Ini tak main-main, pertarungan hidup mati berada di tangannya. Lian berada di tengah-tengah laut dan ia sedang berjuang di sana untuk meminta pertolongan siapa pun yang bisa menolongnya namun sampai tangan itu tidak terlihat. Tidak ada satu orang pun yang mau menolongnya karna mereka semua tahu ada ombak yang lumayan besar yang bisa menelan siapa saja yang mendekatinya.
Semua orang tidak mau peduli hanya bisa melihat tanpa ada rasa kasihan sama sekali dan Mahesa tak mau menunggu. Meskipun ada rasa cemas bisakah ia menolongnya tapi ia menguatkan diri dan mempertaruhkan hidup semuanya akan baik-baik saja.
Mahesa bersiap lalu masuk dan berenang ke dalam laut. Menggerakkan tubuhnya untuk menolong. Matanya memandang awas satu titik dimana Lian tadi ada di tempat itu. Air yang bergelombang membuatnya sulit untuk mencarinya. Terkadang ia terbawa tapi ia tetap bertahan di jalurnya.
Hatinya serta pikirannya memanggil nama Lian berkali-kali berharap ia akan ketemu d
Bau aroma makanan membuat Lian terbangun dari tidurnya. Ia tidak tahu ini jam berapa. Seingat dia, rasa lemas tubuhnya membuatnya ingin tidur cukup lama.Lian menggerakkan tubuhnya untuk duduk lalu beranjak dari tempat tidurnya. Aromanya membuat perutnya berbunyi. Hanya dua orang yang punya kunci akses unitnya, kalau tidak dia sendiri yang memegangnya ya Raisa. Adiknya itu yang terkadang datang mengunjunginya hanya sekedar ingin tahu bagaimana keadaan Lian.Apa mungkin yang memasak itu adalah Raisa?Lian penasaran dan ia buru-buru melangkah ingin melihat betapa adiknya itu sangat perhatian.Lian berhenti begitu yang memasak bukanlah sosok yang ada dalam pikirannya melainkan Mahesa yang sedang menumis entah apa di sana."Kamu sudah bangun?"Lian mengangguk dan duduk di kursi. Ia tidak mengira Mahesa masih ada di sini. Lian kira ia sudah pulang begitu Lian memilih untuk tidur."Kamu nginep di sini? Jika Raisa tah
Sebuah tangan menarik Lian yang baru saja mau ingin masuk ke dalam perpus. Mau tidak mau, Lian harus mengikuti langkahnya dan sekarang mereka berada di lorong yang sepi. Dari tingkahnya Lian tahu pasti Desya ingin menanyakan sesuatu padanya. Lian tahu Desya suka dengan Mahesa dan tak di sangka mereka bertemu dengan kejadian tak terduga di pantai itu. Desya pasti ingin tahu bagaimana Mahesa berada di sana dan menolongnya."Aku mau bicara sama kamu mengenai ..."Desya berhenti dan ia binggung harus bicara darimana."Mengenai apa? Tentang kecelakaan itu? Itu semua bukan salahmu. Itu semua terjadi karna kecelakaan. Jadi jangan merasa bersalah.""Aku minta maaf telah mendesakmu waktu itu dan aku tahu aku bersalah tapi aku juga ingin tahu tentang laki-laki itu. Dia yang ku temui sewaktu di sini. Di perpus ini. Dia laki-laki yang mempunyai senyum menawan dan dia juga yang membawamu malam itu. Jadi aku ingin tahu kelanjutan cerita kalian.""Tidak ada yang
"Kamu kenapa?"Lian menggelengkan kepalanya. Ingin secepatnya berlalu dan tentu saja ingin cepat pergi dari sini dan itu semua demi menurunkan kekesalannya.Sebelumnya ia tidak pernah merasa begitu kesal, ingin berlama-lama dengan Alex karna Lian tahu bersamanya Lian merasa nyaman tapi setelah ia mengetahui tentang foto itu, ia tidak mau berlama-lama dengan Alex. Ada amarah yang ingin ia keluarkan tapi tidak tahu cara mengeluarkannya."Kamu tidak seperti biasanya. Ada yang mengganggu?""Aku mau tahu apa yang kamu lakukan di luar kota. Aku tidak bermaksud menekanmu tapi aku hanya ingin tahu jika hatimu masih belum bisa menganggapku ada. Jangan pernah memintaku untuk berhubungan bersamaku." Lian berusaha untuk tetap tenang tapi ucapannya malah secepat yang ia bisa."Aku bekerja, melihat cafeku dan mengetahui sejauh apa perkembangannya. Apa ada yang salah?"Lian mengambil foto yang menjadi penyebab kedatangannya kali itu. Foto itu L
Keluar dari cafe, mereka di cegat oleh Mahesa. Ia berdiri di depan Lian dan Alex dengan wajah soknya seakan ingin mengajak Alex berkelahi."Dia nggak mau ikut sama kamu. Kamu nggak lihat dia berontak dan kelihatan nggak nyaman. Seharusnya kamu sadar akan hal itu. Cuma laki-laki yang nggak punya perasaan yang bisa memperlakukan wanita seperti itu."Lian berhasil melepas tangan Alex dan ia bersedekap demi membuat gejolak emosinya turun."Dia itu tunangan aku, terserah aku mau apa sama dia. Siapa kamu mau ikut campur sama hubungan aku sama dia. Kamu orang luar dan orang luar nggak berhak ikut campur. Ngerti kamu!""Sorry, aku tahu aku emang orang luar tapi aku nggak bisa melihat wanita di perlakukan buruk sama laki-laki. Apalagi laki-laki itu kamu.""Hahaha." Alex tertawa kencang. Bukan tawa senang melainkan tawa mengejek pada Mahesa. Wajahnya tak kalah sinis padanya. "Apa urusan kamu? Silahkan kamu peduli sama wanita tapi jangan sama Lian. Lian tidak
Alex memberhentikan mobilnya di depan rumahnya. Sebelum keluar dia melirik sebentar Lian yang duduk di sampingnya. Kepalanya masih saja melihat ke arah luar jendela mobil tanpa mau melihat ke arahnya lagi. Setelah kejadian yang tidak terduga tadi bertemu wanita bernama Riandra, Lian diam seribu bahasa. Ia tidak mau melihat atau mengatakan sepatah kata pun. Kesunyian itu membuat Alex mengembuskan napas panjang. Sepulangnya dari perjalanan kemarin, ia pikir tidak akan menemui kejadian seperti ini tapi malah hal tak terduga terjadi.Alex keluar lebih dulu, kepalaa berpikir untuk mencari cara agar Lian tidak lagi mendiaminya dan juga membuat dia berpikir yang bukan-bukan.Alex membuka pintu mobilnya untuk Lian namun Lian masih tetap tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya duduk. Lian masih mempertahankan egonya. Alex tahu Lian begitu karna sebuah pengkhianatan dan semua terjadi bukan dari keinginan Alex. Demi apa pun tidak ada rasa sama sekali dengan foto yang Lian berik
Langkah Lian terhenti ketika dia melihat Mahesa berdiri di depan unitnya. Lian jadi bertanya-tanya sendiri apalagi yang ia inginkan setelah ia membuat hubungan dengan Alex kacau.Lian berdiri di depan Mahesa dan Mahesa langsung berdiri tegak."Hubunganku dengan Alex sudah kacau, jangan membuatku semakin sulit Mahesa. Aku tak ingin kamu di sini. Pergilah."Lian menempelkan kunci aksesnya, Lian kira Mahesa akan pergi tapi dugaannya salah. Ia malah mengekorinya masuk ke dalam unit Lian."Aku sudah bilang kalau aku tidak ingin kamu ada di sini.""Aku bawa ini." Mahesa memperlihatkan sebotol wine pada Lian. "Ini buatmu tidak sefrustasi sekarang.""Aku tidak butuh itu, aku perlu sendiri. Itu yang ku butuhkan. Dengan sendiri aku bisa menenangkan diri."Mahesa terkekeh. Ia tidak peduli dengan muka kusut Lian. Ia akan tetap di sini sampai tujuannya selesai.Mahesa menarik Lian untuk duduk dan menaruh wine itu di meja.
Untuk beberapa saat aku merasakan sakirr pada kepalaku yang sangat berat. Rasanya seperti di pukul-pukul. Tanganku memijat kepala yang terasa sakit dan merasakan beban berat lainnya yang terasa di sekitar perutku seperti ada yang memelukku .Lian membuka mata dan melihat beba apakah yang menimpanya saat itu. Tak bisa di percaya. Kepala Mahesa ada di atas perutnya dan laki-laki itu tertidur dengan pulasnya.Lian terkejut kemudian dan tanpa sadar dia terbangun duduk yang membuat kepala Mahesa menggeser turun. Mahesa menggerang namun Lian tidak peduli. Kacau bagaimana bisa mereka tidur bersama. Tapi untungnya mereka masih berpakaian lengkap. Mahesa tidak menyentuhnya sampai sejauh itu."Kamu buatku terkejut saja." Mahesa bergerak miring dan mengambil bantal untuk menutupi wajahnya."Kenapa bisa kamu tidur di sini Mahesa? Siapa yang memberimu izin untuk tidur di tempat yang sama."Mahesa membuka bantalnya dan ia melihat ke arah Lian.
"Surprise,"Gresia menyengir lebar dimana mobil Alex berada. Lian tahu dia tidak bisa berkata tidak kalau sudah ada penyelamat Alex. Dia paling nggak bisa kalau sudah berkaitan dengan Gresia. Gresia mengingatkannya pada Raisa dan Lian tidak mau membuat Gresia bersedih.Gresia memeluk erat Lian setelah lama tidak berjumpa."Kak aku mau traktir dan aku udah bilang juga sama Raisa katanya dia juga mau datang. Kak Lian nggak sibuk kan? Aku nggak mau loh cuma makan keluarga aja nggak ada Kak Lian sama Kak Alex. Kayaknya kurang komplit aja gitu kalau nggak ada kalian."Lian melepas pelukannya dan ia pun mengangguk mengiyakan permohonan Gresia."Kita nanti makannya di resto keluarga aku ya Kak. Aku mau jemput Raisa dulu. Kami udah janjian tadi."Gresia mengedipkan sebelah matanya ke arah Alex. Alex menangkap pergerakan itu. Ia langsung memegang tangannya dan menariknya untuk masuk ke dalam mobil. Setelah Lian duduk, ia berjalan memutar
Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da
Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca
Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.Setelah Raisa tahu kalau Alex t
Lian membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sedikit pun. Rasa pusing menyerang kepalanya. Namun dia abaikan. Semua itu penyebabnya adalah rasa lelah yang dia derita dan airmata yang ia tumpahkan sejak semalam. Pertemuannya dengan Mahesa menyisakan sebuah pertanyaan dan duka yang masih ada, dia tidak bisa menjawabnya tapi rasanya ia yakin kalau memang itu yang terbaik untuk mereka berdua.Tatapan terakhir dari sorot matanya itu mengisyaratkan betapa dia sangat mencintainya. Sungguh, hatiku berkata demikian. Tak mungkin kalau hanya sekedarnya saja dan bodohnya lagi, sentuhan yang diberi olehnya juga tak bisa membuat tubuhku menolak sedikit pun. Sangat memalukan. Jelas-jelas aku menerimanya dan tak berdusta ketika aku juga menginginkan hal yang sama.Tapi lagi-lagi aku berpikir, aku tak mau jatuh ke titik yang sama seperti dulu meskipun dengan satu alasan yang sama, Mahesa mencintaiku, aku tidak berbalik arah.Aku
Malam itu Raisa ingin memberi kejutan pada Mahesa. Dia sudah membuat sebuah coklat spesial untuknya. Mahesa pasti suka dengan coklat buatannya. Dulu dia bilang rasa coklat yang Raisa buat tergolong unik dan enak. Mahesa menyukainya dan sekarang Raisa akan memberinya lagi untuknya dengan tujuan supaya dia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu.Raisa tak sabar ingin mengetahui bagaimana reaksinya saat Raisa membawakan coklat ini untuknya. Raisa tersenyum begitu mengingat wajah Mahesa yang tampak terkejut mengetahui Raisa yang begitu perhatian.Taksi pun berhenti di depan rumah Mahesa dan tanpa ragu kakinya melangkah mendekati rumah Mahesa membuka pintu gerbang yang tidak terkunci lalu mengetuk pelan pintu depan rumahnya.Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka dengan penampilan Mahesa yang sedikit berantakan. Raisa mengernyit memandang laki-laki itu yang tidak rapi seperti biasanya. Namun berbeda dengan Mahesa. Dia malah tampak terkejut mendapati Raisa berdiri di
Merasa istirahatku sudah cukup, aku pun membuka mata dan merenggangkan tanganku. Setelah tidur panjang dan meminum obat yang di beri Lian, pusingku sudah menghilang. Aku melihat ke sekeliling dan sempat merasa tak sadar aku dimana. Kini aku mendapati aku berada di dalam kosong dan tak berpenghuni.Aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku lalu keluar untuk mengganti pakaianku yang terasa lembab dan sudah berbau keringat. Pendingin ruangan yang menyala tidak membuat suhu tubuhku menjadi dingin malah membuatku berkeringat. Mungkin efek dari aku meminum obat itu yang membuat aku merasakan sedikit lebih berkeringat.Kakiku melangkah keluar dan mencari dimana keberadaan Lian. Dia berjanji menungguku dan ku pastikan dia masih berada di rumah ini.Ternyata Lian sedang memasak sesuatu di dapur. Baunya harum dan sepertinya dia lumayan jago memasak. Mahesa berdeham dan Lian pun menoleh untuk melihat. Mahesa berdiri di depan pintu su
"Aku tahu kamu semalam sama siapa Mahesa."Lian pagi itu datang ke rumah Mahesa dengan sengaja karna dia tahu harus melakukan sesuatu. Lian butuh penjelasan dan Mahesa harus memberitahunya kalau tidak dia harus melakukan sesuatu menekannya agar menjauh dari hidup mereka."Masuk!" Mahesa berucap tegas dan memerintah. Mahesa menyingkir memberi jalan untuk Lian masuk ke dalamnya."Aku tidak mau berlama-lama di sini Mahesa. Aku harus kerja dan aku butuh penjelasanmu sekarang. Aku tidak mau berbohong jawablah jujur dan aku segera pergi.""Aku salah apalagi?""Kamu yang mengantar Raisa tadi malam? Mama khawatir saat tahu Raisa tidak ada di rumah tadi malam. Dia meneleponku dan menanyakan apakah Raisa ada di tempatku atau tidak dan jawabannya siapa lagi kalau bukan ada di rumahmu. Kamu menyuruhnya untuk ke rumahmu? Malam-malam begitu?""Duduk lah aku sedang pusing terlalu banyak alkohol yang ku minum semalam."Lian tetap berdiri di san
Aku merasa sedang bermimpi saat ini. Sesuatu yang mustahil aku lakukan dan itu demi satu nama Mahesa. Ya karna dia aku berada di sini. Di suatu club yang tidak pernah aku injak dimana pun itu.Suara alunan musik terdengar begitu keras dari luar dan itu membuat telinga yang tidak terbiasa mendengar suara musik ini ingin menutup telinga namun rasanya sangat bodoh, orang lain terbiasa lalu mengapa aku harus menutup telinga demi semua itu. Aku biarkan semua itu dan bersikap sewajarnya.Seperti dugaanku tidak hanya musik yang mengalun begitu keras aroma pekat dari alkohol bercampur dengan nikotin tercium ke dalam indera penciumanku."Oh yang benar saja, aku tak menyukai bau ini, mengapa dia membiarkanku masuk dan mencium aroma ini," gerutuku dalam hati.Mahesa meneleponku dan aku terpaksa menemuinya karna ku tahu dari suaranya dia terdengar sangat membutuhkanku. Nekat aku pun datang ke sini untuk mencarinya.Begitu berada di dalam aku
Bugg ...Satu pukulan mengenai mata Mahesa, Alex ingin memukulnya kembali namun langsung di tangkis oleh Mahesa. Mahesa waspada dan tak lupa menahan diri agar tak tersulut emosi. Tadinya dia tidak tahu kalau Alex akan memukulnya. Setelah pukulan menyentuh wajahnya baru dia sadar kalau dia dalam bahaya.Mahesa menyeringai, memandang satu arah dimana lawannya saat ini sedang berdiri tegak memandang sengit ke arahnya.Mahesa memang tak belajar beladiri tapi dia tahu harus bertindak bagaimana saat ini. Mengalah tak akan pernah membuat lawannya tahu kalau yang sebenarnya dari satu pukulan itu tidak akan baik untuk ke depannya. Memukul memang tidak sulit tapi tak kan bisa menyelesaikan masalah. Itu yang sebenarnya dia inginkan untuk Alex sendiri. Kalau dia suka memukul pasti ke depannya juga sikapnya tak jauh berbeda. Bagaimana dengan Lian nantinya kalau mereka bersama?Mahesa mengusap hidungnya dengan cepat lalu memasang kuda-kuda dan segera