Hitam dan putih. Tinggi dan rendah. Suci dan kotor. Halal dan haram. Adalah keberagaman yang ada di kehidupan manusia di muka bumi Tuhan. Bukan berbeda. Tapi beragam. Bukan perkara benar, jelek dan salah. Tapi, takdir Tuhan yang sudah menentukan ke arah mana para makhluk ciptaan-Nya akan menengadah. Manusia adalah wayang yang harus selalu siap dipentaskan oleh Sang Dalang yang telah menyiapkan skenario-Nya secara diam-diam. Siapa yang akan tahu, kita akan terjerumus ke dalam jurang dosa dan berbuat kesalahan?
Flora Putri Darmawan. Adalah satu dari milyaran manusia di muka bumi Tuhan, yang pada akhirnya harus terdampar di sebuah tempat yang entah ini keinginan hatinya, atau hanya karena kata ‘terpaksa’ yang mendorongnya untuk masuk ke dalam dunia penuh dengan hinaan, gemerlapnya lampu-lampu diskotik malam, penuh dengan ingar bingarnya kehidupan, serta minuman keras yang tentunya selalu sukses menghilangkan akal sehat setiap insan. Dan, di sinilah Flora atau Flo, menjadi ‘kupu-kupu’ untuk para hidung belang yang sedang haus dan lapar akan belaian.
“Flo, ada yang mau ketemu sama lo, tuh!” Ucap seorang gadis bernada tinggi,. Ia terlihat masih sangat muda untuk dipanggil ‘tante’, tapi gaya berpakaiannya dan dandanannya sudah melebihi kapasitas usianya. Lipstick berwarna merah, serta seluruh alat make-up yang pastinya ia gunakan semuanya untuk memoles wajahnya agar terlihat mencolok dan tentunya berwarna di dunianya yang gelap, sarat akan hitamnya akal manusia, yang dipenuhi dengan hawa nafsu belaka. Wanita muda itu tengah berdiri di dekat meja bar, tempat berbagai macam minuman.
“Siapa?!” Tanya Flo dengan nada lebih tinggi. Ia yang sedang duduk di sofa di pojokan club dengan segelas minuman keras yang ia teguk sekali lagi. Kedua matanya mengerjap-ngerjap, menikmati rasa yang sangat khas dari minuman keras yang sudah masuk dan melewati kerongkongannya.
“Sini!” Ajak gadis yang terlihat lebih muda dari Flo. Namanya, Karin.
Suara musik yang sedang dimainkan oleh Disc Jockey alias DJ., membuat suasana di club kala itu, semakin lama, semakin heboh. Penuh dengan riuh rendah teriakan para pengunjung bar yang semakin meliuk-liukan tubuh mereka, dan seskali menghentakan tangan mereka ke udara, mengikuti alunan musik yang dimainkan oleh DJ.
“Hahhah.” Flo malah tertawa, dan berdiri, hendak menghampiri Karin yang sedang tersenyum kepadanya.
“Laki-laki yang mana, maksud lo, Rin?” Tanya Flo, ketika berdirinya sudah dekat, persis di samping Karin.
Karin meneguk sedikit minumannya, lalu menunjuk ke salah satu laki-laki yang mengenakan kemeja, celana hitam, dan sepatu hitam yang kelihatannya sangat mahal. Tak lupa, wajahnya yang cukup terbilang tampan, menambah kesan keren untuk dirinya.
“Dia mau lo ke sana, Flo. Nemenin dia.” Bisik Karin di dekat telinga Flo. Dan, memang lelaki yang Karin maksud, sedari tadi sudah memperhatikan mereka berdua tanpa berkedip sekalipun. Mungkinkah laki-laki itu sedang terpesona dengan wajah Flo yang memang paling cantik, dengan postur tubuhnya yang lebih ‘pas’ dari teman-temannya yang lain. Termasuk dari Karin yang jelas-jelas terlihat lebih kecil dari Flo.
“Hahah, gue mau dibayar berapa ama dia, Rin?” Tanya Flo dengan santainya tanpa berbisik. Flo dan laki-laki itu masih adu pandangan mata. Sesekali, laki-laki itu mengedipkan satu matanya. Genit. Dan, Flo hanya tersenyum, dengan pandangannya yang terus mengarah ke laki-laki yang terlihat sangat menginginkannya.
“Hmmm, kalau dilihat dari pakaiannya sih, kayaknya dia orang kaya deh,” jelas Karin agak ragu.
“Yakin?” Tanya Flo, minta diyakinkan.
“Tau, ah! Emangnya gue peramal apa, hah? Ya, mana tau lah, gue, isi dompetnya ada berapa lembar merahnya?” Ketus Karin yang sudah mulai kesal.
“Hahaha, oke. Gue ke sana dulu, ya.” Ucap Flo, lalu mulai berjalan, menghampiri laki-laki muda dan tampan yang sedari tadi sudah main mata dengannya. Flo mulai melenggak-lenggokkan tubuhnya ketika berjalan. Apalagi gaun yang ia kenakan sangat mengekspos dirinya. Menjadikannya terlihat lebih menggoda, dengan belahan dada yang terlihat sangat jelas.
“Selamat bersenang-senang, Flo!” Teriak Karin penuh semangat.
Flo hanya mengangkat satu tangannya, melambaikan tangan, sambil membelakangi Karin.
“Hai,” Flo menyapa dengan lembut.
“Hai, boleh kenalan dulu?” Tanya laki-laki itu yang tidak henti-hentinya tersenyum kepada Flo.
“Aku boleh duduk?” Tanya Flo dengan suara yang ia buat semakin lembut.
Laki-laki itu mengangguk, dan mengajak Flo duduk di dekatnya. Bahkan, dengan beraninya ia menepuk-nepuk pahanya, sebagai isyarat agar Flo mau dipangku dengannya. Flo malah tersenyum, dan memilih untuk duduk di sampingnya saja. Tidak terlalu dekat.
‘Ya, mudah-mudahan aja, ini cowok bukan cuman ganteng, tapi tajir, melintir. Dari wajahnya sih oke lah, tapi, gue nggak tau deh, kalau soal money nya.’ Hati Flo menggumam, sementara diam-diam kedua matanya memperhatikan tampilan laki-laki yang sedang menggodanya, dari ujung kaki, sampai ujung kepala.
“Aku Dika. Kamu?” Tanya laki-laki itu yang kini Flo tahu bernama Dika. Dika memberikan tangan kanannya untuk dijabat oleh Flo. Dan, dengan senang hati, Flo menjabat tangan Dika.
“Flo.” Balas Flo dengan singkat. Flo mulai merasakan kalau telapak tangannya sedang dipegang sangat erat. Bahkan, ia merasakan kelima jarinya sedang direngkuh semakin kencang. Flo tersenyum kaku, namun sepertinya Dika tidak memahami arti senyuman kakunya, yang sejatinya menandakan ketidaknyamanan Flo.
“Heheh, bisa lepasin, nggak?” Tanya Flo dengan senyuman kakunya.
“Oh, ya! Sorry.” Dika langsung melepaskan genggaman tangannya. Kemudian, meneguk minumannya. “Udah lama ya, ada di sini?” Tanya Dika setelah ia meneguk minumannya.
“Aku baru lima bulan sih, di sini.” Jawab Flo dengan santainya.
“Wah, berarti udah lancar ya, mainnya?” Tanya Dika lebih lanjut lagi. Tangan nakalnya mulai menjelajahi paha Flo yang terlihat sangat bening, mulus, tanpa cela. Flo hanya diam saja, ketika dirinya diperlakukan seperti itu.
“Hahah, nggak usah ditanya deh, kalau soal itu,” jelas Flo dengan entengnya.
“Oh, hahaha. Jago dong, berarti?” Tatapan Dika mulai intens, menatap wajah Flo. Seolah ada sesuatu dari wajah Flo yang sedang sangat diinginkan oleh Dika. Sejurus kemudian, Dika mulai menggeser posisi duduknya, mulai mendekati Flo, hingga tidak ada jarak di antara mereka berdua. Tangannya yang satu lagi mulai merangkul bahu Flo.
“Mau yang kayak gimana?” Flo mulai main mata dengan Dika. Bibirnya terus menyunggingkan senyuman manis miliknya.
“Hahahahaha, kamu makin buat aku jadi nggak tahan nih,” seketika tangan Dika mulai mencubit pelan pipi mulus milik Flo. Sementara Flo semakin membiarkan tubuhnya menjadi alat main Dika.
“Nggak tahan gimana maksudnya?” Tanya Flo yang semakin membuat Dika mengamuk di dalam hatinya.
“Kamu tuh pintar banget sih ngomongnya,” Dika mulai mengusap-usap pipi Flo, dan Flo mulai bertingkah seolah ia sedang menikmati sentuhan laki-laki tampan yang bernama Dika.
“Mainnya juga sama pintarnya, kok.” Sahut Flo yang semakin membuat Dika mabuk kepayang.
“Biasanya kamu dapat berapa lembar merah kalau main?” Tanya Dika yang semakin sudah dikendalikan oleh nafsunya.
“Hmmm, berapa, ya?” Flo tersenyum, seraya menatap Dika dalam-dalam. Kemudian, tubuhnya ia hadapkan ke tubuh Dika. Sehingga posisi mereka kini saling berhadap-hadapan. Sengaja Flo membusungkan dadanya, agar mendekat ke dada bidang Dika.
“Kalau aku minta sepuluh juta aja, boleh?” Tanya Flo, seraya tangan kanannya mulai meraba-raba dada bidang milik Dika. Meraba-raba sampai ke perut Dika yang dirasa Flo sangat keras, seolah tanpa lemak. Dan, mulai terbayang di benak Flo, pastilah Dika memiliki tubuh yang atletis. “Sampai pagi,” bisik Flo di depan wajah Dika. Membuat Dika semakin susah menelan salivanya, dan mengatur debaran jantungnya yang semakin tidak seirama dengan alunan nafasnya.
Dan, tentu saja bukan tanpa alasan Flo melakukan ini semua. Sama seperti orang-orang yang bekerja dari pagi sampai pagi lagi.
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.&ldquo
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.&ldquo
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang