Malam ini adalah sebuah malam yang sudah sangat Sean tunggu-tunggu. Dengan menatap kotak beludru berwarna merah itu, Sean berdiri di depan cermin dan tersenyum.
“Sebentar lagi cincin ini akan tersemat di jari manisnya,” gumamnya pelan.
Pertunangan anak pertama dari Anggara, digadang-gadang menjadi perhelatan termewah dan termahal di Indonesia. Sean, putra sulung Anggara dan tentu saja semua kerabat atau keluarga besar sedang menunggu kabar bahagia atas rencana untuk melamar wanita pilihannya.
Kebahagiaan Sean sudah menyebar ke orang-orang terdekatnya. Kecuali sang ibunda yang sejak lama menolak hubungan Sean dan kekasihnya. Akan tetapi, Sean tidak pernah menyerah sampai akhirnya restu untuk melamar sang pujaan hati ia dapatkan.
“Acaranya sudah mau dimulai, Brother! Ayo keluar,” tukas Davin.
“Gimana? Penampilanku sudah sempurna?”
Davin mengamatai penampilan Sean dari atas hingga ke bawah, kepalanya menggeleng dan Sean kembali melihat penampilannya di depan cermin.
“Jangan bercanda, Dav! Ini tidak lucu,” ujar Sean.
Tidak lama Davin mengangkat kedua ibu jarinya dan tersenyum lebar. “Sudah terlihat seperti pangeran, Bro... Ayo cepat, semua orang sudah menunggu.”
Sean memukul lengan Davin, setelah mereka berpelukan, sambil tertawa lepas. Sean hari ini benar-benar bahagia, semua terlihat jelas di wajahnya. Ia akan segera mengikat kekasihnya dalam satu ikatan pertunangan dan secepat mungkin Ia akan menikahi wanita itu, Hana.
Dengan menggunakan tuxedo rancangan desainer ternama, Sean terlihat begitu mempesona dan Ia sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan sang pujaan hati.
***
Di tempat yang berbeda, saat ini Hana dengan berbalut kebaya putih hasil rancangan desainer ternama, duduk di meja riasnya dengan sebuah pena dan selembar kertas.
Tangannya gemetar ketika Hana mulai menulis dengan tinta hitam. Meninggalkan pesan, berharap jika kesalahan ini akan dimaafkan suatu saat nanti.
Surat yang telah dilipat itu mulai diletakan tepat di atas meja rias. Hana menggunakan kotak perhiasam agar surat itu tidak terjadih karena tertiup angin.
“Maaf, tapi ini sudah menjadi keputusanku.”
***
Waktu pertunangan sudah lewat 30 menit dari waktu yang dijadwalkan, tapi Hana masih belum menampakkan muncul atau sekadar menghubungi Sean, memberitahunya jika ia terlambat.
“Vin, bisa kamu cek di mana Hana sekarang? Ponsel nya nggak aktif.”
Sean menghampiri Davin yang sedang sibuk dengan para gadis.
“Oke!” Davin mengangguk.
Sean saat ini sedang menunggu kabar baik dari adiknya itu. Ia benar-benar gelisah karena tidak biasa Hana mematikan ponselnya. Apalagi mengingat malam ini adalah malam pertunangan mereka.
Hampir satu jam berlalu, acara pertunangan Sean dan Hana jadi bahan pergunjingan. Bahkan beberapa tamu penting sudah meninggalkan acara pertunangan.
Seluruh keluarga sudah mulai merasa malu. Jelas-jelas waktu pertunangan Sean sudah lewat dari jadwal yang ditetapkan, tapi Hana sama sekali tidak muncul hingga akhir acara.
“Kamu ke mana, Sayang? Semoga tidak terjadi sesuatu padamu,” gumam Sean dengan memandangi wajah cantik yang tertera di layar ponselnya.
Seluruh keluarga Anggara sedang berkumpul di salah satuu ruangan mewah. Claretta sudah mati-matian berusaha untuk tidak mengeluarkan kata-kata pedasnya. Ia tidak ingin membuat Sean semakin tertekan. Meskipun tidak dapat dipungkiri, jika ia marah besar.
Tidak ada yang berani berkomentar atau pun berpendapat, karena kejadian ini benar-benar menyinggung perasaan semua keluarga besar. Saat suasana sedang dalam keadaan tegang dan tidak ada suara, Davin masuk dengan tergopoh-gopoh, bahkan ia membuka pintu dengan kasar hingga semua orang menatapnya tajam.
“Di mana sopan santunmu, Dav?” teriak wanita cantik yang berusia 59 tahun, Claretta.
“Sorry, Mam.”
Davin berjalan dengan lebih tenang dan duduk tepat di samping wanita tersebut.
Bingung harus menjelaskan semuanya dari mana, Davin hanya bisa menyodorkan secarik kertas yang terlipat rapi dengan gambar tanda cinta di depannya.
“Apa ini?” tanya Claretta.
Semua orang menatap pada Davin, pun Sean yang saat ini berdiri tidak jauh dari posisinya.
Wajah Sean berubahan emosi saat melihat Davin kembali hanya dengan membawa surat. Ada rasa cemas yang menyelimuti perasaannya dan membawa dia melangkah mendekati Davin dan sang ibunda.
Tanpa bisa dicegah, Sean mengambil kertas yang ada di tangan sang ibunda dan membuka dengan tergesa-gesa.
Tersenyum. Itulah hal pertama yang terlihat di wajah Sean saat membuka lipatan surat. Namun, saat bola matanya bergerak dan mulai membaca baris berikutnya, wajah tenang yang selalu terlihat berubah seketika. Sean meremas kertas itu dan meleparkannya ke sembarang tempat. Detik berikutnya, Sean berjalan keluar dan pergi meninggalkan ruangan.
“Apa yang terjadi, Dav? Dan ....” Claretta melihat kertas yang sudah dibuang Sean. “Apa isi dari kertas itu?”
Semua yang ada di sana tentu saja bertanya-tanya mengenai hal itu.
“Itu ... Emmm ... maafkan aku, Mam tapi aku sulit untuk menjelaskan semuanya.” Davin tidak tahu dari mana harus menceritakan apa yang dilakukan Hana.
“Bicaralah yang jelas Dav,” seru Anggara
Seorang pelayan langsung mengambil kertas tersebut dan memberikannya pada Claretta. Ia harus lebih cepat bergerak, jika tidak semua orang yang ada dalam ruangan akan terkena masalah.
“Ini, Nyonya, kertasnya.”
Claretta membuka surat yang sudah menjadi gulungan bola kertas dan membaca isinya.
I love u Sean
Aku mencintai mu lebih dari apa yang pernah aku katakan padamu. Jujur saja, kisah ini tak akan pernah aku lupakan sampai maut memisahkan. Tapi, aku tidak bisa diam, membohongi mu dan seluruh keluarga Anggara.
Pertunangan kita tidak mungkin terjadi. Aku sudah mengandung anak dari pria lain, dan aku tidak ingin menipumu. Bunda mu benar mengenai penilaiannya terhadap ku, dan sekarang aku meninggalkan mu untuk ayah dari janin yang sedang ku kandung.
Tolong mengertilah, Sean. Masih banyak wanita yang lebih baik dan lebih pantas bersanding dengan mu. Tolong maafkan aku.
Salam cinta ku untukmu, Sean.
‘Hana.’
“Dasar tidak tahu diri! Berani-beraninya dia melakukan ini pada putra ku.” Suara kemarahan Claretta menggema, Ia geram dan matanya terlihat hampir meninggalkan tempatnya.
“Davin! Kejar Sean, jangan biarkan dia melakukan hal konyol karena jalang sialan itu.”
Davin mengangguk dan dengan cepat ia memenuhi perintah ibunya. Melajukam mobil dengan kecepatan tinggi menuju kediaman Hana, wanita yang sudah berani meninggalkan kakaknya di malam pertunangan mereka.
***
“Wihana Aurelya!” teriak Sean saat ia berdiri di ambang pintu rumah Hana. Wajah pria itu benar-benar merah padam dan dengan amarahnya yangs udah dapat untuk ia bendung.
Sean melangkahkan kaki dan masuk. Rumah itu benar-benar sepi, semua penghuninya telah pergi meninggalkan rumah tersebut. Bahkan pendingin ruangan sudah mati dan membuat tempat itu terasa sangat panas.
“Wanita murahan! Di mana kau bersembunyi Hana?”
Sean yang tidak tahu harus berbuat apa, saat ini hanya berteriak histeris dan menghancurkan beberapa barang, hingga Ia lelah dan tergelak dilantai dingin dengan beberapa luka ditangannya.
“Apa kurangnya aku, Hana? Kenapa kamu tega melakukan ini....?” gumam Sean.
Semua barang-barang di ruangan itu hancur. Sean merusak perabotan kramik dan kaca yang ada.
Saat hatinya mulai tak merasakan apapun, terdengar derap langkah perlahan. Langkahya sangat berhati-hati, namun napasnya terdengar memburu. Sean memalingkan wajahnya dan melihat siapa yang saat ini memasuki kediaman Hana. Seorang wanita dengan pakaian seksi kini berjongkok dan bersembunyi pada sudut gelap
Sean tiba-tiba saja menyeringai, mata dan hatinya yang dibutakan karena amarah memiliki niat lain. Sampai akhirnya Sean bangkit dan menatap sosok mungil itu. Gadis itu terlihat sederhana, tapi pakaian yang ia gunakan terlalu minim di malam seperti ini.
“Jadi, dia sengaja mengirimmu padaku untuk menggantikannya malam ini?” Sean menyeringai. “Aku akan memberikan pelajaran karena kalian sudah berani main-main denganku!”
Tanpa berpikir panjang, Sean meraih tangan perempuan itu dengan kasar hingga ia tersentak, terkejut setengah mati. Matanya yang indah membulat sempurna saat netranya bertemu tatapan Sean yang begitu tajam.“Siapa kamu? Lepas, lepaskan aku ...” teriaknya.“Tolong...!! Tuan lepaskan aku, anda mungkin salah orang,” gadis itu berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cengkraman Sean pada pergelangan tangannya.Namun semakin ia memohon, Sean semakin murka. Bahkan dengan tega Sean mencengkram pergelangan tangan gadis itu lebih kuat lagi, dapat dipastikan jika pergelangan tangan gadis itu akan membiru.Air mata perlahan jatuh membasahi pipinya. Satu hal yang Ia tanyakan pada Tuhan.‘Kenapa takdirku sepert ini?’‘Aku sudah kehilangan kedua orang tuaku. Pamanku sendiri berusaha untuk menjualku dan sekarang ada pria asing yang menyeretku seperti hewan peliharaan.’“Tuan lepas
Suara barithon Sean membuat langkah Yasmin terhenti, bahkan gadis itu kini sudah gemetar ketakutan. Tubuhnya menegang sempurna saat mendengar ketukan pantopel itu kian mendekat.“Sa-saya... Saya ingin ke toilet, Tuan.”“Jangan berusaha untuk membodohiku, Yasmin! Jika kamu berani kabur, akan aku pastikan jika seumur hidupmu, kau tidak akan pernah mendapatkan ketenangan.”Yasmin ketakutan, ia hanya bisa mengangguk tanpa berani mengangkat kepalanya. Aura Sean benar-benar seperti predator yang siap menghabisinya kapan saja.“Pergi! Tapi ingat kata-kata ku dengan baik.”Yasmin memasuki kamar mandi dengan cepat. Cukup lama ia di dalam sana, menangis dan meratapi nasib diri yang begitu tidak beruntung.‘Ayo Yas! Kamu pasti bisa. Mungkin ini cara Tuhan untuk menolongmu keluar dari pekerjaan kotor yang paman mu berikan.’ Yasmin berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri dan yakin jika Tuhan memiliki cara
“Silahkan masuk nona,” petugas hotel itu membuka pintu, tanpa menyerahkan card yang ada di tangannya.“Terima kasih.”Yasmin berjalan masuk, duduk di tepi ranjang mewah yang begitu empuk. Matanya berbinar saat ia melihat televisi besar dan benda-benda mewah. Yasmin naik ke peraduan, ia melopmpat beberapa kali dan tertawa.Kampungan, kata itu sangat cocok disematkan pada Yasmin. Dia hidup dalam keluarga biasa, bahkan bisa makan 3 kali dalam sehari saja sudah untung. Maka sangat wajar, jika Yasmin mengagumi kamar tersebut.“Kamar ini luas banget, bahkan luasnya seperti ruang keluarga di rumah paman,” gumamnya dengan mata yang terus menjelajah ke setiap sudut kamar tersebut.Yasmin menghentikan aksi kampungannya saat melihat sebuah koper. Ia terkejut, kamar ini sengaja di pesan untuknnya dan sudah ada koper di dalamnya. Sedangkan Yasmin sama sekali tidak membawa barang apa pun.‘Apa mungkin mereka yang
Setelah kepergian Yasmin, seluruh keluarga masih berkumpul untuk membahas apa yang terjadi pada Sean dan gadis yang baru saja dibawa oleh putra sulung mereka.“Ma, apa kamu yakin dengan keputusanmu? Maksudku ...” Anggara menatap istinya. “Kita sama sekali tidak tahu asal usul keluarganya, apalagi saat melihat penampilan gadis itu.” tanya Anggara.“Untuk pertama kalinya Mama merasa yakin! Tapi meskipun begitu Mama akan mencari tahu asal-usul gadis itu. Mama juga tidak ingin mendapatkan masalah dikemudian hari hanya karena keputusan yang Mama ambil malam ini.”Dalam mimpi sekali pun, Claretta sama sekali tidak menyangka jika wnaita itu, Wihana Aurelya akan tega meninggalkan putranya yang nyaris sempurna. Tapi Claretta benar-benar bersyukur, jika Hana sampai meninggalkan Sean setelah mereka menikah, entah apa yang akan terjadi pada putranya.Bukan hanya Claretta, bahkan keluarga tidak percaya jika Hana akan bertindak bodoh
Yasmin mulai menggeliat, ia sudah lebih baik dalam selimut tebal. Tangan kekar yang ia jadikan bantal serta dada bidang yang menjadi tempat membenamkan wajanya benar-benar membuat Yasmin bisa tidur dengan nyenyak, seakan ada sang papa yang sedang memeluknya dengan erat.“Papa, Yasmin kangen dipeluk kayak gini,” gumamnya pelan dengan membenamkan wajahnya semakin dalam.Ia menghirup wangi yang begitu khas itu, menikmatinya hingga ia merasa tidak mau membuka mata. Takut jika semua itu akan berakhir, karena sejak lama ia merindukan momen seperti ini.Sean seketika membuka matanya lebar saat ia merasakan sebuah kepala bergerak di dadanya. Jantungnya berdegup kencang, ia mengumpat kasar dalam hati saat melihat posisinya dan Yasmin saat ini.‘Shit! Bagaimana bisa aku tidur di sini dan memeluknya? Sial!’ Sean membatin.Dengan perlahan, Sean menarik tangannya dari perut rata itu dan juga tangan yang digunakan Yasmin untuk me
Claretta ke kembali ke kamar hotel dan bersiap. Beberapa keluarga sudah pulang lebih dulu, sekarang hanya menyisakan dirinya, Anggara dan Davin.Mereka berkumpul di lobi, hanya dua orang yang belum terlihat di sana, Yasmin dan Sean.“Oh ya, dimana Sean? Bukannya dia juga harus ikut pulang bersama kita?” Anggara melirik istrinya sebelum mereka benar-benar meninggalkan hotel.“Hampir saja lupa. Ya udah, kalau begitu Mama mau nyusulin dulu Sean dan Yasmin. Kalau Papa sama Davin duluan, silahkn.”“Anak itu kalau nggak dilangsung ditodong mana mau ikut pulang,” gerutu Claretta setelah meninggalkan suaminya.Hanya butuh waktu beberapa menit, sampai akhirnya Claretta berdiri di depan pintu kamar hotel di mana Sean tidur. Kening Claretta berkerut, ia heran kenapa pintunya tidak tertutup dengan rapat, membuat pikiran Claretta kemana-mana.“Jangan-jangan ada yang berniat tidak baik,” gumamnya pelan.
Yasmin masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tetesan air dari tubuh dan pakainnya mulai menggenang, membasahi tempat di mana gadis itu berpijak. Sekuat apa pun Yasmin, dia tetaplah wanita yang lemah dan menangis menjadi salah satu jalan untuk mengobati rasa kecewanya pada takdir. “Oke, Yasmin! Enggak ada gunanya kamu menangis. Hapus air matamu dan tunjukkan jika kamu kuat.” Gadis itu menenggakkan punggungnya dan menarik napas dalam. Rasanya sedikit lebih baik setelah ia menangis. Merasa lebih baik, sekarang Yasmin kembali di repotkan dengan dirinya sendiri. Dengan segala kebodohannya. Bagaimana ia bisa keluar dan ikut bersama keluarga Sean dengan keadaan seperti ini. Lebih tepatnya Yasmin sama sekali tidak memiliki pakaian untuk bisa ia gunakan. Tidak mungkin ia harus memakai gaun pertunangannya bersama Sean, sedangkan gaun itu sendiri masih sangat basah karena ulah pria itu. “Ya Tuhan … Ambil saja nyawaku, ambil!” teriak Yasmin frustasi dengan meletakkan
Hari pernikahan Yasmin dan Sean akhirnya tiba. Dua hari harusnya itu menjadi waktu yang cukup untuk Yasmin mempersiapkan diri. Namun kenyataannya Yasmin tidak pernah siap. Pertemuan, pertunangan, dan pernikahan dadakan, semua itu tidak pernah terbayangkan oleh Yamsin, gadis yatim piatu yang tertipu oleh pamannya sendiri.Karena pernikahan ini digelar dengan tergesa-gesa, maka Claretta memutuskan membuat acara sederhana di taman rumahnya yang begitu luas. Semua keluarga hadir, mereka sudah tidak sabar untuk mejadi saksi kebahagiaan Sean. Meskipun mereka tahu benar apa yang terjadi. Tapi Yasmin, dari pihak gadis itu hanya akan ada sang paman dan tidak ada lagi siapa pun.Kemarin, Yasmin sudah menemukan alasan yang tepat untuk membatalkan pernikahannya dengan Sean. Namun gagal, karena ternyata Claretta sudah menghubungi pamannya tanpa sepengetahuan Yasmin.Yasmin tidak tahu apa yang terjadi, bagaimana cara Claretta menemukan pamannya tanpa bertanya padanya. Namun y
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan