Meri berdiri dengan tubuh sedikit gemetar saat berhadapan dengan orang-orang kepercayaan Aldebaran Blackstone."Ini Om Bian, Om Damian, dan Om Tristan." Aldebaran memperkenalkan orang-orang kepercayaan ayahnya kepada Meri. "Mereka akan membimbing dirimu dengan baik karena ke depannya, kau yang akan menggantikan sebagain dari tugas mereka.""Sa-saya?" Meri mendongak, menatap Alde dengan mata membelalak lebar. Ia sungguh tidak menyangka bahwa dirinya akan ditempatkan pada posisi sedemikian penting ketika diminta untuk bekerja pada lelaki itu. Awalnya, dirinya berpikir bahwa dirinya mungkin akan dipekerjakan sebagai office boy atau mungkin mengurus taman. "Ya. Kau." Aldebaran menjawab sambil menepuk pundak Meri dengan keras. "Biasakan berdiri dengan tegak, supaya orang yang melihatmu juga merasa segan. Ia menarik kedua bahu Meri yang terkulai agar lebih tegak. "Penampilan luar sangat menentukan bagaimana orang akan menilaimu.""I-iya." Meri menjawab kikuk. "Oke, sekarang kau akan ikut
Kania mendesah dengan keras. Suasana hatinya benar-benar buruk. Aldebaran tidak lagi peduli padanya seperti biasa. Bahkan, lelaki itu tidak pernah ada lagi saat dirinya bangun tidur atau memandikan dirinya. Semua tugas itu diserahkan kepada Lila. Tangannya memainkan beberapa kapsul di dalam wadah yang diletakkan Lila di atas balas bersama dengan segelas air putih. Setelah meletakkan itu, Lila pamit pergi ke toilet sebentar. Biasanya perempuan itu akan menunggui Kania sampai obat itu habis diminum, tetapi saat itu Kania sedang malas meminum obatnya. Memangnya aku sakit apa sampai harus minum obat sebanyak ini? pikirnya. Ia pun berdiri dengan obat-obat itu berada dalam genggaman tangannya. Kania berdiri di samping jendela. Kepalanya melongok ke luar, lalu melemparkan obat itu ke taman di halaman samping. Dirinya tak peduli pada obat-obat itu. Mari lebih baik daripada diabaikan. Setelah membuang obat-obat itu, Kania berdiri termenung menatap langit tak berbintang malam itu. Seraut wa
Kania memalingkan wajah, menatap ke luar jendela ketika Aldebaran masih sibuk dengan serpihan cangkang kerangnya. Hatinya yang remuk makin remuk akan pengabaian itu. Sekujur tubuhnya terasa kebas, termasuk hatinya. Itu karena ada terlalu banyak emosi yang berkecamuk dalam dadanya, membuatnya bingung. Pikirannya mencoba mencerna semua yang terjadi atau apa yang membuatnya merasa begitu bingung, tetapi yang terjadi justru angin topan seolah menyerang otaknya. Dalam kepalanya ada banyak sekali pasir pantai yang berwarna putih yang berputar membentuk pusaran karena topan itu. Mereka berputar dan terus berputar, membuat kepalanya sakit. Matanya pun tak bisa terus terbuka akibat rasa sakit yang menyerang kepalanya. Kania memejamkan matanya dengan erat sambil memegang kedua sisi kepalanya. Pusing yang menyerang terasa makin menjadi-jadi hingga ia tak kuat lagi menahannya. Ia pun berteriak, menjerit sambil menjambak rambutnya sendiri, berharap itu bisa mengusir angin topan yang terus berpu
Aldebaran hanya bisa tersenyum kecut ketika Kania masih terus tergelak ketika melihat wajahnya. Kali ini bukan hanya Kania yang berani secara terang-terangan menertawakan dirinya, saudara kembarnya pun tertawa melihatnya. "Awas, kau!" Aldebaran mendelik ke arah saudara kembarnya itu. "Hahaha, maaf, tapi kali ini aku setuju dengan istrimu. Kau persis seperti Doraemon sekarang." Aldev menoleh ke arah Lila. "Dia memang mirip Dor—"Aldebaran menendang kaki saudara kembarnya itu dengan keras. "Tutup mulutmu atau aku akan merobeknya dengan pisau.""Wuu, takut." Aldev tergelak makin keras, sementara Lila terlihat syok dan ketakutan mendengar ancaman Aldebaran.Aldebaran mengabaikan ejekan saudara kembarnya itu dengan berpura-pura membetulkan resleting jaket Kania. Pagi itu mereka semua akan kembali ke daratan karena Kania tidak mau ditinggal lagi oleh Alde. Yah, dia tidak secara terang-terangan mengatakan tidak mau ditinggal, tapi setiap Aldebaran berniat pamit, emosi Kania langsung beruba
Sore itu Aldebaran mendapat kabar yang cukup menggembirakan. Ayahnya sudah sepenuhnya sadar dan sudah bisa diajak berkomunikasi. Aldevaro langsung pergi ke rumah sakit begitu mendengar kabar itu, tetapi dirinya tidak karena sore itu dirinya sudah membuat janji dengan dokter yang menangani Kania di Malang .Akhirnya, ia hanya melakukan video call dengan saudaranya dan berkomunikasi dengan ayahnya. Itu cukup mengharukan karena meski kondisinya terlihat begitu buruk, ayahnya tetap memuji semua upayanya untuk mengurus Kania saat ia meminta maaf karena tidak bisa hadir di rumah sakit.Ayahnya belum tahu mengenai gonjang-ganjing yang terjadi di perusahaan. Ia pun sudah mewanti-wanti orang untuk tidak memberitahukan itu kepada ayahnya. Ia hanya ingin ayahnya bisa kembali pulih tanpa perlu direpotkan oleh sesuatu yang bisa membebani pikirannya. Helly Stone mendarat di helipad yang ada di kawasan perumahan miliknya yang ada di Malang. Itu fasilitas di pihak pengembang. Sore itu Alde tidak me
Aldebaran memasukkan lagi ponselnya ke dalam saku. Ia baru saja mendapat kabar bahwa orang-orang kepercayaannya kehilangan jejak Raden Mangkubumi. Padahal, mereka sudah menempatkan beberapa mata-mata di pelabuhan untuk mengawasi pergerakan bajingan tua itu. Aldebaran ingin menangkap basah upaya penyelundupan gadis-gadis lugu tak berdosa yang akan ia kirim ke luar negeri untuk dijadikan pekerja seks di sana. Tentu saja semua gadis itu telah dicicipi oleh Raden sebelum akhirnya dia memutuskan sudah bosan dan membuang para gadis itu. Bedebah! batin Alde marah setiap kali mengingat kejadian yang sudah menimpa Kania. Jadi atau tidaknya Kania menikah dengan Sulthan, dia tidak akan selamat dari kejahatan keluarga Mangkubumi.Alde membuka laptopnya, melihat beberapa gambar dan video yang sudah dikirimkan oleh Meri terkait pengamatan mereka terhadap Raden. Ternyata, Raden tidak bekerja sendiri. Ada bantuan dari pejabat berwenang hingga semua aksinya itu selalu berjalan mulus tanpa ada yang me
Pagi itu Alde bangun dengan semangat menggebu. Meski tidurnya hanya dua jam lama itu, tetapi ia merasa cukup bersemangat karena apa yang ia harapkan sudah terlaksana dengan baik. Pagi ini, para pengusaha kayu ulin dari Kalimantan akan menyiapkan pesanannya. Kapal barang akan segera berangkat begitu semua dokumen perizinan siap. Ia meminta kepada para pengusaha itu agar mengirimkan barangnya bergantian dengan jadwal yang tidak bisa dipastikan atau random. Hal itu sengaja ia lakukan dengan harapan Raden Mangkubumi tidak bisa menebak kegiatannya di pelabuhan. Ia pun akan memanfaatkan hal itu untuk menjebak balik Raden. Siang nanti, Helly Stone akan datang. Ia akan mengantar Kania ke pulau, lalu terbang ke perusahaan untuk rapat secara tatap muka dengan semua yang terlibat. Ia cukup merasa tenang karena ayahnya bersedia untuk membantu Kania. Sementara itu, sambil menunggu kedatangan Helly Stone, Alde mencari hewan peliharaan untuk Kania melalui toko binatang online. Mungkin, hewan itu
Ada satu kelegaan di hati Kania ketika mengetahui bahwa ayahnya telah dimakamkan di samping makam mamanya. Mungkin, terlihat biasa saja, tetapi itu sangat berarti baginya. Tak ada sesuatu paling membahagiakan bagi seorang anak selain minat kedua orang tuanya bisa bersama dalam sebuah kebahagiaan. Meski orang tuanya telah tiada, tetapi melihat makam mereka berdampingan rasanya membuat Kania puas. Karena dulu, saat ayahnya memutuskan untuk menikah lagi, hatinya sempat merasa hancur. Ia marah dan tidak bisa menerima pernikahan itu hingga akhirnya ia paham bahwa ada kebutuhan dari ayahnya yang tak bisa ia berikan. Satu hal yang masih menjadi kekuatannya saat itu adalah fakta bahwa ayahnya masih sering menyaksikan foto mamanya sambil menitikkan air mata. Itu berarti masih ada cinta tersisa untuk mamanya. Akhirnya, ia pun mulai berdamai dengan keadaan itu meski berat. Dan sekarang, luka hati akibat pernikahan ayahnya dengan ibu tirinya dulu—ia menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap ci