bar kelas atas, Shella merias wajahnya secantik mungkin di dalam taksi. Dan setelah sampai di sana, ia langsung melangkah dengan anggun, memasang senyum terbaiknya dan duduk di meja yang berada di depan bartender. Kemudian ia langsung memesan segelas cocktail kesukaannya. Sambil menikmati minumannya, Shella mengedarkan pandangannya untuk mencari pria kaya yang datang sendirian. Shella mencoba untuk menebar jaring dengan pesonanya. Ia cukup percaya diri karena bentuk tubuhnya tetap seksi, tidak berubah setelah melahirkan.Shella sudah muak pada Johan dan jalangnya. Dengan cara ia mendapatkan pria baru yang kaya, maka Shella bisa keluar
Andre masih berada di Kantor Polisi bersama dengan Handoko mendengar penjelasan dari Petugas yang menanganni kasusnya.Beberapa menit yang lalu, Petugas menjelaskan Shella baru saja di bawa ke ruangan khusus untuk di interogasi dan ia terpaksa meninggalkan Andre dan Handoko untuk mengurus pekerjaan yang lain.“Kira-kira bagaimana?” Andre meminta pendapat pada Handoko tentang situasi saat ini.Mereka tidak akan dapat menemui Shella langsung karena ia masih di dalam ruangan penyidik dan harus menjawab banyak pertanyaan. Apalagi Johan--yang diduga adalah kekasih gelap Shella, yang juga sudah menjadi target polisi karena bisnis obat-obatan terlarang ikut tertangkap."Karena kekasih gelapnya itu juga ikut tertangkap, sudah bisa dipastikan akan banyak sekali pertanyaan yang akan diajukan oleh tim penyidik. Mereka pasti akan mengorek keterlibatan Nyonya Shella dalam jaringan perdagangan obat-obatan terlarang yang dikelola oleh Johan," jawab Handoko.“Jika sampai terbukti Nyonya Shella ikut s
Andrew merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang tengah apartementnya setelah ia pulang. Rasanya sungguh melelahkan, tubuhnya terasa pegal di mana-mana. Seminggu ini pekerjaannya di kantor cukup padat. Beberapa kali ia harus menggantikan Elvan untuk meeting dengan klien atau suplier di luar kantor, di tambah lagi ia juga harus menghandle beberapa pekerjaan Elvan yang kini sedang menjadi suami siaga, yang selalu pulang on time.“Ck!! Bukan hanya itu, tapi adik iparnya juga merepotkanku!!” decak Andrew seraya memejamkan matanya dan mengusap wajahnya.Andrew kemudian membuka matanya saat ia ingat jika ia memiliki buku yang dicari oleh Metta, “Bentar… kayanya gue punya dehhh…” gumamnya kemudian beranjak dari duduknya dan mulai berjalan menuju rak bukunya yang tak jauh dari sana.Andrew mulai melihat satu per satu deretan buku-buku miliknya yang tertata begitu rapi di rak. Hingga akhirnya telunjuknya berhenti di sebuah buku berwarna kuning. “Ini dia!!” serunya kemudian mengambiln
Menjelang pukul 9 pagi, Soraya sudah tampak bersiap. Semalam mereka membicarakan bahwa hari ini mereka akan keluar dan berjalan-jalan. Tujuan utamanya adalah untuk membeli perlengkapan bayi bagi calon cucunya. Kamar bayi sudah dipersiapkan sedemikian rupa, di lantai 2, tepat di samping kamar Elvan dan Aya. Bahkan Soraya dan Aya yang mempersiapkan segalanya. Kamar tersebut sudah di desaign sedemikian rupa, ranjang, lemari dan meja sudah terisi. Hanya tinggal mencari sisanya saja.“Duhhh Mamih udah gak sabar pengen pilih-pilih baju dan perlengkapan yang lainnya. Pokoknya Mamih mau milih yang lucu-lucu!” seru Soraya tak bisa menyimpan kebahagiaannya.Elvan dalam posisi mengemudikan mobil. Aya dan Soraya duduk di belakang, Elvan akan selalu menjadi sopir pribadi mereka sampai kapanpun.Aya mengangguk pelan, “Iya Mih…” Aya sambil mengelus-ngelus perut besarnya. Pergerakannya semakin sulit saja karena perutnya yang kian membesar.“Pokoknya buat cucu kesayangan Mamih, harus beli yang terbai
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Hingga tidak sampai dua minggu lagi akan tiba waktu Aya untuk melahirkan. Semuanya sudah di persiapkan dengan sebaik mungkin. Kamar bayipun sudah lengkap dengan perabotannya. Meski kondisi keadaan saat ini sudah semakin aman, Soraya dan Mahanta tetap meminta Elvan dan Aya tinggal di rumahnya paling tidak sampai bayi mereka lahir dan berumur setahun. Memang anak Elvan ini bukanlah cucu yang pertama bagi Mahanta dan Soraya, namun mereka tidak pernah ikut mengasuh cucu dalam waktu lama karena kedua kakak Elvan tinggal di luar negeri. Saat kedua kakak Elvan melahirkan, Mahanta dan Soraya hanya tinggal di sana kurang dari dua minggu. Demikian juga saat cucu mereka ulang tahun. Aya merasa tidak keberatan karena mertuanya sangat menyayangi dirinya seperti anak sendiri.Meski perutnya kian membesar dan menyulitkannya untuk bergerak, tapi Aya tetap melakukan senam kehamilan dan berusaha menjalani semua dengan tenang dan santai. Semua agar persalinanny
Ketiganya melanjutkan pembicaraan, hingga tiba-tiba saja ponsel Andrew berbunyi.Seketika Andrew mendengus kesal saat ia melihat nama siapa yang menghubunginya, “Duhhhh… ganggu aja!!!”“Kenapa Lu??!” tanya Elvan yang melihat wajah Andrew begitu kesal.“Ya, ada apa? Salah satu cewek Lu lagi?” timpal Ryan.“Lebih mengerikan dari itu!!!” ujar Andrew dengan ponsel yang masih berdering.“Lantas?” tanya Elvan seraya mengerutkan keningnya.Andrew kemudian memperlihatkan layar ponsel di mana nama Metta tertera di sana ‘Metta Si Bocil Rese!’.“Ipar Lu tuh ganggu bangettt!!!” dengus Andrew.Mata Elvan seketika membelalak, “Metta??” tanyanya dengan tatapan tak percaya.“Ck!” decak Andrew, “Siapa lagi kalau bukan ipar Lu yang rese ituuu!!!”“Hahaha, akhirnya orang kaya Lu ada yang lawan juga, meski bocil tapi bikin Lu sampe kesel gitu!” ujar Ryan.“Apaan sih Lu??!” decak Andrew tak suka menatap Ryan. Tapi Ryan hanya terkekeh geli.“Udah, angkat aja. Kali aja dia butuh Lu karena ada tugas lagi,” u
“Duhhhh gak kira-kira sih Kak pesennya!” keluh Metta saat melihat menu pesanan Andrew yang cukup banyak.“Loh kenapa? Aku salah apa? Kan kamu bilang bebas mau pilih apa aja…” ujar Andrew.“Bebas pilih apa aja, tapi cuma satu. Lah ini banyak menu lohhh, Kak! Aduhhh… uangku pasti gak cukup,” ujar Metta.“Derita Lu….” ujar Andrew tanpa merasa bersalah, kemudian mulai mencicipi makanan pesanannya.Metta hanya bisa menelan salivanya, ‘Duh nih orang kurang ajar banget, pasti abis banyak nih duitku…’ keluh Metta dalam hati.‘Ahh ntar harus balapan nih biar dapet duit lagi…’ ujar Metta dalam hati kemudian. Metta menekuk wajahnya.Karena Andrew memesan banyak makanan, dengan sangat terpaksa Metta hanya memesan minuman saja. Ia merasa sudah cukup kenyang hanya dengan melihat begitu banyak makanan di depan Andrew yang kini sedang menikmatinya.‘Aku mending makan di rumah aja deh, dari pada harus keluar uang lagi… duhhh tau gini tadi bawa aja makanan, jangan sok-sok an mau traktirin kaya gini. Ya
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang