Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.
“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.
Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.
“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’
“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.
“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.
“Nggak, Flo. Gue bilang nggak, ya, nggak!” Balas Rasya yang langsung mematahkan batang rokok milik Flo tanpa ampun. Seketika membuat Flo terperangah. Mulutnya terbuka lebar, namun Rasya malah menanggapi ekspresi keterkejutan Flo dengan senyum manis. Dengan gayanya yang santai.
“GILA!” Pekik Flo yang langsung mengundang tatapan sinis dari para pengunjung café. Namun tak berlangsung lama. Para pengunjung café langsung kembali dengan urusannya masing-masing.
“Ck! Dasar Flo kurang ajar!” Umpat Clara yang ternyata ada di satu café yang sama dengan Flo dan Rasya. Namun, Clara tidak sendiri. Gadis belasteran itu, duduk bersama dengan dua teman cewekya. Risa dan Joana.
“Haha, lo nggak bakalan bisa dapatin hatinya Rasya, Ra. Nggak yakin gue, kalau lo bisa jatuhin martabat Flo di depan Rasya.” Bukannya membela temannya atau paling tidak menenangkan temannya, Joana malah semakin menyulutkan api amarah di dada Clara.
“Eh, Joan!” Panggil Risa dengan kesal. Ia terlihat tidak terima ketika temannya, Clara, malah mendapatkan ledekan dari Joana.
“Please, Risa, call me Joana! Bukan Joan!” Bentak Joana tidak terima.
“Bodo amat, ah!” Risa mendengus kesal.
“Eh, udah-udah deh, nggak usah ribut-ributin hal yang sepele!” Bentak Clara yang langsung membuat Joana dan Risa terdiam.
“Lihat aja, gue bakal bikin Flo malu satu kampus! Bahkan, gue bakal bikin dia di D.O.” Jelas Clara dengan sinisnya, dan tatapannya yang semakin tajam, dan tidak lepas dari Flo yang sedang duduk berdua dengan Rasya.
Back to Flo dan Rasya.
“Sejak kapan lo nge-rokok, Flo?” Tanya Rasya penasaran. Ia bahkan sudah merampas paksa sebungkus rokok yang sepertinya baru saja dibeli oleh Flo.
“Ck!” Flo melipat kedua lengan tangannya di depan dada, lalu membuang muka sesaat dari Rasya. Dan, kembali menatap malas ke arah Rasya. “Bukan urusan lo!” Bentak Flo yang sudah kesal.
“Gue nggak peduli, ini jadi urusan gue atau nggak, tapi gue mau tau, sejak kapan lo jadi perokok, Flo?” Tanya Rasya yang benar-benar tidak kehabisan kata-kata untuk melawan Flo.
“Ih, resek banget lo, ya!” Ketus Flo yang sepertinya sudah naik darah. Emosinya sudah mulai membuncah. “Gue nge-rokok itu semenjak SMA! Puas lo, hah?!” Sekali lagi, Flo membentak Rasya, dan sudah yang kesekian kalinya Rasya menanggapinya dengan sikap tenang, disertai dengan senyuman dan tatapannya yang teduh menenangkan. Parasnya yang tampan dan kecerdasannya, menjadikan dirinya idola seluruh mahsiswi di kampusnya. Kecuali, Flo. Entah mengapa, Flo yang tergolong wanita cantik di kampusnya, tidak menyukai Rasya. Begitu pula dengan Rasya, yang entah mengapa dari sekian banyak mahasiswi di kampusnya, yang tentunya ada yang lebih cantik dari Flo, dan ada yang lebih sopan, berbudi luhur, serta berprestasi dari Flo, justru malah memilih dan menyukai Flo. Mahasiswi yang tidak pernah mendapatkan nilai A sejak semester satu, sering menjadi langganan dari amukan para dosen jika berkaitan dengan masalah tugas dan tentunya Flo pernah mengulang satu semester. Mungkin kutipan bahwa “cinta itu buta” memang benar adanya. Contohnya saja Rasya yang menyukai Flo dengan segala kekurangan yang Flo miliki. Dari mulai etika, dan nilai akademik yang tidak pernah masuk kategori ‘baik’ tapi ‘cukup’. Alih-alih pernah ‘buruk’.
“Flo,” panggil Rasya dengan nada lembutnya. Meski suaranya terkesan agak berat. Flo yang namanya dipanggil lembut oleh Rasya, hanya bisa menatap tajam kedua netra Rasya yang tenang dan teduh.
“Jangan ngerokok lagi, ya. Oke?” Ucap Rasya dengan tatapannya yang semakin dalam.
“Ck!” Flo langsung menyambar bungkus rokoknya yang berada di tangan Rasya. “Bukan urusan lo, Sya.” Sahut Flo, dan kembali mengambil sebatang rokok, lalu ia masukkan ke dalam mulutnya, kemudian menyalakan alat pemantik untuk membakar ujung batang rokok yang tidak ia isap.
Rasya hanya bisa menggeleng dan tersenyum tipis. Sementara Flo menatap heran Rasya sambil mengisap rokoknya. Sejurus kemudian, dari mulutnya mulai keluar gumpalan asap yang sangat khas dengan bau asap rokok.
“Sya, gue heran deh sama lo,” ucap Flo setelah asap yang berada di dalam mulutnya sudah keluar dan menguap semua ke udara.
“Heran? Heran apanya?” Tanya Rasya dengan senyuman tipis di bibirnya.
“Ya, yaaa … gimana, ya. Heran aja gitu, sama lo, Sya.” Kembali Flo mengisap rokoknya. Menikmati setiap sensai dari rokok yang ia isap. Tak peduli dengan tatapan Rasya yang selalu mengarah kepadanya. Seolah tidak ada objek lain yang bisa ditatap olehnya.
“Hahaha, lo ngomong apa sih, Flo?” Tanya Rasya.
“Ya, heran aja, gue sama lo, Sya. Di kampus kita kan banyak banget cewek-cewek, mahasiswi-mahasisiw yang lebih teladan, baik, sopan, cantik, dan ada yang lebih pinter dari gue, Sya. Tapi, lo kenapa sih, kayaknya nggak ada niatan buat ngedeketin tipikal cewek yang barusan gue sebutin? Secara, ya, lo ganteng, tajir, dan pintar pula.” Jelas Flo panjang lebar, dan Rasya hanya tersenyum manis, menyimak dengan santai penjelasan Flo yang kelewat panjang lebar.
“Terus, yang buat lo heran sama gue, apa, Flo?” Tanya Rasya dengan senyuman manis yang tidak luntur sedikitpun dari bibirnya.
“Yang bikin gue heran sama lo adalah, kenapa lo mau di dekat gue terus, Sya? Gue tuh, nggak baik, sopan aja nggak ada dalam kamus hidup gue. Pintar? Hah, apalagi! Nggak ada di diri gue, Sya.” Jelas Flo dengan emosi yang meluap-luap, lalu kembali mengisap rokok yang sudah setengah batang.
“Hmmm, kenapa, ya?. Nggak tau deh,” jawab Rasya sekenanya.
“Dih, nggak jelas lo! Lo kan mahasiswa smart nih, di kampus, masa iya, nggak punya alasan yang jelas, kenapa lo mau di dekat gue terus?” Tanya Flo mulai mencecar.
“Oh, jadi sekarang lo butuh alasannya, Flo?” Rasya balik bertanya.
Flo mengangguk sambil mengisap lagi rokoknya yang sedikit lagi sudah tidak bisa diisap lagi. “Iyalah,” sahut Flo sekenanya.
“Hahah, emang harus ya, pakai alasan kenapa gue mau di deket lo terus, Flo? Dan, kenapa gue nggak mau di deket mahasiswi yang cantik, baik, dan pintar. Nggak kayak lo yang koplak dan nggak prestasinya sama sekali, “ sarkas Rasya.
“Ck! Nggak usah pakai kalimat yang terakhir itu, bisa nggak sih, Sya?” Bantah Flo tidak terima.
“Hahaha, ya emang kenyataannya, kan?” Tanya Rasya, seolah sedang memaksa Flo untuk menjawab ‘ya’.
“Cepat kasih tau gue, Sya, apa alasan lo, nge-deketin gue terus?!” Bentak Flo sekali lagi.
“Harus, ya, kasih tahu alasan lagi, ke orang yang udah bikin gue nyaman?”
Deg. Kedua bola mata membulat. Dan, kedua netra mereka saling menatap. Jatuh ke arah tatapan yang sama.
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
Hitam dan putih. Tinggi dan rendah. Suci dan kotor. Halal dan haram. Adalah keberagaman yang ada di kehidupan manusia di muka bumi Tuhan. Bukan berbeda. Tapi beragam. Bukan perkara benar, jelek dan salah. Tapi, takdir Tuhan yang sudah menentukan ke arah mana para makhluk ciptaan-Nya akan menengadah. Manusia adalah wayang yang harus selalu siap dipentaskan oleh Sang Dalang yang telah menyiapkan skenario-Nya secara diam-diam. Siapa yang akan tahu, kita akan terjerumus ke dalam jurang dosa dan berbuat kesalahan?Flora Putri Darmawan. Adalah satu dari milyaran manusia di muka bumi Tuhan, yang pada akhirnya harus terdampar di sebuah tempat yang entah ini keinginan hatinya, atau hanya karena kata ‘terpaksa’ yang mendorongnya untuk masuk ke dalam dunia penuh dengan hinaan, gemerlapnya lampu-lampu diskotik malam, penuh dengan ingar bingarnya kehidupan, serta minuman keras yang tentunya selalu sukses menghilangkan akal sehat setiap insan. Dan, di sinilah Flora atau Flo, me
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.&ldquo
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang