Claretta ke kembali ke kamar hotel dan bersiap. Beberapa keluarga sudah pulang lebih dulu, sekarang hanya menyisakan dirinya, Anggara dan Davin.
Mereka berkumpul di lobi, hanya dua orang yang belum terlihat di sana, Yasmin dan Sean.
“Oh ya, dimana Sean? Bukannya dia juga harus ikut pulang bersama kita?” Anggara melirik istrinya sebelum mereka benar-benar meninggalkan hotel.
“Hampir saja lupa. Ya udah, kalau begitu Mama mau nyusulin dulu Sean dan Yasmin. Kalau Papa sama Davin duluan, silahkn.”
“Anak itu kalau nggak dilangsung ditodong mana mau ikut pulang,” gerutu Claretta setelah meninggalkan suaminya.
Hanya butuh waktu beberapa menit, sampai akhirnya Claretta berdiri di depan pintu kamar hotel di mana Sean tidur. Kening Claretta berkerut, ia heran kenapa pintunya tidak tertutup dengan rapat, membuat pikiran Claretta kemana-mana.
“Jangan-jangan ada yang berniat tidak baik,” gumamnya pelan.
Tanpa berpikir lagi, Claretta merangsek masuk, membuka pintu kamar hotel dengan lebar.
“Sean! Kamu nggak apa-apa nak ...?”
Yasmin yang berada di atas tubuh Sean terkejut bukan main. Malu luar biasa, itu sudah pasti. Dengan cepat Yasmin turun dan menunduk dalam, tangannya menggegam erat kemeja Sean yang masih melekat pada tubuhnya.
Claretta hanya bisa geleng kepala, ingin berkomentar, tapi rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan itu.
“Cepat bersiap! Kita harus kembali ke rumah untuk mengurus semua kebutuhan dan acara perikahan kalian.”
“Dan Yasmin ...” Claretta menelisik penampilan calon menantunya itu. “Kita akan langsung pergi ke butik, segera bersiap dan turunlah bersama.”
Claretta pergi meninggalkan Yasmin dan Sean. Ia sama sekali tidak tahu harus bicara apa. Pun Yasmin dan Sean yang sama-sama terkejut dengan kemunculan Claretta yang tiba-tiba.
‘Jadi benar yang Davin katakan, jika semalam Yasmin masuk ke kamar Sean,’ Claretta membatin.
**
Setelah kepergian Claretta, Yasmin sedikit menjaga jarak. Hatinya masih merasa belum puas menghajar Sean, pria yang baru saja ia kenal beberapa jam lalu.
Kepalanya yang memang terasa sedikit nyeri, sekarang semakin berdenyut karena memikirkan apa yang dilakukan Sean padanya semalam. Dengan susah payah ia melepaskan diri dan menjaga kesucian dari bandot tua yang membelinya, tapi sekarang justru Sean melihat semua bagian tubuhnya.
Yasmin menjauhi sofa, ia duduk di lantai dan menangis sesegukan. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang bodoh, Yasmin merasa sudah kehilangan kesuciannya karena ulah Sean. Ia merasa kotor dan tidak berarti lagi.
“Air mata buaya! Jangan harap aku akan tertipu dengan wajah mu yang memelas itu. Menjijikan!” cibir Sean.
Pria itu bangkit dan meninggalkan Yasmin yang masih duduk dan menangis. Mendengar kata-kata pedas dari Sean, membuat Yasmin mengangkat wajahnya, lalu menyeka air matanya dengan kasar, sedikit ingus keluar dan sengaja ia bersihkan dengan menggunakan kemeja mahal yang dipakainya.
“Dasar pria nggak punya hati! Sudah unboxing anak orang, dia hina pula se-enak udelnya. Pria angkuh dan sombong seperti dia memang harus diberi pelajaran.”
Yasmin menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan, terus seperti itu sampai ia benar-benar tenang.
Ia bangkit dan berdiri menyusul kemana Sean pergi. Yasmin memang sudah menerima nasib buruk yang ia dapatkan setelah bersedia menikah dengan Sean, tapi ia harus menegaskan satu hal pada pria itu.
Brakkk...
Pintu kamar mandi dibuka secara kasar. Tentu saja Yasmin pelakunya, siapa lagi.
“Apa kau sudah gila?” Sean yang baru saja ingin mandi benar-benar dibuat terkejut dengan masuknya Yasmin.
“Ya, aku gila! Pria mesum sepertimu yang sudah membuatku gila!”
“Keluar!” bentak Sean dengan mata yang hampir melompat dari tempatnya.
Yasmin tak gentar, ia menatap Sean dengan berani. Sejak pertemuan pertama mereka disebuah rumah asing yang entah milik siapa itu, Sean selalu saja menudingnya bekerja sama dengan Hana.
Siapa Hana?
Bahkan Yasmin baru mendengar nama itu, tapi karena nama itu hidupnya menyedihkan seperti ini.
“Oke! Jika kamu tidak mau keluar, itu artinya kau ingin ‘kita’ mandi bersama,” Sean menekankan kata kita dengan sedikit mencondongkan tubuhnya pada Yasmin.
Sontak kedua mata Yasmin terbelalak. Kepalanya menggeleng pelan dan ia siaga.
Tolong di garis bawahi ‘mandi bersama’ itu artinya adalah Yasmin dan Sean akan mandi berdua diwaktu yang sama dan tempat yang sama pula. Lalu Yasmin akan semakin ternoda jika harus melihat semua milik pria mesum itu.
“Dasar mesum!” Yasmin hendak mendorong tubuh Sean agar menjauh, tapi bukannya berhasil menjauh, Yasmin malah saat ini jatuh dalam pelukan Sean, karena pria itu menarik tangannya. Mereka berdua berdiri tepat di bawah shower, maka akan lebih seru jika airnya menyala bukan?
Seketika, Sean memutar keran dan air mulai membasahi mereka berdua. Yasmin gelagapan, ia terkejut saat air itu semakin lama semakin membasahi kepala hingga ujung kakinya.
“Mandi bersama!” Sean menyeringai penuh kemenangan.
Mendengar itu Yasmin berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Sean. Kemaja putih yang basah itu sontak saja mencetak lekuk tubuh dan membuat semuanya nampak lebih jelas.
Tubuh indah itu sekarang terpampang nyata, mengingat Yasmin hanya menggunakan kemeja tanpa dalam apa pun lagi. Dengan cepat Yasmin menyilangkan kedua tangannya di dada dan berbalik memunggungi Sean. Jantungnya berdegup kencang, tidak ada bedanya saat ia melakukan marathon.
“Ternyata Hana memang rendah, bahkan dia membuatmu rela serendah ini di hadapan pria asing sepertiku!” cibir Sean tengan suara gemericik air.
Hana, Hana, dan Hana.
Nama itu ternyata membuat Yasmin berbalik dan menatap tajam Sean yang saat ini sedang mandi dengan begitu santai. Sepertinya Sean masih memiliki otak yang sehat, karena ia mandi tanpa melepas boxer yang dikenakannya.
Geram, akhirnya Yasmin mematikan shower hal itu tentu saja membuat Sean menoleh dan menatapnya tajam.
“Kau berani mengusikku sampai sejauh ini, Yasmin?” Sean menekankan nama Yasmin, seakan ia sedang menunjukkan kemarahannya.
“Aku ingin menegaskan satu hal! Aku tidak tahu apa alasanmu membawaku dan menghinaku terus menerus. Tapi aku bukan perempuan seperti yang ada dalam otak mu yang dangkal itu.”
“Lagi pula aku tidak tahu siapa Hana dan apa urusan nama itu denganmu! Bahkan aku masuk ke rumah itu ...” Yasmin terdiam saat Sean meletakkan jari telunjuk pada bibir ranum milik Yasmin, layaknya drrama Korea.
“Kau masuk ke rumah itu untuk jadi pengganti. Benar bukan?”
Kali ini Yasmin semakin bingung. Ia sudah menjelaskan semuanya, tapi kenapa Sean membuat hal mudah jadi serumit ini, membuat Yasmin tidak tahu lagi harus beruat apa.
“Jangan pernah berpikir aku bodoh, Yasmin! Kau dan Hana sama-sama wanita menyedihkan, melakukan sandiwara dengan begitu menjijikan.”
Yasmin berusaha untuk tetap tenang, bagaimanapun juga masalah ini harus selesai. Ia tidak ingin tersiksa, meskipun mendengar hinaan yang terus dari Sean tak jarang melukai perasaannya. Tanpa sadar, kedua tangan Yasmin lepas dari dadanya dan semakin jelaslah semuanya.
“Lihatlah dirimu, bahkan aku bisa melihat semuanya dengan jelas.”
“Aku tidak tahu sudah berapa banyak pria yang melihat atau bahkan menyentuhmu! Berapa Hana membayarmu untuk bisa menggodaku? Aku akan membayar sepuluh kali lipat dari yang ia berikan padamu.”
Seketika itu, hatinya hancur lebur. Betapa Yasmin merasa dirinya benar-benar terhina, bahkan sebelum kejadian sang paman ingin menjualnya, Yasmin sama sekali tidak pernah memakai pakaian yang terbuka sedikit pun, meskipun ia tidak menggunakan hijab.
Napasnya mulai tersengal, dadanya naik turun saat amarah sudah semakin naik ke ubun-ubun.
Plak...
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Sean. Yasmin menangis tanpa suara. Jika bisa, ia ingin meminta pada Tuhan agar segera mencabut nyawanya, atau membuat ia bisa melupakan segalanya.
“Aku memang miskin dan yatim piatu,” katanya dengan suara yang berat karena menahan tangis.
“Tapi aku tidak serendah itu,” katanya lirih.
Yasmin mulai menangis, menatap Sean yang saat ini sedang memegangi pipinya. Tidak ada lagi yang tersisa dari dirinya, bahkan semuanya sudah hancur.
Tidak ada lagi yang bisa membuat Yasmin bertahan dalam hidupnya. Maka ia akan menyerahkan semuanya pada Tuhan, bagaimanapun takdirnya kelak, maka ia akan berusaha untuk menerima segalanya.
“Aku tidak akan memintamu untuk percaya,” Yasmin berusaha untuk tetap tegar. “Satu hal yang harus kamu ketahui, aku sama sekali tidak tahu siapa Hana. Apa urusanmu dengannya, sampai-sampai kamu bersikap seakan aku ini seorang penjahat dan jalang yang haus akan uang.”
Setelah itu Yasmin keluar dengan pakaian basah kuyup. Kepalanya masih terasa berat, tapi ia harus bertahan. Ia tidak boleh kalah dengan keadaan.
“Aku kuat, aku bisa!”
Yasmin masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tetesan air dari tubuh dan pakainnya mulai menggenang, membasahi tempat di mana gadis itu berpijak. Sekuat apa pun Yasmin, dia tetaplah wanita yang lemah dan menangis menjadi salah satu jalan untuk mengobati rasa kecewanya pada takdir. “Oke, Yasmin! Enggak ada gunanya kamu menangis. Hapus air matamu dan tunjukkan jika kamu kuat.” Gadis itu menenggakkan punggungnya dan menarik napas dalam. Rasanya sedikit lebih baik setelah ia menangis. Merasa lebih baik, sekarang Yasmin kembali di repotkan dengan dirinya sendiri. Dengan segala kebodohannya. Bagaimana ia bisa keluar dan ikut bersama keluarga Sean dengan keadaan seperti ini. Lebih tepatnya Yasmin sama sekali tidak memiliki pakaian untuk bisa ia gunakan. Tidak mungkin ia harus memakai gaun pertunangannya bersama Sean, sedangkan gaun itu sendiri masih sangat basah karena ulah pria itu. “Ya Tuhan … Ambil saja nyawaku, ambil!” teriak Yasmin frustasi dengan meletakkan
Hari pernikahan Yasmin dan Sean akhirnya tiba. Dua hari harusnya itu menjadi waktu yang cukup untuk Yasmin mempersiapkan diri. Namun kenyataannya Yasmin tidak pernah siap. Pertemuan, pertunangan, dan pernikahan dadakan, semua itu tidak pernah terbayangkan oleh Yamsin, gadis yatim piatu yang tertipu oleh pamannya sendiri.Karena pernikahan ini digelar dengan tergesa-gesa, maka Claretta memutuskan membuat acara sederhana di taman rumahnya yang begitu luas. Semua keluarga hadir, mereka sudah tidak sabar untuk mejadi saksi kebahagiaan Sean. Meskipun mereka tahu benar apa yang terjadi. Tapi Yasmin, dari pihak gadis itu hanya akan ada sang paman dan tidak ada lagi siapa pun.Kemarin, Yasmin sudah menemukan alasan yang tepat untuk membatalkan pernikahannya dengan Sean. Namun gagal, karena ternyata Claretta sudah menghubungi pamannya tanpa sepengetahuan Yasmin.Yasmin tidak tahu apa yang terjadi, bagaimana cara Claretta menemukan pamannya tanpa bertanya padanya. Namun y
Setelah melakukan sedikit pemberontakan, akhrinya Sean melepaskan pagutan bibirnya pada Yasmin. Tanpa peduli sedikit pun, Sean meninggalkan istrinya dan keluar menuju balkon, pria itu butuh udara segar untuk bisa kembali berpikir dengan akal sehatnya. “Wanita kelas bawah!” cibir Sean. Gemuruh dalam dadanya tak kunjung reda, membuat Sean mengeluarkan nikotin yang sudah sangat lama tak pernah ia sentuh. Sekarang hanya itu yang bisa ia gunakan sebagai pelampiasan atas kekesalannya. Selama Sean dan Yasmin ada di rumah Anggara, maka tidak ada yang bisa Sean lakukan pada Yasmin. Claretta akan sangat marah besar jika melihat wanita yang berstatus sebagai menantunya itu menangis. “Aku akan segera pergi dan membawa wanita itu ke apartemen. Ya, itu akan lebih menyenangkan.” Sementara Sean berpikir, mencari alasan yang tepat tanpa celah untuk dibantah saat keluar dari kediaman Anggara—Sang Papi. Yasmin, gadis itu justru duduk di samping ranjang, rambut d
Yasmin dan Claretta turun bersama, Sean sempat terkejut saat melihat gadis yang berstatus istrinya dengan dress dari butik ternama. Make tipis serta rambut hitam legam yang sengaja di urai membuat gadis itu benar-benar terlihat berbeda.“Ayo sayang, mulai hari ini tempat kamu adalah di sini.” Claretta menarik kursi tepat di samping Sean dan meminta menantunya untuk duduk di sana. “Kamu adalah menantu pertama dan tempat ini akan selamanya menjadi milikmu.”Sean hanya diam dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Maminya katakana. Pria itu duduk dalam diam, selera makannya hilang seketika saat Yasmin duduk di sampingnya. Ingin melayangkan sebuah protes, namun Anggara sudah memberi peringatan keras untuk menjaga sikap demi kesehatan Claretta.“Aku sudah selesai,” katanya dengan mendorong kursi ke belakang dan berdiri.“Tunggu! Mulai hari malam ini, jika semua orang belum selesai makan, maka tidak boleh ada yang
“Ini sudah satu minggu, ingat! Mulai besok kita akan tinggal di apartemen,” Sean mengingatkan Yasmin.“Iya …” sahutnya singkat.Satu minggu berlalu dengan begitu cepat, bahkan Yasmin merasa ini terlalu cepat. Di rumah mertuanya, Yasmin bisa bertahan karena selalu mendapat dukungan dari Claretta dan Anggara. Tapi nanti, saat mereka sudah tinggal di apartemen tidak ada jaminan untuk Yasmin mampu bertahan.Selama stau minggu ini Yasmin dan Claretta sudah bisa membuat Sean mencak-mencak, kesal dengan sikap Yamsin yang sama sekali tidak terpengaruh atas perlakuan dan perkataan kasar yang Sean lontarkan tanpa alasan. Bhakan Yasmin terkesan tidak terganggu sedikitpun atas semua yang terjadi.“Yasmin!” Suara Sean tiba-tiba meninggi tanpa alasan.Yasmin menghela napas dalam, bohong jika ia tidak takut dengan suaminya yang seperti macan itu. “Ada apa, Mas?”“Mana kemaja dan jasku?” tan
Sepanjang perjalanan, Yasmin dan Claretta banyak bicara. Mereka cocok satu sama lain, meskipun status mereka awalnya dari kalangan yang berbeda, namun itu sama sekali tidak membuat Yasmin terlihat aneh di mata Claretta. “Kita sudah sampai, ayo …” Claretta keluar lebih dulu, disusul Yasmin dengan dress sederhana miliknya. Saat keluar, Yasmin bergeming di tempatnya, memandangi bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya. Sampai sekarang, baru kali ini ia menginjakkan kakinya di pusat perbelanjaan yang begitu besar. Saat bersama pamannya, masuk ke minimarket kecil membuat Yasmin senang bukan main. “Yasmin, kenapa malah diem sih? Ayo, sekarang kita belanja, habis itu kita ke makan siang, terus ke salon” jelas Claretta. “I-iya, Mi …” Yasmin berdiri di samping ibu mertuanya, mata gadis itu tak henti-hentinya memandangi seisi pusat perbelanjaan. Nama butik, toko sepatu sampai pakaian dalam seksi tak luput dari pandangannya. ‘Gimana jad
Sean hanya bisa mengumpat dalam hati, ia benar-benar menyesal karena tidak meminta Putra yang menjemput Sang Mami. Bukan ingin menjadi anak durhaka, namun sikap Claretta benar-benar menguji kesabaran Sean sepanjang jalan.“Sean, tadi Yamsin bicara sama Mami kalau kalian akan pindah ke apartemen.”“Hmm … Ini sudah satu minggu, dan Mami jangan pura-pura lupa dengan perjanjian kita.” Sean kembali focus pada jalanan, ia ingin cepat sampai di rumah dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.“Mami ingat, tapi Mami harap kalian bisa segera kasih Mami dan Papi cucu yang lucu dan menggemaskan. Ingat Sean, kita membutuhkan pewaris!”Sean hanya mendengus kasar mendengar ocehan Claretta, dalam mimpi sekali pun Sean tidak pernah berpikir untuk memberikan nafkah batin pada Yasmin, apalagi sampai harus memiliki anak. Itu tidak akan pernah Sean lakukan.Ia menikahi Yasmin hanya untuk bisa meluapkan amara
Mobil berhenti, sekilas Sean menatap Yasmin yang duduk dengan gelisah di sampingnya. Ketakutan terbesar gadis itu adalah saat mereka hanya tinggal bersama dan terjadi malam ini. “Sampai kapan kamu akan diam?” Sean mendelik tajam. “Cepat turun!” “Eh … I-iya, Mas.” Sebelum mendengar Sean kembali berteriak, Yasmin segera keluar dan berdiri di samping mobil suaminya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, karena sekarang Sean sedang sibuk mengeluarkan koper dan semua barang mereka dari dalam mobil. Sean dengan segala kekesalannya hanya bisa menyesali apa yang sudah ia lakukan. Andai saja waktu itu ia tidak menikah, sekarang ia masih bebas tanpa memikirkan ada seseorang yang selalu membuatnya terluka. “Mas …” Sean melirik sekilas dan melanjutkan langkahnya dengan menyeret sebuah koper berukuran sedang tanpa peduli pada Yasmin yang kebingungan. Ada dua koper besar dan satu tas kecil. Jika hanya satu tas dan koper, itu bukan masalah. Namun ini dua, bagaim
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan