“PRATT!”
“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” “
“Dasar wanita gatel!”
Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.
Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.
“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas banget jadi manusia?!” Tangan Flo mulai bersedekap di depan dadanya. Flo menyahut tanpa rasa takut. Kini, ia dan wanita itu sudah menjadi pusat semesta. Satu kampus.
“Eh, kenapa tuh, si Flo? Ada masalah apa lagi sih, dia?” Bisik Renjana dengan teman sebangku kantin dengannya. Dodit.
“Nggak tahu ah! Males gue bikin spekulasi buat orang kayak Flo.” Jawab Dodit, lalu memasukkan sesuap bakso yang sedang ia nikmati. Hanya dia seorang yang tidak menjadi penonton setia drama heboh yang tiba-tiba ditayangkan di kantin kampus. Secara live pula.
“Ck. Dasar gembul, lo! Makan mulu kerjaan lo!” Ketus Renjana kesal.
“Bodo! Daripada lo, kerjaannya mikirin hidup orang,” sahut Dodit, sambil mengunyah bakso yang terdapat di dalam mulutnya.
“Apa? Nggak jelas?! Heh, Mbak! Mbak sadar nggak sih?! Punya otak, nggak?” Bentak wanita itu yang semakin geram, dan rahangnya terlihat mengeras. Menarik urat.
“Hehe, punya lah! Yang nggak punya otak tuh, Anda, hey!” Sahut Flo yang sama sekali tidak kehabisan kata-kata.
“PLAK!” Sontak wanita itu langsung menghadiahi tamparan yang mendarat manis, tepat di pipi kanan Flo. Membuat Flo semakin geram, dan semua pasang mata langsung membulat. Mereka tidak bisa melakukan banyak hal, selain menjadi penonton setia pada drama yang sedang Flo pentaskan.
“Heh, gue tebak nih, pasti Flo jadi orang ketiga lagi,” salah satu mahasiswa yang sekelas dengan Flo mulai berani membuat spekulasi. Ia tersenyum miring. Namun, tidak ada tindakan dan niatan untuk membela Flo, teman sekelasnya.
“Lo, nggak ada niatan buat belain Flo, Xel?” Tanya Revan setengah berbisik.
“Ih, ogah amat!” Balas Axel, sambil bersedekap. “Rajin banget gue, belain cewek yang udah nolak gue mentah-mentah, heh.” Imbuh Axel.
“Oooh,” sahut Revan singkat.
Drama yang dimainkan oleh Flo dengan wanita asing itu belum usai. Masih berlangsung.
Flo memegangi pipinya yang menjadi sasaran tamparan tiba-tiba dari wanita yang tak ia kenal asal usulnya. Ia meringis kesakitan. Lalu, kembali menatap tajam wanita tersebut.
“Heh, sakit?” Sarkas wanita itu.
“Lebih sakit mana, Mbak? Pipi Mbak, atau hati saya yang sudah hancur gara-gara, Mbak, hah?” Tanya wanita itu dengan suara yang semakin meninggi.
“Lha, kok jadi nyalahin gue, sih, Mbak? Eh, apa hubungannya saya dengan kehidupan Mbak? Kenal Mbak aja, nggak.” Balas Flo.
“Ck. Hubungannya?! Mbak, nanya apa hubungannya Mbak dengan kehidupan saya?!” Tanya wanita itu yang semakin meradang. Sudah dapat ditebak, pasti darah di dalam tubuhnya sudah sangat mendidih, naik sampai ke ubun-ubun. Wanita itu tampak meludah ke depan kaki Flo. Membuat Flo terkejut, dan langsung beberapa langkah, meski terlambat. Sepatunya sudah terkena air liur wanita itu.
“Eh, udah gila, lo!” Bentak Flo yang sudah kesal.
“Yang gila itu, lo!” Sahut wanita itu tidak mau kalah dari Flo.
“Ah, udah deh! Kasih tau aja apa alasannya lo datang ke kampus gue, dan langsung nyiram gue, maki-maki gue, dan sekarang lo meludah kayak gini!” Kesabaran Flo mulai menipis.
“Ck.” Wanita itu tampak membuang muka sebentar dari Flo, lalu menatap Flo lagi, dan berjalan pelan, mendekati Flo.
“Bohong, kalau lo nggak kenal sama Dika,” ucap wanita itu dengan tatapan yang mengintimidasi. Membuat bulu kuduk Flo agak berdiri.
“Ngaku!” Bentak wanita itu tepat di depan wajah Flo.
Wajah Flo langsung menegang. Kaku. Lehernya tidak bisa ia gerakan. Mengangguk, ataupun menggeleng. Tatapannya membulat.
“Heh, jadi benar, ini yang udah godain suami orang.” Ucap wanita itu dengan lantangnya. Membuat Flo semakin geram. Ia mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Rahangnya mengeras. Ia juga mengepal kedua tangannya. Menahan rasa malu bercampur kesal.
“Gue nggak godain suami orang!” Bentak Flo dengan nada penekanan di tiap kata. Tatapan Flo sangat tajam, dan mengintimidasi. Namun, yang ditatap tidak takut sama sekali.
“Heh, lihat dulu dong, cara berpakaian lo!” Tukas wanita itu, yang langsung menatap Flo dari ujung kaki sampai ujung kepala. “Gaya berpakaian lo, benar-benar menunjukkan siapa diri lo yang sesungguhnya.” Imbuh wanita itu.
“Ck. Haha.” Flo tertawa hambar, dan memalingkan tatapannya sejenak dari wanita itu. Kemudian, menatap wanita itu lagi. “Ternyata, hari gini, masih ada aja ya, orang yang selalu menilai kepribadian seseorang dari cara berpakaiannya. Bodoh banget, tahu nggak?!” Sarkas Flo yang benar-benar tidak kehabisan akal untuk memukul mundur lawan bicaranya. Mungkinkah, ini salah satu kemampuan mahasiswa jurusan komunikasi? Atau, hanya kebetulan saja?
“Perempuan recehan lo!” Ketus wanita itu dengan wajah merah padam. Kelihatan sekali kalau wanita itu sudah kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Flo, selain umpatan, dan hinaan.
“Ck! Kalah ya? Hahaha, ngaku aja!” Sarkas Flo sekali lagi.
“Dasar perem__”
Hampir saja Flo terkena tamparan yang kedua kalinya, tapi sudah keburu dicekal tangan wanita itu oleh Rasya.
“Eh, lepasin nggak!” Bentak wanita itu, berontak.
“Ini kampus, Mbak. Bukan pasar induk,” sahut Rasya. Teman sekelas dan satu jurusan dengan Flo.
Flo tersenyum miring. Ia langsung memasang wajah penuh kemenangan. Karena dirinya merasa menang, dan tentu saja ia mendapatkan pembelaan dan perlindungan tiba-tiba dari Rasya. Flo semakin menegakkan berdirinya, dan menatap rendah wanita yang telah mempermalukannya.
“Hahah, nggak ada otak dia, Sya. Nggak usah dijelasin kayak gitu. Nggak paham dia.” Bisik Flo di dekat telinga Rasya, yang bisa didengar jelas oleh wanita itu. Dan, tentu saja wanita itu semakin menatap tajam Flo.
“Ah, lepasin!” Berontak wanita itu, dan Rasya langsung melepaskan genggaman tangannya.
“Lo, nggak usah ikut campur, ya! Lo, nggak tahu apa-apa!” Bentak wanita itu semakin kesal. Di matanya, Rasya adalah sosok pahlawan kesiangan yang sok tahu, dan sok ikut campur urusan orang.
“Tapi, kalau udah berhubungan dengan Flo, berarti juga berhubungan dengan saya.” Balas Rasya yang sama seperti Flo. Sama-sama tidak kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan orang.
“Oh, lo pacarnya? Okeh,” wanita itu tersenyum miring.
“Tolong kasih tau ya, pacarnya. Jangan suka godain suami orang. Apalagi, mainnya sampai di ranjang!”
Wanita itu langsung melenggang begitu saja, setelah puas menumpah semua kekesalannya terhadap Flo di muka umum. Seketika, semua pasang mata langsung tertuju pada Flo. Namun, Flo hanya diam dan menatap tajam ke arah wanita yang sudah pergi meninggalkannya, dan tenggelam tak terlihat lagi, bersama dengan para mahasiswa yang berlalu lalang di kampus.
“Flo? Lo kenapa lagi?” Tanya Rasya dengan tatapan teduhnya.
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.&ldquo
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.&ldquo
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang