Yasmin dan Claretta turun bersama, Sean sempat terkejut saat melihat gadis yang berstatus istrinya dengan dress dari butik ternama. Make tipis serta rambut hitam legam yang sengaja di urai membuat gadis itu benar-benar terlihat berbeda.
“Ayo sayang, mulai hari ini tempat kamu adalah di sini.” Claretta menarik kursi tepat di samping Sean dan meminta menantunya untuk duduk di sana. “Kamu adalah menantu pertama dan tempat ini akan selamanya menjadi milikmu.”
Sean hanya diam dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Maminya katakana. Pria itu duduk dalam diam, selera makannya hilang seketika saat Yasmin duduk di sampingnya. Ingin melayangkan sebuah protes, namun Anggara sudah memberi peringatan keras untuk menjaga sikap demi kesehatan Claretta.
“Aku sudah selesai,” katanya dengan mendorong kursi ke belakang dan berdiri.
“Tunggu! Mulai hari malam ini, jika semua orang belum selesai makan, maka tidak boleh ada yang
“Ini sudah satu minggu, ingat! Mulai besok kita akan tinggal di apartemen,” Sean mengingatkan Yasmin.“Iya …” sahutnya singkat.Satu minggu berlalu dengan begitu cepat, bahkan Yasmin merasa ini terlalu cepat. Di rumah mertuanya, Yasmin bisa bertahan karena selalu mendapat dukungan dari Claretta dan Anggara. Tapi nanti, saat mereka sudah tinggal di apartemen tidak ada jaminan untuk Yasmin mampu bertahan.Selama stau minggu ini Yasmin dan Claretta sudah bisa membuat Sean mencak-mencak, kesal dengan sikap Yamsin yang sama sekali tidak terpengaruh atas perlakuan dan perkataan kasar yang Sean lontarkan tanpa alasan. Bhakan Yasmin terkesan tidak terganggu sedikitpun atas semua yang terjadi.“Yasmin!” Suara Sean tiba-tiba meninggi tanpa alasan.Yasmin menghela napas dalam, bohong jika ia tidak takut dengan suaminya yang seperti macan itu. “Ada apa, Mas?”“Mana kemaja dan jasku?” tan
Sepanjang perjalanan, Yasmin dan Claretta banyak bicara. Mereka cocok satu sama lain, meskipun status mereka awalnya dari kalangan yang berbeda, namun itu sama sekali tidak membuat Yasmin terlihat aneh di mata Claretta. “Kita sudah sampai, ayo …” Claretta keluar lebih dulu, disusul Yasmin dengan dress sederhana miliknya. Saat keluar, Yasmin bergeming di tempatnya, memandangi bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya. Sampai sekarang, baru kali ini ia menginjakkan kakinya di pusat perbelanjaan yang begitu besar. Saat bersama pamannya, masuk ke minimarket kecil membuat Yasmin senang bukan main. “Yasmin, kenapa malah diem sih? Ayo, sekarang kita belanja, habis itu kita ke makan siang, terus ke salon” jelas Claretta. “I-iya, Mi …” Yasmin berdiri di samping ibu mertuanya, mata gadis itu tak henti-hentinya memandangi seisi pusat perbelanjaan. Nama butik, toko sepatu sampai pakaian dalam seksi tak luput dari pandangannya. ‘Gimana jad
Sean hanya bisa mengumpat dalam hati, ia benar-benar menyesal karena tidak meminta Putra yang menjemput Sang Mami. Bukan ingin menjadi anak durhaka, namun sikap Claretta benar-benar menguji kesabaran Sean sepanjang jalan.“Sean, tadi Yamsin bicara sama Mami kalau kalian akan pindah ke apartemen.”“Hmm … Ini sudah satu minggu, dan Mami jangan pura-pura lupa dengan perjanjian kita.” Sean kembali focus pada jalanan, ia ingin cepat sampai di rumah dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.“Mami ingat, tapi Mami harap kalian bisa segera kasih Mami dan Papi cucu yang lucu dan menggemaskan. Ingat Sean, kita membutuhkan pewaris!”Sean hanya mendengus kasar mendengar ocehan Claretta, dalam mimpi sekali pun Sean tidak pernah berpikir untuk memberikan nafkah batin pada Yasmin, apalagi sampai harus memiliki anak. Itu tidak akan pernah Sean lakukan.Ia menikahi Yasmin hanya untuk bisa meluapkan amara
Mobil berhenti, sekilas Sean menatap Yasmin yang duduk dengan gelisah di sampingnya. Ketakutan terbesar gadis itu adalah saat mereka hanya tinggal bersama dan terjadi malam ini. “Sampai kapan kamu akan diam?” Sean mendelik tajam. “Cepat turun!” “Eh … I-iya, Mas.” Sebelum mendengar Sean kembali berteriak, Yasmin segera keluar dan berdiri di samping mobil suaminya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, karena sekarang Sean sedang sibuk mengeluarkan koper dan semua barang mereka dari dalam mobil. Sean dengan segala kekesalannya hanya bisa menyesali apa yang sudah ia lakukan. Andai saja waktu itu ia tidak menikah, sekarang ia masih bebas tanpa memikirkan ada seseorang yang selalu membuatnya terluka. “Mas …” Sean melirik sekilas dan melanjutkan langkahnya dengan menyeret sebuah koper berukuran sedang tanpa peduli pada Yasmin yang kebingungan. Ada dua koper besar dan satu tas kecil. Jika hanya satu tas dan koper, itu bukan masalah. Namun ini dua, bagaim
Pukul tiga dini hari Yasmain sudah membuka mata. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak, apalagi setelah Sean membuatnya takut. Rasa takut yang membuat Yasmin bertingkah seperti orang bodoh.“Hah … Kenapa harus kayak gitu sih, padahal dia pasti cuman gertak sambel,” gumamnya Yasmin dalam kegelapan. Karena apartemen Sean hanya memiliki satu kamar, maka Yasmin memutuskan untuk tidur di atas sofa.Lebih tepatnya adalah terpaksa tidur di sofa, karena Sean sama sekali tidak mau berbagi tempat di ranjangnya. Lagi, Sean megancam akan melakukan hal gila, jika Yasmin bersikeras tidur bersamanya di atas ranjang. Tentu saja Yasmin lebih cari aman.Dalam kegelapan, pikirannya Yasmin tiba-tiba saja teringat pada kain merah itu. Setelah berhasil melepaskan diri dari Sean, dia masuk ke kamar mandi dan keluar dengan basah kuyup, melupakan kemana kian merah memalukan itu.“Di mana benda itu?” Yasmin duduk dengan cepat dan melihat sekeliling. Tid
Setelah mengalami mimpi nikmat yang memuakan itu, Sean sama seklai tidak bisa focus bekerja. Semua kenikmatan yang ia rasakan sangat menganggu, membuat sesuatu di bawah sana sedikit berdenyut. “Mimpi sialan!” umpatnya keras. Sean benar-benar kesal, ia ingin merasakan lagi kenikmatan itu, namun sayangnya ia tidak ingin menjilat ludahnya sendiri. Sekarang Sean kacau, bahkan ia bingung bicara apa saat Yasmin bertanya keadaannya tadi pagi. “Pak, kamu enggak apa-apa?” tanya Yasmin saat menyajikan sarapan untuk Sean. “Jangan bicara! Suaramu jelek, telingaku sakit mendengar suaramu.” Begitulah Sean menjawab pertanyaan Yasmin. Bayangan adegan erotis saat Yasmin lakukan saat meliuk di atasnya membuat Sean sedikit tidak waras. Bagaimana tidak, semua meeting hari ini dibatalkan dan Sean sama sekali tidak datang untuk makan siang bersama klien pentingnya. Hanya Putra, yang sengaja Sean kirim sebagai tumbal. Setelah tersiksa dengan semua bayangan p
Putra hanya tertawa saat Sean mengatainya gila. Tapi jika Putra gila, maka Sean lebih gila dan sedikit bodoh. Itu kenyataan yang sebenarnya.“Janga munafik, Lo! Body Yasmin oke juga kan? Ngaku aja deh.”“Oke dari sebelah mananya? Atas rata, belakang tepos, tapi bagian itunya …” Sean langsung mengatupkan bibirnya rapat. Hampir saja ia mengatakan ciri-ciri tubuh Yasmin pada sahabatnya.‘Tidak, tidak! Putra tidak boleh tahu kalau bagian itu bersih dan menggoda,’ Sean membatin.“Bener dugaan gue, Lo pasti udah liat dalamnya kan? Ngaku!”“Jangan sok tahu.” Sean langsung membuang tatapannya.Sean mulai bosan membahas masalah yang sama. Bukan bosan, lebih tepatnya dia takut akan semakin menginginkannya. Sejujurnya, sejak pertama kali melihat tubuh Yasmin malam itu, sesuatu dalam dirinya berontak, namun Sean masih bisa menahan diri dengan baik.“Sudah, jangan bahas lagi
“Di sini, aku adalah korban!” Perkataan Yasmin masih saja terngiang di telinga Sean. Bahkan setelah berhari-hari, semua itu masih sangat jelas dalam ingatannya.Sejak siang itu, Yasmin sama sekali tidak menunjukkan senyumnya. Dia berubah acuh, bicaranya sedikit dan selalu menghindar saat bertatap muka dengan Sean. Hati Sean merasa dicubit setiap kali Yasmin mengabaikannya, meskipun ia tetap suka memerintah dan membentak istrinya, namun rasanya tetap berbeda. Ada yang kurang.“Yasmin! Kemari, cepat!” Yasmin mendekat, berdiri selayaknya majikan dan pelayan. “Duduk!”“Tidak! Aku berdiri saja, Pak.”Sean menggeram frustasi, kecanggungan ini membuatnya tersiksa. Bahkan panggilan ‘Pak’ yang di sematkan Yasmin beberapa hari ini sangat mengusiknya. Dia tidak nyaman dan tanpa sadar Sean menginginkan hal lain.“Mulai hari ini jangan panggil aku seperti itu, Yasmin!” Sean menatap istrinya
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan