Bab 26"Tidak perlu, Zahwa. Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini." Dia merasa beruntung karena tampaknya Hafiz tidak melihatnya. Pandangannya terhalang oleh sebuah mobil truk yang parkir di sebelah mobilnya."Ayo!" Azizah menarik tangan Zahwa menuju motor mereka, setelah memastikan Hafiz dan Yasmin sudah masuk ke dalam rumah makan.Zahwa mengangguk. Dia membiarkan tangannya diseret oleh temannya menuju motor. Sekejap kemudian mereka sudah meninggalkan tempat itu menuju rumah kontrakan Zahwa.Azizah tertegun di depan pintu. Tempat ini hanya sebuah rumah petak dengan ruangan yang sangat kecil berukuran seluas 3 x 6 meter. "Serius kamu tinggal disini?" tanya Azizah seakan tak percaya."Ayo kita masuk." Zahwa mengambil kunci rumah dari tas. Tangannya bergerak memutar kunci dan akhirnya pintu pun terbuka.Ruangan ini benar-benar kecil. Tak ada apapun didalamnya hanya sebuah kasur berukuran kecil, hanya cukup untuk di tiduri satu orang.Di salah satu sudut ruangan, ada oven sede
Bab 27"Adek!" sergah Hafiz. Laki-laki itu buru-buru menyimpan ponsel ke dalam saku bajunya.Sosok tubuh cantik kini menatap dirinya dengan sorot mata membunuh!"Jadi ini kerjaan Abang selama Adek tinggal mandi tadi? Berkirim pesan dengan istri pertama, bercanda yang tidak penting, sementara hari ini adalah hari giliran Adek!" Nada suara itu mengingatkan Hafiz pada masa-masa sebelumnya, saat ia baru saja menikahi Yasmin.Nada penuh cemburu!"Dek, bukan begitu," sanggahnya."Abang hanya menanyakan kabar Azizah, tidak lebih. Bukankah di dalam sebuah riwayat, Rasulullah juga mengunjungi istri-istrinya setiap hari? Akan tetapi, beliau akan bermalam di tempat istri sesuai dengan hari gilirannya masing-masing.""Jangan bawa-bawa Rasulullah, Bang, kalau Abang belum bisa membuktikan keadilan Abang sebagai seorang suami!" ketus Yasmin. "Jangan pernah menjadikan Rasulullah sebagai alasan untuk membenarkan tindakan Abang. Ini tidak adil, Bang! Adek benci Abang!"Perempuan itu mencengkram kain h
Bab 28Tak terasa mobilnya memasuki halaman rumah orang tuanya. Laki-laki itu mengernyitkan dahi tatkala melihat sang abah duduk bersila di teras rumah. "Ada apa Abah malam-malam begini duduk sendirian rumahnya?" Dia bertanya dalam hati."Assalamu alaikum, Abah," sapanya. Laki-laki itu menjejakkan kaki di teras rumah."Wa alaikum salam." Laki-laki itu melambaikan tangan, memberi isyarat Hafiz untuk mendekat. Hafiz maju beberapa langkah, lalu duduk dengan posisi bersila. Begitu dekat, sampai kedua lututnya menyentuh lutut sang abah. "Ada apa, Bah? Kok kelihatannya serius?""Hafiz, Yasmin baru saja menelepon Abah. Katanya, kamu belum pulang.""Tidak mungkinlah Hafiz pulang ke rumah. Hafiz, kan lagi bersama Abah di sini," jawab Hafiz beralasan."Memangnya ada apa, Bah? Kenapa Yasmin menelepon Abah?" sambungnya."Dia menelpon ke ponselmu, tetapi tidak kamu angkat. Kamu kenapa, Nak? Ada masalah?" selidik Abah. Mata lelaki tua itu cukup awas kalau hanya sekedar menangkap kegusaran dari r
Bab 29Azizah mengangkat wajahnya untuk sesaat. Dia sangat mengenali mobil itu. Mobil yang selalu terparkir di halaman rumahnya yang mungil. Sepasang laki-laki dan perempuan turun dari mobil, meski dari pintu yang berlainan."Bang Hafiz dan Naura!" gumamnya.Dia merasakan dadanya berdegup lebih kencang ketika sepasang suami-istri itu berjalan menghampirinya."Assalamualaikum," sapa Hafiz."Wa alaikum salam." Azizah segera menaruh sapu di sudut ruangan sembari berusaha menetralkan gemuruh perasaannya."Silahkan masuk, Bang. Mohon maaf, acaranya sudah selesai beberapa saat yang lalu," ucapnya. Dia mengarahkan keduanya untuk duduk di kursi yang sudah kembali terpasang di ruangan itu.Hafiz menatap ke sekeliling ruangan. Ada beberapa meja dan kursi termasuk yang didudukinya sekarang mengisi ruangan ini. Ada rak-rak yang berisi kue-kue yang sudah dikemas cantik.Interior ruangan ini bertema khas Kalimantan Selatan. Lukisan dinding berlatar pegunungan, pondok kayu dan sepasang pengantin Ban
Bab 30Sebuah tepukan lembut di bahu Zahwa membuyarkan lamunan wanita itu."Azizah...." Zahwa spontan menoleh. Sesosok tubuh di dekatnya itu lantas duduk di pinggir pembaringan."Ada apa, Zahwa?" Azizah lagi-lagi menepuk pundak sahabatnya, tersenyum begitu teduh. "Masih teringat dengan suamimu?"Zahwa menggeleng cepat. "Tidak sama sekali, Zah. Buat apa aku mengingat seseorang yang sudah membuangku ke jalanan? Bagiku dia sudah mati!" tegasnya. "Aku memikirkanmu, Zah. Aku berpikir, bagaimana kalau kamu minta cerai saja dari Bang Hafiz?" ucap perempuan itu memberanikan diri.Namun Azizah tak terlihat terkejut, malah tertawa kecil. Padahal pertanyaan itu begitu menohok. Seharusnya membuatnya merasa shock."Pertanyaan kamu sama saja dengan bibi Sarah, Zahwa, tapi ya aku belum berpikir sejauh itu," jawabnya jujur. Dia menatap lurus sahabatnya."Aku tidak mau kamu menangis terus-terusan. Kamu berhak untuk berbahagia, Zah." Masih terbayang-bayang dibenak Zahwa saat ia memergoki Azizah tenga
Bab 31"Cup cup, haus ya, Sayang? Maaf ya, Mama udah ninggalin kamu lama banget." Azizah mendudukkan tubuhnya di pinggir ranjang sembari memangku bayi kecilnya. Tangannya bergerak lincah melepas jilbab dan cadar yang dia kenakan, lalu membuka kancing atas bajunya.Bayi mungil itu mulai menyedot air susu dari payudara sang ibu. Terlihat lahap sekali. Azizah meringis geli saat gusi mungil Ibrahim menggigit puting payudaranya."Haus banget ya, anak mama." Dia mengusap kepala putranya dengan gemas.***Senja mulai beranjak dengan langkah perlahan menuju waktu magrib. Suara adzan mulai berkumandang syahdu, memanggil semua umat manusia untuk segera kembali melakukan ritual penyembahan terhadapNya.Mobil yang dikemudikan oleh Hafiz baru saja masuk ke halaman rumah Naura dan berhenti tepat di depan teras rumah."Alhamdulillah," ucap Hafiz. Dia membuka sealbeth yang mengikat Naura setelah membuka sealbeth yang dikenakannya sendiri, lalu membuka pintu mobil. Naura turun dari pintu samping kiri
Bab 32Sebulan telah berlalu.Azizah Bakery yang dikelola oleh Azizah dan Zahwa sudah menunjukkan perkembangan yang berarti. Orderan kue yang mulai mengalir. Pengunjung yang ingin menikmati kue di tempat juga mulai berdatangan. Untuk menunjang kenyamanan para pelanggan dan membuat mereka betah, Azizah sengaja memasang wi-fi, sehingga pengunjung bisa menikmati makanan dan minuman sambil tetap berselancar di dunia maya, entah itu melakukan pekerjaan atau hanya sekedar bersosial media.Setiap sore, di luar jadwal kunjungan Hafiz ke rumahnya, Azizah mendatangi tempat usahanya itu, bahkan terkadang dengan membawa serta si kecil Ibrahim dengan Bibi Sarah.Hilir mudik orang-orang yang datang silih berganti, melihat wajah-wajah para pengunjung menimbulkan kegembiraan tersendiri di hati Azizah. Apalagi saat melihat laporan pemasukan dan omset penjualan mereka setiap hari.Tepat di minggu ketiga usaha mereka berjalan, Azizah dan Zahwa memutuskan untuk menambah dua karyawan. Satu orang yang ber
Bab 33Hafiz hanya memerlukan sekali gerakan untuk membuat tubuh Azizah masuk ke dalam gendongannya. Lelaki muda itu menggendong Azizah ala bridal yang membuat wanita itu meronta-ronta. "Turunkan Adek, Bang. Adek malu! Seperti pengantin baru saja!" pekik Azizah."Buat apa malu? Kita tidak melakukan apapun." Hafiz mendaratkan ciuman di pipi Azizah. Dia merasa gemas dengan sikap istri tersayangnya ini. Tidak sadarkah Azizah, betapa dia selalu menginginkan kebersamaan seperti ini bisa terjadi setiap hari? Meskipun raganya ada di dekat wanita lain, tetapi hatinya tak pernah bisa berpaling dari cinta pertamanya ini."Turunkan Adek, Bang. Kalau Bibi Sarah lihat, gimana? Malu, Bang! Kita sudah punya anak, kok gini kelakuannya!" Lagi-lagi wanita itu memprotes."Tidak apa-apa, Sayang. Abang kangen sekali buat menggendong kamu." Laki-laki itu terus berjalan masuk ke ruang tamu, kemudian menaruh tubuh Azizah di sofa panjang."Kenapa sekarang Adek berubah? Kalau Abang sedang tidak ada di rumah