“Silahkan masuk nona,” petugas hotel itu membuka pintu, tanpa menyerahkan card yang ada di tangannya.
“Terima kasih.”
Yasmin berjalan masuk, duduk di tepi ranjang mewah yang begitu empuk. Matanya berbinar saat ia melihat televisi besar dan benda-benda mewah. Yasmin naik ke peraduan, ia melopmpat beberapa kali dan tertawa.
Kampungan, kata itu sangat cocok disematkan pada Yasmin. Dia hidup dalam keluarga biasa, bahkan bisa makan 3 kali dalam sehari saja sudah untung. Maka sangat wajar, jika Yasmin mengagumi kamar tersebut.
“Kamar ini luas banget, bahkan luasnya seperti ruang keluarga di rumah paman,” gumamnya dengan mata yang terus menjelajah ke setiap sudut kamar tersebut.
Yasmin menghentikan aksi kampungannya saat melihat sebuah koper. Ia terkejut, kamar ini sengaja di pesan untuknnya dan sudah ada koper di dalamnya. Sedangkan Yasmin sama sekali tidak membawa barang apa pun.
‘Apa mungkin mereka yang menyiapkan ini?’ batin Yasmin.
Salahkah jika Yasmin merasa bahagia?
Yasmin turun dari ranjang dan mendekati koper misterius itu, menyeret dan membaringkan benda tersebut. Sedikit penasaran. Yasmin tidak pernah berpikir, apa yang akan terjadi padanya karena sikap lancangnya ini.
Senyum yang awalnya terukir, langsung hilang seketika. Di dalam koper itu sama sekali tidak ada pakaian wanita, semua adalah barang-barang pria. Celana dalam, celana, t-shirt dan beberap jas yang begitu halus saat tak sengaja tersentuh oleh tangan Yasmin.
“Siapa yang mengijinkan mu untuk menyentuh barang-barangku?”
Terkejut, Yasmin menjatuhkan jas itu ke lantai. Yasmin lantas menjauh, saat Sean mendekat dan mengambi alih benda miliknya.
“Ma-maaf, Tuan. Sa-saya tidak bermaksud untuk—“
“Diam! Tutup mulutmu!” sentak Sean.
Yasmin mengantupkan bibirnya rapat. Ia memilih untuk diam di pojok ruangan, takut jika Sean akan berbuat kasar padanya.
“Tu-tuan kenapa ada di sini? Bukankan Nyonya yang memesan kamar ini untuk saya?” Ia memberanikan diri untuk bicara, Sean ada di sini dan yang terjadi adalah salah.
“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Bodoh atau mungkin kau sengaja terlihat seperti orang bodoh agar aku iba padamu?” cibir Sean.
“Aku Sean Reviano Anggara Putra! Presdir yang terkenal, pemilik hotel ini. Apa yang aku inginkan, maka itu yang akan terjadi!” katanya dengan angkuh.
Kening Yasmin berkerut dalam. Ia sama sekali tidak tahu siapa Sean, bahkan melihatnya pun ia belum pernah. Jadi di mana letak terkenalnya sosok yang ada di hadapan Yasmin sekarang?
Melihat reaksi Yasmin, Sean hanya bisa menggelengkan kepala dan berjalan menuju kamar mandi. Ia lelah dan sudah waktunya bagi pria itu tidur dan melupakan apa yang sedang terjadi padanya. Air memang tidak akan bisa membuat amarah Sean hilang, tapi air itu setidaknya bisa membuat kepala Sean lebih dingin.
Tidak salah bukan jika pria itu berharap demikian?
Cukup lama Sean berada dalam kamar mandi, bahkan Yasmin sudah menghitung jarinya sebanyak dua kali, tapi pria itu tak kunjung keluar. Yasmin duduk dan memeluk dirinya sendiri, ia lelah dan tanpa sengaja tertidur.
Sean keluar dari kamar mandi hanya menggunakkan handuk yang melilit pinggangnya. Ia berdecak kesal saat melihat Yasmin sudah tertidur sebelum Ia membuatnya menangis.
“Dengan kebusukanmu, kau masih bisa tertidur?” gumam Sean penuh kebencian.
Sean tersenyum, lebih tepanya ia menyeringai dengan menatap Yasmin yang sudah terlelap. Pria itu meninggalkan Yasmin dan mengambil pakaiannya. Tapi setelah Sean selesai berpakaian, pria itu masuk kembali ke kamar mandi dan keluar dengan membawa sebuah gayung berisikan air.
Tanpa memiliki rasa kasihan sedikit pun, Sean mulai menumpahkan air tersebut secara perlahan tepat diatas kepala Yasmin, membuat gadis itu berlonjak kaget, berdiri dan langsung memeluk Sean yang berdiri tepat di sampingnya.
Sean tidak siap, ia ikut terkejut dan refleks menahan tubuh Yasmin dalam pelukannya, membuat mereka berdua jatuh bersamaan di atas lantai basah itu.
Tatapan mereka bertemu, ada dalam posisi sedekat ini dengan pria membuat Yasmin salah tingkah. Jantungnya berdegup kencang dan ia gugup.
‘Jantungku, seperti aku punya penyakit jantung,’ batin Yasmin.
“Apa kau sengaja ingin memeluk ku?” bentak Sean. “Jangan pernah sekalipun berpikir untuk menggoda ku, karena itu tidak akan berhasil. Paham!” Sean mendorong bahu Yasmin kuat, hingga gadis itu jatuh ke samping dengan tangan yang membentur lantai.
Dugh...
“Aww ....” Yasmin mengusap sikutnya yang membentur lantai cukup keras.
Sean hanya tertawa puas.
Tapi Sean tetaplah Sean, apa pun yang terjadi ia akan tetap marah pada sosok Yasmin. Ia pergi untuk kembali mengganti pakaiannya tanpa peduli dengan keadaan Yasmin yang juga basah kuyup.
“Dasar orang kaya nggak punya hati!” rutuk Yasmin dalam keadaan yang sama, duduk di lantai yang basah dengan gaun beratnya itu. Ia berusaha untuk tetap menjadi Yasmin yang kuat.
Yasmin bangkit, meskipun sulit tapi ia tetap berusaha. Air seketika menetes dari gaun tersebut membasahi keseluruhannya. Yasmin hanya bisa menatap dirinya nanar.
“Nggak mungkin aku tidur pakai gaun basah kayak gini,” gumamnya pelan. “Tapi kalau aku lepas gaun ini, aku mau pakai apa? Daleman saja nggak punya, apalagi baju.”
Yasmin ingin kembali menangis, namun ia mengurungkan niatnya karena menangis sama sekali tidak berguna. Jika air mata bisa mengumpulkan semua barang yang ia butuhkan, maka ia akan menangis sejadi-jadinya.
Ceklek...
Pintu kamar mandi terbuka, Sean keluar dengan t-shirt dan celana panjang dengan logo khusus. Ia hanya melirik Yasmin sekilas dan langsung naik ke atas ranjang, berbaring dengan begitu nyamannya.
Diam-diam, Sean mengubah suhu ruangan menjadi lebih sejuk, membuat Yasmin semakin kedinginan. Tapi gadis itu masih tidak berani bicara atau meminta bantuan pada Sean.
Yasmin yang belum memakan apa pun, mulai mengigil. Ia kelaparan dan juga kedinginan. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, Yasmin berjalan gontai menuju kamar mandi, mungkin di dalam sana ia bisa menemukan handuk atau apa pun untuk mengeringkan tubuhnya.
“Gadis bodoh! Ini belum seberapa, Yasmin. Aku akan membuatmu semakin menderita karena sudah berani bersekongkol dengan Hana.”
**
Dalam kamar mandi, Yasmin kembali dibuat pusing. Gaun yang ia pakai sangat sulit untuk dilepas, sedangkan tidak ada yang bisa membantunya saat ini. Kecuali Sean.
‘Tuhan, kenapa penderitaanku ini tak kunjung selesai?’ batin Yasmin.
Sampai akhirnya, Yasmin keluar dari dalam kamar mandi masih dengan gaun basahnya, tidak berani mengusik Sean yang sudah tertidur. Yasmin duduk di atas karpet berbulu, memeluk dirinya sendiri, berharap ada keajaiban dan pakaiannya bisa kering seketika.
Rasa dingin semakin menusuk hingga ke tulang. Tubuh Yasmin menggigil kedinginan, tapi Sean sama sekali tidak peduli. Pria itu jutsru sudah terlelap, bergelung dengan selimut tebalnya seperti kepompong.
“Mama, Yasmin kengen sama mama ....” lirihnya sebelum akhirya mata indah itu tertutup rapat.
Beberapa jam setelah itu, Sean terbangun karena ponselnya bergetar. Pria itu hanya berdecak kesal saat melihat Davin mengirimkan sebuah foto cantik Yasmin yang sedang tersenyum lepas, menjabat tangan para tamu.
‘Aku akui kamu memang cantik, Yasmin! Tapi aku tahu seperti apa wajahmu yang sebenarnya. Busuk!!’
Sean meletakkan kembali ponselnya, ia mematikannya agar tidak ada orang yang akan mengganggunya. Matanya mulai bergerak mencari Yasmin, keningnya berkerut dalam saat sosok itu tak kunjung Ia temukan.
Sean akhirnya bergerak dan ia menemukan Yasmin tergeletak di aas karpet, disamping tempat ranjang.
“Ck! Bisa-bisanya dia malah tertidur dengan pakaian basah seperti itu,” Sean berdecak kesal .
“Menyusahkan!” gumamnya pelan.
Sean menyibakkan selimut tebalnya, menurunkan satu kakinya dan berusaha untuk membangunkan Yasmin dengan menggoyangkan kakinya.
Tapi sayangnya Yasmin bukan tertidur, gadis itu tidak sadarkan diri karena tidak bisa lagi menahan dingin yang merayapi setiap inci tubuhnya.
“Dia tidur atau mati?” kening Sean sedikit berkerut.
Dengan sangat terpaksa, Sean turun dari tempat tidur. Ia berniat untuk membangun Yasmin dan meminta gadis itu untuk tidur di sofa. Sean masih memiliki sisi kemanusiaan, meskipun semua itu hampir saja lenyap dari dirinya.
“Yasmin, bangun! Jangan membuatku kesal.”
“Yasmin!!” sentak Sean, tapi tubuh ramping itu sama sekali tidak memberikan respon.
Dengan ogah-ogahan, Sean menyentuh kening Yasmin. Pria itu terkejut saat merasakan kening Yasmin yang begitu panas. Tubuhnya menggigil dan ia mulai meracau tidak jelas.
“Dia demam!”
Setelah kepergian Yasmin, seluruh keluarga masih berkumpul untuk membahas apa yang terjadi pada Sean dan gadis yang baru saja dibawa oleh putra sulung mereka.“Ma, apa kamu yakin dengan keputusanmu? Maksudku ...” Anggara menatap istinya. “Kita sama sekali tidak tahu asal usul keluarganya, apalagi saat melihat penampilan gadis itu.” tanya Anggara.“Untuk pertama kalinya Mama merasa yakin! Tapi meskipun begitu Mama akan mencari tahu asal-usul gadis itu. Mama juga tidak ingin mendapatkan masalah dikemudian hari hanya karena keputusan yang Mama ambil malam ini.”Dalam mimpi sekali pun, Claretta sama sekali tidak menyangka jika wnaita itu, Wihana Aurelya akan tega meninggalkan putranya yang nyaris sempurna. Tapi Claretta benar-benar bersyukur, jika Hana sampai meninggalkan Sean setelah mereka menikah, entah apa yang akan terjadi pada putranya.Bukan hanya Claretta, bahkan keluarga tidak percaya jika Hana akan bertindak bodoh
Yasmin mulai menggeliat, ia sudah lebih baik dalam selimut tebal. Tangan kekar yang ia jadikan bantal serta dada bidang yang menjadi tempat membenamkan wajanya benar-benar membuat Yasmin bisa tidur dengan nyenyak, seakan ada sang papa yang sedang memeluknya dengan erat.“Papa, Yasmin kangen dipeluk kayak gini,” gumamnya pelan dengan membenamkan wajahnya semakin dalam.Ia menghirup wangi yang begitu khas itu, menikmatinya hingga ia merasa tidak mau membuka mata. Takut jika semua itu akan berakhir, karena sejak lama ia merindukan momen seperti ini.Sean seketika membuka matanya lebar saat ia merasakan sebuah kepala bergerak di dadanya. Jantungnya berdegup kencang, ia mengumpat kasar dalam hati saat melihat posisinya dan Yasmin saat ini.‘Shit! Bagaimana bisa aku tidur di sini dan memeluknya? Sial!’ Sean membatin.Dengan perlahan, Sean menarik tangannya dari perut rata itu dan juga tangan yang digunakan Yasmin untuk me
Claretta ke kembali ke kamar hotel dan bersiap. Beberapa keluarga sudah pulang lebih dulu, sekarang hanya menyisakan dirinya, Anggara dan Davin.Mereka berkumpul di lobi, hanya dua orang yang belum terlihat di sana, Yasmin dan Sean.“Oh ya, dimana Sean? Bukannya dia juga harus ikut pulang bersama kita?” Anggara melirik istrinya sebelum mereka benar-benar meninggalkan hotel.“Hampir saja lupa. Ya udah, kalau begitu Mama mau nyusulin dulu Sean dan Yasmin. Kalau Papa sama Davin duluan, silahkn.”“Anak itu kalau nggak dilangsung ditodong mana mau ikut pulang,” gerutu Claretta setelah meninggalkan suaminya.Hanya butuh waktu beberapa menit, sampai akhirnya Claretta berdiri di depan pintu kamar hotel di mana Sean tidur. Kening Claretta berkerut, ia heran kenapa pintunya tidak tertutup dengan rapat, membuat pikiran Claretta kemana-mana.“Jangan-jangan ada yang berniat tidak baik,” gumamnya pelan.
Yasmin masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tetesan air dari tubuh dan pakainnya mulai menggenang, membasahi tempat di mana gadis itu berpijak. Sekuat apa pun Yasmin, dia tetaplah wanita yang lemah dan menangis menjadi salah satu jalan untuk mengobati rasa kecewanya pada takdir. “Oke, Yasmin! Enggak ada gunanya kamu menangis. Hapus air matamu dan tunjukkan jika kamu kuat.” Gadis itu menenggakkan punggungnya dan menarik napas dalam. Rasanya sedikit lebih baik setelah ia menangis. Merasa lebih baik, sekarang Yasmin kembali di repotkan dengan dirinya sendiri. Dengan segala kebodohannya. Bagaimana ia bisa keluar dan ikut bersama keluarga Sean dengan keadaan seperti ini. Lebih tepatnya Yasmin sama sekali tidak memiliki pakaian untuk bisa ia gunakan. Tidak mungkin ia harus memakai gaun pertunangannya bersama Sean, sedangkan gaun itu sendiri masih sangat basah karena ulah pria itu. “Ya Tuhan … Ambil saja nyawaku, ambil!” teriak Yasmin frustasi dengan meletakkan
Hari pernikahan Yasmin dan Sean akhirnya tiba. Dua hari harusnya itu menjadi waktu yang cukup untuk Yasmin mempersiapkan diri. Namun kenyataannya Yasmin tidak pernah siap. Pertemuan, pertunangan, dan pernikahan dadakan, semua itu tidak pernah terbayangkan oleh Yamsin, gadis yatim piatu yang tertipu oleh pamannya sendiri.Karena pernikahan ini digelar dengan tergesa-gesa, maka Claretta memutuskan membuat acara sederhana di taman rumahnya yang begitu luas. Semua keluarga hadir, mereka sudah tidak sabar untuk mejadi saksi kebahagiaan Sean. Meskipun mereka tahu benar apa yang terjadi. Tapi Yasmin, dari pihak gadis itu hanya akan ada sang paman dan tidak ada lagi siapa pun.Kemarin, Yasmin sudah menemukan alasan yang tepat untuk membatalkan pernikahannya dengan Sean. Namun gagal, karena ternyata Claretta sudah menghubungi pamannya tanpa sepengetahuan Yasmin.Yasmin tidak tahu apa yang terjadi, bagaimana cara Claretta menemukan pamannya tanpa bertanya padanya. Namun y
Setelah melakukan sedikit pemberontakan, akhrinya Sean melepaskan pagutan bibirnya pada Yasmin. Tanpa peduli sedikit pun, Sean meninggalkan istrinya dan keluar menuju balkon, pria itu butuh udara segar untuk bisa kembali berpikir dengan akal sehatnya. “Wanita kelas bawah!” cibir Sean. Gemuruh dalam dadanya tak kunjung reda, membuat Sean mengeluarkan nikotin yang sudah sangat lama tak pernah ia sentuh. Sekarang hanya itu yang bisa ia gunakan sebagai pelampiasan atas kekesalannya. Selama Sean dan Yasmin ada di rumah Anggara, maka tidak ada yang bisa Sean lakukan pada Yasmin. Claretta akan sangat marah besar jika melihat wanita yang berstatus sebagai menantunya itu menangis. “Aku akan segera pergi dan membawa wanita itu ke apartemen. Ya, itu akan lebih menyenangkan.” Sementara Sean berpikir, mencari alasan yang tepat tanpa celah untuk dibantah saat keluar dari kediaman Anggara—Sang Papi. Yasmin, gadis itu justru duduk di samping ranjang, rambut d
Yasmin dan Claretta turun bersama, Sean sempat terkejut saat melihat gadis yang berstatus istrinya dengan dress dari butik ternama. Make tipis serta rambut hitam legam yang sengaja di urai membuat gadis itu benar-benar terlihat berbeda.“Ayo sayang, mulai hari ini tempat kamu adalah di sini.” Claretta menarik kursi tepat di samping Sean dan meminta menantunya untuk duduk di sana. “Kamu adalah menantu pertama dan tempat ini akan selamanya menjadi milikmu.”Sean hanya diam dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Maminya katakana. Pria itu duduk dalam diam, selera makannya hilang seketika saat Yasmin duduk di sampingnya. Ingin melayangkan sebuah protes, namun Anggara sudah memberi peringatan keras untuk menjaga sikap demi kesehatan Claretta.“Aku sudah selesai,” katanya dengan mendorong kursi ke belakang dan berdiri.“Tunggu! Mulai hari malam ini, jika semua orang belum selesai makan, maka tidak boleh ada yang
“Ini sudah satu minggu, ingat! Mulai besok kita akan tinggal di apartemen,” Sean mengingatkan Yasmin.“Iya …” sahutnya singkat.Satu minggu berlalu dengan begitu cepat, bahkan Yasmin merasa ini terlalu cepat. Di rumah mertuanya, Yasmin bisa bertahan karena selalu mendapat dukungan dari Claretta dan Anggara. Tapi nanti, saat mereka sudah tinggal di apartemen tidak ada jaminan untuk Yasmin mampu bertahan.Selama stau minggu ini Yasmin dan Claretta sudah bisa membuat Sean mencak-mencak, kesal dengan sikap Yamsin yang sama sekali tidak terpengaruh atas perlakuan dan perkataan kasar yang Sean lontarkan tanpa alasan. Bhakan Yasmin terkesan tidak terganggu sedikitpun atas semua yang terjadi.“Yasmin!” Suara Sean tiba-tiba meninggi tanpa alasan.Yasmin menghela napas dalam, bohong jika ia tidak takut dengan suaminya yang seperti macan itu. “Ada apa, Mas?”“Mana kemaja dan jasku?” tan
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan