Pernikahan Sania dan Firman memang dilakukan sehari semalam saja. Namun, sangat meriah sekali.
"Wah senangnya ramai," kata Sania.Dia melihat sekilas saja tadi sebelum dia di rias untuk akad nikah. Akad nikah dilangsungkan jam 9 pagi. Dan hanya dihadiri oleh sanak saudara.Pukul 9 mereka sudah siap melakukan akad. Akad berjalan dengan sangat lancar. Namun ,yang hadir tak banyak hanya sekitar 20 orang saja.Sikap sombongnya Sania membuat para tetangga enggan datang. Paling mereka datang hanya sebentar lalu pulang lagi.Setelah acara akad nikah, Sania dan Firman duduk di pelaminan. Tak ada satupun keluarga Firman yang datang. Hal itu menjadikan perbincangan semua orang."Mana keluarga mempelai pria, masa satupun tak ada yang datang," kata saudara Sania."Mana ada yang mau datang, mereka kan tidak direstui," kata Yang lain.Pukul 11.00 beberapa tamu datang yang rata-rata teman kantor Firman. Mereka datang saat jamIbnu mendapatkan laporan dari pengasuh Ibra yang bernama Nana. Dia mengatakan kalau Ibra tak mendapatkan kasih sayang dari Sania. Sania terlalu sibuk dengan urusannya dengan Firman. Tentu sebagai ayah, Ibnu merasakan penyesalan menyerahkan Ibra pada Sania."Terus pantau dia," kata Ibnu.Ibnu merupakan orang kepercayaan dari Dirga, namun Ibnu menjalin hubungan terlarang dengan Sintia."Ada apa Ibnu?" tanya Dirga. "Kenapa kamu tampak menyesal?" tanya Dirga.Ibnu tinggal di rumah Dirga, namun tidak serumah lebih tepatnya di paviliun belakang rumah Dirga."Mantan istriku, dia tak mengurus putraku. Dia malah sibuk dengan Firman," jawab Ibnu. "Sebagai seorang ayah, aku tak ingin anakku di didik oleh Sania yang matre itu," kata Ibnu."Bukannya rencana awal kamu ingin kembali pada Sania?" tanya Dirga."Benar, tapi aku tidak bisa kalau dia masih saja matre," jawab Ibnu.Tidak lama kemudian, Sania menelfon Ibnu. Dia bilan
Malam itu, Naomi tidur dengan Alma. Besok adalah hari Minggu, mereka tak punya acara kemana-mana. Sebenarnya Alma merindukan orang tuanya, tapi dia belum berani datang ke rumah orang tuanya.Pagi itu, Alma sedang sarapan bertiga. Arum yang memasak pagi itu. Masakan Arum enak sekali bahkan hampir menyerupai masakan restoran."Rum, kamu pernah jadi koki?" tanya Alma."Gak pernah, Bu," jawab Arum. "Dulu di asrama sering masak," kata Arum."Oh ya kamu kenapa belum menikah? Emang gak punya pacar?" tanya Alma.Arum tersenyum, "Bagaimana mau punya pacar, Bu? Saya jarang keluar sekedar nongkrong. Terbiasa fokus dengan pekerjaan," kata Arum."Sekali-kali lah kita nongkrong di cafe waktu libur, biar kamu gak jenuh kerja terus," kata Alma.Tiba-tiba terdengar pintu di ketuk, Arum segera membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Komar."Alma, ngapain kamu tinggal di sini? Apa kamu gak malu, kamu kan janda malah numpak ting
Sore itu sebelum pulang, Alma mampir belanja dulu. Dia membeli beberapa perlengkapan rumah dan bahan makanan. Tanpa sengaja dia bertemu Sania, Alma berniat menghindar tapi Sania malah menyapanya."Eh ada Alma, sendirian aja," kata Sania. "UPS lupa kan janda ya, mana punya teman buat belanja," kata Sania. "Kaya aku dong ditemenin suami," kata Sania yang menggandeng lengan Firman."Oh ya aku lupa ngucapin selamat buat kalia. Selamat ya, semoga suami kamu setia," kata Alma menjabat tangan Sania. Alma sengaja menekan tangan Sania agar kesakitan.Sania malah membalasnya dengan lebih sakit lagi. Namun, Alma tak mau mengalah."Udah besar aja perutnya, padahal baru beberapa hari nikah. Udah zamannya ya sekarang nikah tapi hamil besar," kata Alma. "Apalagi kalau suaminya hasil merebut milik orang," kata Alma.Beberapa orang yang ada di sana melihat ke arah Sania. Tentu hal itu membuat Firman merasa malu."Eh maksud kamu apaan? Kamu kira a
Sampai di kantor polisi, Alma diintrogasi seputar kejadian yang terjadi di pusat perbelanjaan. Saat Alma menyebutkan pusat belanja tempat dia dan Sania bertengkar. Satria meminta seseorang untuk mengecek CCTV di sana."Pak Satria, ini sudah malam. Pasti tokonya sudah tutup," kata temannya. "Ya udah besok datangi dan minta rekaman CCTV ya," kata Satria.Setelah menjawab pertanyaan dari polisi, Alma terpaksa di tahan. Satria berjanji akan membebaskan Alma. Nina dan Komar menyusul, mereka tampak khawatir."Ngapain kamu di sini?" tanya Komar jutek saat melihat Satria."Pak, bisa gak sih jangan bikin keributan," tegur Nina."Satria, aku mohon bebaskan aku. Kasihan Naomi kalau aku kelamaan di sini," kata Alma."Iya aku akan urus semua besok," kata Satria "Kalau mau bantu kenapa nunggu besok? Katanya orang kaya punya banyak uang, bantu kok setengah-setengah," kata Komar."Pak, kalau mau bikin keributan di lu
"Bapak pantas kalau di diemin, punya mulut gak dijaga," kata Nina.Nina masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di kamar. Sebagai seorang ibu, Nina gak akan rela anaknya disakiti apalagi di doakan mati."Mas Komar kamu jahat sekali," kata Nina.Nina menangis di dalam kamar, Komar yang hendak masuk ke kamar tak bisa karena dikunci. Karena dicuekin Nina, Komar memilih untuk pergi.Nina sedih sekali, dia ingin Alma tinggal bersamanya. Tetapi sikap Komar membuat Alma enggan tinggal bersama mereka.Kesedihan Nina berlarut-larut, dia merasa kalau Komar bukan bapak yang baik. Nina memilih untuk diam walaupun Komar terus mengajaknya berbicara."Sudah sih Bu, jangan marah lagi. Lagian Alma juga gak akan kesini kalau mama seperti itu. Anak itu sudah gak anggap kita sebagai orang tuanya," kata Komar.Nina tetap tak mau menjawab. Dia malah meninggalkan Komar sendiri."Ibu dan anak sama saja," gerutu Komar.**
Alma menghubungi Firman, dia meminta agar Firman datang menemui Naomi di sekolahan. Tapi jawabannya di luar dugaan Alma."Itu bukan urusanku lagi, siapa suruh kamu minta cerai. Itu ya tanggung jawab kamu," kata Firman. "Dia yang kangen, suruh aja dia kesini. Atau kamu antar dia ke sini," sambung Firman."Oh jadi begitu ya," kata Alma memutuskan panggilan dengan Firman."Bagaimana, Ma?" tanya Naomi."Papa gak mau ke sini, kamu disuruh kesana. Katanya kamu yang kangen," jawab Alma."Mama antar Naomi ya nanti pas hari libur," kata Naomi.Alma sebenarnya tak ingin mengantarkan Naomi ke rumah Firman. Tetapi Naomi terus merengek, jadi dia terpaksa mau."Ya sudah nanti mama antar," kata Alma.Malam itu, mereka tidur dengan nyenyak. Esoknya Alma harus bekerja dan nanti pas hari Minggu dia akan mengantar Naomi ke rumah Firman.**"Apa kabar, Pak Satria!" sapa Alma."Baik, Ma," balas Satria. "Ke
Hari itu, Firman baru saja gajian. Sania tentu sudah menunggu kepulangannya. Karena Sania mengharapkan uang gaji Firman."Mas, hari ini kamu gajian kan? Mana uangnya?" tanya Sania."Ini jatah bulanan kamu," jawab Firman menyodorkan amplop.Sania mengambil dan menghitungnya, dia tampak kecewa karena tak sesuai harapan."Loh kok cuma segini, katanya gaji kamu 7 juta, Mas," protes Sania."Jatah Bulanan kamu 3 juta, jatah bulanan Naomi 1,5juta sisa 2,5 juta buat pegangan aku," kata Firman."Mas, aku kan udah bilang, Naomi gak usah di kasih jatah," bantah Sania."Kamu sendiri kan yang bilang sama Ibnu kalau aku masih jatah Naomi, aku hanya menjalankan apa yang jadi kewajiban aku. Apa kamu tak mengerti kalau waktu itu Ibnu nyindir aku," kata Firman. "itu udah jatah kamu, jangan protes," kata Firman."Gak mau, mana uang jatah buat Naomi. Aku mau ambil," Sania mencari dompet Firman dan melihat isinya. Isinya hanya uang
Dokter terpaksa memberikan obat penenang untuk Sania. Dia tak bisa diem kalau tak diberi obat penenang. Namun, saat sadar dia kembali menangis."Mas Firman, anak kita, Mas" ucap Sania sedih."Sabar, Sania. Yakinlah kita akan diberi amanah lagi," kata Firman.Sania merasa terpukul kehilangan bayinya, apalagi anak itu sangat diharapkan. Karena anak itulah, dia bisa menikah dengan Firman."Bu, bayiku udah gak ada," kata Sania saat Kurnia datang. Kurnia menenangkan Sania, dia memberikan nasehatnya sebagai seorang ibu.Sania sudah di perbolehkan pulang, jadi dia bisa melihat makam anaknya. Pengajian hanya dia adakan selama tiga hari saja.Kabar meninggalnya bayi Sania sampai ke telinga Alma. Dia merasa kasihan pada Sania, hanya saja Alma tak mungkin datang ke rumah Firman. Dia takut jika disambut dengan hinaan. Jadi Alma memilih diam saja.Sania sering termenung saat sendirian. Dia merasa belum siap kehilangan bayinya. Sampai