Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.
“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.
“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.
Rasya yang sedari tadi mengecek ponselnya, kelihatan tidak tenang. Kedua matanya terus bergantian menatap tepat layar ponselnya, dan pintu kelasnya.
‘Duh! Si Flo mana lagi?! Gue chat, nggak dibalas, cuman dibaca doang lagi!’ Gerutu Rasya dalam hati. ‘Setahu gue, dia cuman izin ke kamar mandi sebelum kelas selanjutnya di mulai. Tapi, ke mana itu anak?’ Rasya kembali menggumam. Air muka terihat penuh kecemasan.
“Sumpah, Ra! Dosen baru kita nggak kalah ganteng dari Rasya, loh!” Bisik Joana denga seru tertahan.
“Ck! Berisik lo!” Pekik Clara pelan.
Joana hanya terkekeh-kekeh, kemudian kembali fokus menatap dosen baru mereka yang terlalu tampan.
“Baik. Perkenalkan, nama saya Beni Hamdani. Kalian, semua bisa panggil saya Pak Beni.” Dosen baru tersebut bernama Beni Hamdani. Para mahasiswa mulai antusias mendengarkan dosen baru mereka. Tak terkecuali para mahasiswi yang sudah main mata dengan Beni.
“Saya menempuh pendidikan S1 di Universitas Indonesia, S2 dan S3 saya di University of Abardeen, United Kingdom, atau mungkin kita sering menyebutnya dengan UK. Dan, sekarang saya bekerja di sini, di kampus kalian. Terima kasih.” Jelas Beni Hamdani, tanpa ada seutas senyuman di bibirnya, walau sebentar. Walau hanya senyum-senyum tipis.
“Wawwww,” respon yang sama dari semua mahasiswa, sorot mata mereka menandakan kekaguman yang luar biasa kepada dosen baru mereka. Pasalnya, mereka belum pernah mendapatkan dosen lulusan universitas luar negeri.
“Baik, ada pertanyaan?” Tanya Beni dengan sorot mata yang tak ubahnya bagai elang yang hendak menyambar mangsanya.
“Saya pak!” Joana langsung mengacungkan tangan kanannya. Mengubah seluruh atensi mahasiswa langsung mengarah kepadanya. Namun, tatapan teman-temannya terkesan ingin meledek Joana. Atau lebih tepatnya ingin mencaci maki Joana yang terlalu genit dengan sosok dosen baru mereka.
“Ya, silahkan perkenalkan diri Anda dulu, dan silahkan ajukan pertanyaan.” Beni mempersilahkan Joana untuk membuka suara.
“Heheh, terima kasih Bapakkuh,” ucap Joana cengengesan, dan terkesan malu-malu kucing.
“Nama saya Joana Stefy, dan saya mau tanya Pak. Bapak udah punya pacar atau belum?” Tanya Joana malu-malu, lalu ia langsung menyunggingkan senyuman, serta menutup wajahnya dengan buku tulis yang sudah berada di atas mejanya.
“Wooooo ….” Semua teman-temannya langsung menyurakinya dan menimbulkan kericuhan yang membuat suasana kelas semakin rusuh.
“DIAM!” Bentak Beni tiba-tiba, dengan suaranya yang seperti bariton, atau sebuah bazooka yang sedang melesatkan peluru besarnya. Membuat suasana kelas seketika hening dan tidak ada yang berani berkutik sedikitpun. Termasuk Joana yang langsung mendongakkan kepalanya, dengan air mukanya yang menegang.
“Dan, satu hal lagi, saya akan menyampaikan beberapa peraturan yang akan selalu berlaku ketika jam mata kuliah saya.” Tutur Beni dengan membentak.
Seluruh mahasiswa semakin mematung. Tidak ada yang bisa membuka suara. Bahkan, berdehem pelan saja, rasanya tidak mampu mereka lakukan.
“Tidak ada yang boleh berisik, tidak mengerjakan tugas, titip absen, berpakaian minim, dan ….”
“KREKK.” Pintu kelas terbuka, dan ada Flo di sana. Semua pasang mata langsung tertuju pada Flo. Menatap Flo dengan tatapan cemas dan penuh ketakutan.
“… datang terlambat.” Beni menuntaskan penjelasannya mengenai peraturan yang akan berlaku di jam mata kuliah, seraya menatap tajam ke arah Flo. Namun, Flo menatap dosen barunya dengan santai, lalu melenggang begitu saja, menuju kursinya.
“TUNGGU!” Bentak Beni, dan langkah kaki Flo langsung terhenti. Flo memutar arah tubuhnya, menghadap ke sosok laki-laki muda dan tampan yang ia yakini adalah dosen barunya.
“Selamat siang, Pak.” Sapa Flo dengan ekspresi datar.
“Selamat siang. Anda tidak diperkenankan masuk ke kelas saya!” Bentak Beni dengan suaranya yang menggelegar.
“Ck.” Respon Flo, hanya memutar kedua bola matanya. Malas. Seolah menganggap enteng bentakan Beni.
“Sapaan saya kurang sopan ya, Pak?” Tanya Flo dengan santainya. Hanya Flo, satu-satunya mahasiswa di kelasnya yang berani bertingkah sesantai ini dengan dosen baru yang langsung memberikan image galak.
“Kamu terlambat dan gaya berpakaian kamu tidak sopan!” Bentak Beni sekali.
Flo langsung menatap dirinya sendiri. Dimulai dari ujung kaki. Ia mengenakan rok levis selutut dan kemeja berlengan pendek yang kancing bagian atasnya terbuka. Seolah Flo memang sengaja melakukan itu. Flo bersedekap di depan dosennya, lalu menatap jarum jam tangannya. “ Terlambat? Setahu saya, mata kuliah ini mulainya jam satu siang, dan sekarang baru jam satu lewat sepuluh menit.” Jelas Flo dengan santainya, tanpa menatap Beni yang sudah geram.
“Sama saja! Kamu tetap terlambat! Terlambat sepuluh menit, anak malas!”
Flo menatap dosennya dengan tatapan jengah. “Pak, saya cuman terlambat sepuluh menit. Biasanya, saya terlambat sampai tiga puluh menit. Dan, satu hal lagi, Pak, cuman Bapak, dosen yang baru datang dan langsung kejam sama para mahasiswanya. Iya kan, guys?” Sorot mata Flo mengarah kepada seluruh teman-temannya. Flo sedang mencari pembelaan. Namun, yang ia dapatkan hanya keheningan kelas, laksana hutan tanpa manusia. Sunyi senyap. Teman-temannya tidak ada yang berani berkutik. Jangankan berkata ‘iya’, mengangguk saja tidak ada yang berani.
‘Duh, mampus dah si Flo! Kenapa sih, itu anak selalu saja bikin masalah?!’ Gerutu Rasya kesal dalam hati.
“Hah, nggak usah cari pembelaan, Nak. Nggak ada yang mau membela anak malas seperti kamu.” Sarkas Beni dengan senyum miring.
Flo berdecak sebal, dan menatap tajam dosen barunya yang menurutnya sok galak dan sok kegantengan. Padahal, memang ganteng.
“Keluar!” Titah Beni sekali lagi.
“Ck. Dasar aneh lo!” Dengan beraninya Flo membentak seorang dosen yang jelas-jelas nilai mata kuliahnya ada di dalam kekuasaan dosen barunya tersebut.
Beni membelalakkan kedua matanya. “KAMU!” Mereka saling beradu tatap, dan menjadi pusat perhatian satu kelas. Tidak ada yang berani melerai dua manusia yang sedang beradu otot mata. Meski Flo dan Beni berbeda dari luar, tapi mereka punya satu kesamaan yang benar-benar signifikan. Sama-sama keras kepala.
“Keluar, atau__”
“Atau apa, Pak?” Flo langsung memotong ucapan Beni dengan nada menantang.
“Atau, saya akan tarik paksa kamu keluar.” Sejurus kemudian, Beni langsung menarik paksa lengan Flo dengan kasar, tanpa permisi. Beni seolah sedang menarik keluar seekor hewan yang mengamuk di dalam kelasnya.
“EH! EH, PAK! LEPASIN, NGGAK!” Bentak Flo, tidak terima diperlakukan kasar. Namun, Beni tidak menghiraukan sama sekali teriakan Flo. Begitupula dengan Rasya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak mungkin melawan dosen yang akan mengajarnya. Ia hanya bisa menghela napas berat dan kecewa.
Lain halnya dengan Clara. Ia tampak bahagia, saat Flo diperlakukan layaknya seorang pesakitan oleh dosen baru. ‘Heh, emang enak, Flo? Haha.’ Clara menggumam, dan tersenyum licik.
“PAK LEPASIN! DASAR GENIT!” Bentak Flo ketika keduanya sudah berada di luar ruang kelas. Beni langsung melepaskan genggaman tangannya.“KAMU.” Beni mengacungkan jari telunjuknya. Tepat di depan wajah Flo yang sudah merah padam.
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
Hitam dan putih. Tinggi dan rendah. Suci dan kotor. Halal dan haram. Adalah keberagaman yang ada di kehidupan manusia di muka bumi Tuhan. Bukan berbeda. Tapi beragam. Bukan perkara benar, jelek dan salah. Tapi, takdir Tuhan yang sudah menentukan ke arah mana para makhluk ciptaan-Nya akan menengadah. Manusia adalah wayang yang harus selalu siap dipentaskan oleh Sang Dalang yang telah menyiapkan skenario-Nya secara diam-diam. Siapa yang akan tahu, kita akan terjerumus ke dalam jurang dosa dan berbuat kesalahan?Flora Putri Darmawan. Adalah satu dari milyaran manusia di muka bumi Tuhan, yang pada akhirnya harus terdampar di sebuah tempat yang entah ini keinginan hatinya, atau hanya karena kata ‘terpaksa’ yang mendorongnya untuk masuk ke dalam dunia penuh dengan hinaan, gemerlapnya lampu-lampu diskotik malam, penuh dengan ingar bingarnya kehidupan, serta minuman keras yang tentunya selalu sukses menghilangkan akal sehat setiap insan. Dan, di sinilah Flora atau Flo, me
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
Jam sudah menunjukkan pukul delapan, dan Flo masih tidur bersama dengan Agung. Mereka kelelahan, dan menginap di hotel. Flo dan Agung tidur tanpa mengenakan busana, serta hanya ditutupi oleh selimut berukuran besar, yang sanggup untuk menutupi dua orang dewasa.“DRT-DRT.” Gawai Flo yang berada di atas nakas berdering. Ada telepon yang masuk. Perlahan, Flo mulai tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia mulai membuka kedua matanya pelan-pelan.“Hoaaammm, siapa sih, yang telepon gue?” Flo mengucek-kucek kedua matanya. Dengan rasa malas, Flo mengambil gawainya yang masih berdering dengan nyaringnya. Tapi, Agung tidak tergannggu sama sekali. Ia kelihatan sangat lelap.“Halo, hooaaamm.” Flo menguap, dan masih tidak sadar, dengan siapa yang menelpon.“FLO! LO BARU BANGUN?!” Suara lelaki dari ujung telepon, sukses membuat Flo kesal. Apalagi, dengan suara keras yang membuat telinga Flo kesakitan.“
“Flo! Dari mana aja, lo? Jam segini baru nyampe?” Tanya Karin sambil menunjukkan layar gawainya, terlihat sudah jam sembilan malam. “Lama banget, lo!” Tukas Karin dengan tatapan sebal. Flo hanya mendengus kasar. “Rin, ya lo tahu gue, kan? Gue tinggal sama nenek gue, dan ya, gue tadi sempat ditanya-tanyain dulu sama nenek gue, mau ke mana, dan pulang jam berapa.” Jelas Flo dengan nada malas. Suara mereka hampir tidak terdengar karena DJ memainkan musin dengan bunyi yang cukup kuat. Ditambah dengan teriakan orang-orang yang sedang merasakan euphoria kehidupan malam di bar. Riuh rendah. Nada-nada yang tidak terkontrol. Mereka berdua sedang berada di depan pintu masuk bar.“Ck. Kapan matinya sih, nenek lo itu, Flo?” Ketus Karin yang langsung mendapatkan sambutan berupa tatapan mata elang dari Flo.“Ngomong apa lo barusan?” Tatapan Flo semakin tajam, dan ada penekanan di tiap kata. “Coba ulangin, kalau
‘Akhirnya, ada yang ambil coklat Beng-Beng gue.’ Gumam Flo. Inilah dunia Flo yang sesungguhnya. Dunianya yang sesungguhnya baru akan dimulai ketika Sang Bagaskara mulai masuk, beristirahat di ufuk barat, serta langit mulai berubah warna dari jingga ke hitam gelap. Flo sudah siap untuk melancarkan aksinya demi memenuhi dunianya. Seperti biasa, ketika jam kuliah sudah selesai, Flo langsung membeli coklat Beng-Beng di kantin, dan mulai menempelkan sebuah kertas berisi tulisan “Just call me”, dengan tak lupa mencantumkan nomor ponselnya di kertas putih tersebut. Lalu, ia akan menaruhnya di saku belakang celana jeansnya. Dan, jika ada laki-laki yang mengambil coklat Beng-Bengnya, sudah dipastikan laki-laki tersebut “sedang menginginkannya”. Dan, sudah pasti akan menelponnya. Flo sudah lama melakukan hal semacam ini, di kampusnya, dan hanya segelintir warga kampus yang paham apa maksud dan tujuan Flo menyelipkan coklat Beng-Beng di saku belakang celananya. Namun, ada juga ya
“Halo, iya, ada apa sayang?” Ucap Flo dengan berbisik. Kedua matanya melirik ke sana ke mari. Seolah ia sedang menelpon seorang penjahat yang bekerja sama dengannya.“Apa? Malam ini?” Tanyanya dengan nada meninggi, namun ia masih tahan, agar tidak terlalu terdengar. Ia buru-buru membekap mulutnya.“Oh, oke-oke, deh, sayang. Nanti sore, aku langsung ke hotel, ya.”“Bye,” Flo langsung menutup teleponnya, dan menghela napas lega.“Sayang? Siapa, Flo?”Suara Rasya membuat Flo terkejut setengah mati. Hampir saja, ia melempar gawainya ke udara. “Eh!” Jantung Flo langsung berdebar-debar tak karuan.“Lo, lagi telponan sama siapa, Flo?” Rasya menatap Flo dengan intens. Membuat Flo semakin salah tingkah.‘Mampus gue, kalau si kepo ini dengar apa yang barusan gue omongin sama om-om penghasil duit, gue.’ Flora menggumam, dan tatapan penuh ketakutan, se
“APA?! BAPAK MAU APA, HAH?!” Bentak Flo yang tidak kalah hebatnya. Suaranya juga ikut bergema. Tidak kalah dengan suara Beni. Suara Flo bergema, memenuhi seluruh sudut koridor kampus. Bahkan, seluruh mahasiswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Hanya demi menonton apa yang sedang terjadi di luar kelas mereka.“Yah, ini mah nggak bakalan kelar-kelar, dah.” Ucap salah satu mahasiswi yang keluar dari ruang kelas yang terdapat di sebelah ruang kelas Flo. Ia melipat kedua tangannya, menikmati sinetron dadakan yang sedang dimainkan oleh Flo dan dosen barunya.“GILA, WOY! Si Flo udah nggak sehat, otaknya! Dia berantem sama dosen yang gantengnya melebihi Antares and the genk!” Timpal mahasiswi yang satunya lagi.“Ah, udahlah! Kalau udah urusan sama Flo, gue jamin itu dosen bakalan resign. Nggak kuat ngeladenin mahasiswi koplak kayak Flo.” Tukas mahasiswa yang lainnya lagi.“Fix!
Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.Rasya yang seda
Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.&ldquo
“Flo!” Panggil salah satu mahasiswa yang tidak sekelas dengan Flo. Namanya, Toni. Saat itu, Flo sedang di kelas. Sedang duduk sambil merapihkan rambutnya yang basah akibat siraman air dadakan di kantin, mengaca dengan cermin kecil yang ia bawa, dan ia juga sedang mendengarkan ceramah dari Rasya.“Ish, apaan lagi sih, Ton?” Tanya Flo kesal. Ia langsung memasukkan cerminnya ke dalam tas. Dan, Rasya mulai menatapnya lagi. Penuh dengan tanda tanya.“Flo?” Rasya mulai mencoba mengintimidasi Flo lewat tatapan matanya.“Ck. Apaan sih, Syaaaaa.” Flo memutar kedua bola matanya. Kesal.“Lo, nggak punya masalah lagi kan dengan hubungan orang lain?” Tanya Rasya penuh selidik.Flo menghela napas berat, kemudian menatap sejenak ke langit-langit ruang kelasnya, lalu kembali menatap Rasya. “Ya, gue nggak tahu, lah, Sya!” Sahut Flo kesal.“EH! Malah saling tanya-tanya! Lo, udah dit
“PRATT!”“Oh, jadi ini, orangnya ya, yang semalaman sama suami orang, hah?” ““Dasar wanita gatel!”Wanita yang terlihat lebih tua dari Flo, tiba-tiba memaki-makinya dan menyiramkan sebotol air mineral ke wajah Flo. Kala itu, Flo sedang duduk-duduk santai di kantin bersama teman-temannya, dan memang sedang jam istirahat sebelum memasuki mata kuliah ke tiga.Flo terkejut bukan main. Ia yang tiba-tiba mendapatkan hadiah dadakan berupa siraman air dan makian, seketika langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa semua jurusan. Termasuk para mahasiswa di jurusannya. Jurusan komunikasi. Mulut Flo menganga sangat lebar, lalu mulai mengelap wajahnya yang sudah basah kuyup akibat air mineral satu botol yang disiramkan ke wajahnya tanpa permisi. Flo bangkit dari duduknya, dan mulai menatap tajam ke wanita yang sudah berani menyiram dan memakinya di muka umum.“Ngomong apaan sih, Mbak? Nggak jelas bang