Beberapa hari ini Aruna tidak fokus setiap kali membaca grup keluarga, sang kakak-Narashima pasti sudah memposting undangan di grup tapi dia terlalu sibuk dengan pekerjaan dan … Leonhard.Aruna sedang mengaplikasikan make up di wajahnya, dia tidak memiliki waktu ke salon atau mendatangkan MUA jadi terpaksa berdandan sendiri.Aruna tidak ingin mengambil risiko dengan mencoba make up baru jadi pasrah dengan makeup sehari-hari pergi ke kantor.Setelah dirasa cukup, Aruna bangkit dari kursi kebesarannya lalu menarik sedikit ke atas bagian rok gaun untuk memudahkannya melangkah ke lemari mencari heels yang senada dengan gaun.Setelah menemukan heels yang pas, Aruna menyambar tasnya dan paper bag hadiah untuk mami papi di atas meja kerja.Akhirnya Tezaar membelikan sepasang jam tangan seharga sembilan ratus juta bukan lingery perawat seperti idenya barusan.Langkah Aruna terhenti di depan pintu ruang kerja karena melihat Tasya dan Tezaar masih di sana.“
Di penghujung acara, Leonhard melihat Enzo duduk satu meja dengan papi Arkana beserta beberapa keluarga yang lain.Leonhard jadi khawatir kliennya itu menjodohkan sang putri dengan Enzo.Dia bergerak mendekat mencoba menginterupsi obrolan serius antara papi Arkana dengan Enzo.“Pak Arkana … saya pamit karena hari sudah larut dan sekali lagi saya ucapkan selamat dan semoga pernikahan Pak Arkana dengan bu Zara langgang hingga mau memisahkan.” Leonhard berbasi-basi.“Aamiin … Terimakasih ucapan, doa dan kedatangannya Pak Leon.”Leonhard menatap Enzo sebentar setelah berjabat tangan dengan papi Arkana lalu pergi.Dia mencari Aruna yang sepanjang acara tidak kembali ke mejanya.Leonhard celingukan menyisir area rooftop mencari sang pujaan hati sementara tamu undangan yang lain satu persatu pamit meninggalkan venue.“Leon,” panggil suara wanita yang sedang dia cari.Pria itu menoleh ke belakang ke asal suara dan mendapati Aruna berdiri sembunyi
Aruna terbangun dari mimpi indah tapi tidak menemukan Leonhard di atas ranjang bersamanya.Tadi malam tak terjadi apapun karena tidak lama setelah mereka naik ke atas ranjang, mereka berdua yang merasa nyaman berbaring saling berpelukan begitu mudah menggapai alam mimpi.Selain itu pekerjaan Aruna yang sedang padat membuatnya kelelahan seharian kemarin ditambah drama perjodohan dengan sahabat sang kakak di depan Leonhard sudah pasti menguras hati dan pikirannya.Jangan tanya tentang Leonhard yang semenjak mendapat target dari kakek langsung bekerja keras bagai kuda.Dia menoleh ke arah lemari, satu stel pakaian kerja tergantung di sana lengkap dengan tas serta heels yang matching.Ada tas kecil juga yang Aruna yakin adalah peralatan makeup.Entah siapa yang mempersiapkannya Aruna tidak peduli yang pasti sekarang dia harus mandi untuk pergi bekerja.Hari Jumat selalu menjadi hari ter hectic selain hari Senin apalagi kalau ada meeting penting di hari Senin minggu berikutnya.Aru
Sesuai janji dengan Enzo tadi malam, saat jam makan siang Aruna pergi ke sebuah Caffe yang dia pilih untuk bertemu pria Italia itu.Caffenya tidak jauh dari gedung kantor jadi hanya perlu berjalan sebentar.Tadi sebelum keluar dari ruangannya, Aruna mengirim pesan singkat kepada Leonhard kalau dia akan bertemu Enzo di sebuah Caffe yang dia sebutkan juga nama Caffe-nya.Ternyata Aruna datang lebih dulu, dia langsung memesan makanan dan minuman karena kebetulan perutnya memang lapar.Enzo datang saat Aruna sedang menyebutkan menu pesanan makan siangnya kepada pelayan jadi Enzo juga ikut memesan makanan.“Jadi … apa yang mau kamu bicarakan?” Aruna to the point bertanya.Enzo tersenyum sambil menatap Aruna lekat, kedua tangannya yang disimpan di atas meja saling bertaut.“Aku sudah mendengar dari Ghaza kalau kamu akan menolakku ….” Kalimat Enzo menggantung, sorot matanya begitu tajam menatap Aruna.Tapi Aruna tidak gentar, dia menatap balas Enzo d
Seperti deja vu, sore di hari kemarin pun Aruna sibuk merias wajahnya sendiri untuk pesta Wedding Anniversarry kedua orang tuanya.Dan kali ini dia merias wajahnya lebih cantik dari kemarin karena yakin pasti Leonhard akan hadir di pesta Revan.Aruna pergi ke area wastafel, ada cermin tinggi di sana yang bisa memperlihatkan keseluruhan penampilannya.Dia puas karena party dress pilihan Tasya sangat keren.Berwarna Gold dengan gliter dari bahan yang bisa menyetak tubuhnya sempurna tapi berlengan panjang hanya saja di bagian punggung terekspose sampai ke pinggang memberikan kesan seksi.Aruna percaya diri sekali mengenakannya, belum lagi rambutnya sedang kooperatif sehingga saat dia bentuk asal-asalan dengan hanya mengikatnya ke belakang tapi malah terlihat seksi.“Gheeeenks, gimana? Keren enggak?” Aruna yang langkahnya sudah sampai di depan meja Tasya dan Tezaar, meminta pendapat.Tasya dan Tezaar awalnya saling memandang kemudian menatap Aruna dari
Ternyata dugaan Aruna benar, Leonhard ada di pesta sang klien.Dari jauh, Aruna yang diantar sekuriti night club bisa menemukan Leonhard di salah satu meja di mana ada banyak pengusaha muda lainnya dan si empunya hajat duduk di sana.Revan bangkit dari kursi saat mendapati sosok Aruna mendekat.“Selamat ulang tahun, Pak Revan.” Aruna menyerahkan paperbag kepada asisten Revan sebelum berjabatan tangan dengan pria itu.Dia pura-pura tidak melihat Leonhard, tatapannya fokus tertuju pada Revan.“Terimakasih Bu Aruna.” Revan tidak berani mengecup pipi kiri dan kanan Aruna seperti kepada tamu wanita lainnya mengingat sang gadis memiliki empat kakak laki-laki yang brutal.“Senang sekali ada yang mewakili dari Gunadhya menghadiri pesta kecil aku ini.” Revan merendah, padahal night club telah dibooking oleh pria itu khusus merayakan pesta ulang tahunnya malam ini.“Papi titip salam, beliau enggak bisa datang….” Aruna menyampaikan sebuah pesan dusta.“Ya, aku mengerti … malam kemarin sa
“Leon, bisa antar Aruna ke mejanya? Gue mau urus si brengsek ini dulu,” kata Revan meminta tolong.“Tentu …,” kata Leonhard dengan senang hati membawa Aruna ke meja mereka tadi yang sekarang kosong.“Aku bilang apa? Ini yang aku takutkan.” Leonhard menggerutu dan sekarang keposesifan Leonhard sudah tidak lucu lagi bagi Aruna.“Bisa diem, enggak?” Aruna jadi kesal tapi raut wajahnya justru tampak lucu di mata Leonhard.Aruna meraih gelas yang tadi tersisa isinya setengah lalu menenggaknya hingga habis.Minuman itu beralkohol cukup tinggi sampai membuat Aruna oleng lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan mata terpejam.“Aruna,” panggil Leonhard memastikan Aruna sadar.“Leon … gerah,” kata Aruna hendak membuka gaunnya.“Aruna.” Leonhard menjauhkan tangan Aruna dari gaunnya.“Aruna kenapa?” Revan datang untuk mengecek keadaan Aruna, dia khawatir besok akan datang salah satu Gunadhya lalu menggantung lehernya.“Dia sepertinya mabuk, gue
“Arunaaaa.” Leonhard menggeram serak saat menempelkan miliknya tepat di atas milik Aruna yang telah memerah karena keganasan jari-jarinya.“Aaah, Leon ….” Benda hangat tapi keras itu membuat Aruna kalang kabut.“Kamu boleh nolak, Aruna … aku enggak akan memaksa,” kata Leonhard sambil menggesekkan miliknya menggoda Aruna.Bagaimana Aruna bisa menolak kenikmatan di depan mata apalagi dia sendiri mencintai Leonhard.“Aruna ….” “Leon ….” Sesekali Leonhard mencoba masuk tapi Aruna masih sangat sempit jadi ketika dia memaksa, Aruna akan menggelinjang bersama pejaman mata erat.Leonhard mengecup kening Aruna dalam, lalu kecupan demi kecupan menyambar hidung dan bibir Aruna kemudian turun ke pipi lalu ke leher.Leonhard meraup puncak di dada Aruna lagi bergantian agar adil sementara jarinya kembali menstimulasi bagian inti Aruna di bawah sana.Kecupan Leonhard tidak berhenti di dada, turun terus ke perut kemudian pindah ke paha.“Leon … ma
Leonhard : Kamu di apartemen?Aruna mengerucutkan wajah membaca pesan Leonhard.Aruna : Aku di rumah, mami sama papi enggak mengijinkan aku tinggal di apartemen lagi.Leonhard tersenyum membaca pesan Aruna, membayangkan wajah cantik itu mengerucut menggemaskan.Leonhard : Apa besok siang kita bisa ketemu?Aruna : Bisa.“Aku usahain.” Tapi dia bergumam demikian.Semenjak hubungannya dengan Leonhard terbongkar, Aruna jadi sulit bertemu Leonhard.Gerak-gerik Aruna terus dipantau papi dan keempat kakak laki-lakinya.Leonhard : See u tomorrow, Miss u.Aruna menghela nafas panjang lalu menyimpan ponsel di atas sofa, gerak-geriknya tertangkap oleh Narashima yang juga sedang duduk di sofa lain living room.“Kenapa?” tanya pria muda itu penuh selidik.“Susah banget sekarang ingin ketemu Leon, selalu dikintilin papi … tadi aja papi ngajak pulang bareng tahunya cuma anter Aruna ke rumah udah gitu jemput mami untuk makan malam di luar.
Leonhard masuk ke dalam sebuah butik milik istrinya.Banyak karyawan muda menatap pria itu penuh minat, mereka tidak tahu kalau Leonhard adalah suami dari pemilik butik karena memang Leonhard jarang sekali terlihat apalagi mengunjungi tempat itu.“Nova ada?” Leonhard bertanya kepada Manager toko yang mengenalnya.“Ada Pak, ibu sedang beristirahat di dalam.” Tanti menjawab.Leonhard langsung masuk ke bagian belakang area butik, dia tentu mengetahui denah butik tersebut karena dirinya yang mewujudkan butik semegah ini sebagai hadiah pernikahan untuk Nova setelah perusahaan kedua orang tua mereka bersatu dan Leonhard yang mengelolanya sendiri.Tidak perlu mengetuk pintu, Leonhard langsung membuka pintu ruangan Nova.Di dalam sana Nova yang tengah berbaring di sofa langsung terhenyak menatap terkejut ke arah pintu.“Leon ….” Dia mendesah lega.“Kenapa? Kamu lagi menghindari siapa?” Leonhard bertanya usai melihat ekspresi tidak biasa di wajah Nova.Pria itu duduk di sofa panjang d
“Maaaaa,” teriak Arumi dari dalam kamarnya.“Iyaaaa, kenapa?” Mama yang kebetulan baru keluar dari kamar hendak pergi ke dapur untuk memasak makan malam usai mengganti pakaian dengan pakaian rumahan segera saja menghampiri sang putri guna memeriksa keadaannya yang terdengar panik.“Ini apa?” Arumi menunjuk kumpulan buket bunga yang memenuhi sebagian kamar dengan luas delapan kali empat belas meter.“Itu bunga.” Mama menjawab polos.“Arumi tahu itu bunga, tapi maksud Arumi kenapa ada banyak bunga di kamar Arumi?” Arumi kesal sekali.“Dibaca donk dari siapa, jangan main nyolot aja.” Mama Zhafira lantas melengos pergi meninggalkan sang putri di kamarnya.“Itu dari Enzo, kalau kak Arumi enggak mau buat Gaya aja ya bunganya.” Tiba-tiba Gayatri muncul dan masuk ke dalam kamar.Dalam sekejap saja gadis muda itu berhasil memeluk banyak buket kemudian pergi.Arumi mengembuskan nafas panjang sembari menoleh saat sosok Gayatri kembali muncul.“Kak … kalau enggak mau sama Enzo enggak apa
Leonhard : Sayang, aku jemput ya?Rasa bahagia menggelitik hati Aruna membuat sistem otak bekerja maksimal mengirim sinyal pada syaraf bibir untuk membentuk sebuah lengkung senyum.Aruna : Oke sayang.Tanpa Aruna ketahui, Leonhard juga tersenyum tapi kemudian menyimpan ponselnya di atas meja dan kembali melanjutkan pekerjaanya.Duh, Aruna jadi tidak sabar menunggu sore hari tiba karena dia akan bertemu Leonhard dan mungkin kekasih gelapnya itu akan menginap di apartemen.Aruna segera menyelesaikan pekerjaan hingga akhirnya waktu masuk ke jam pulang kerja.Dia nyaris menyelesaikan pekerjaannya sebelum bersiap-siap memoles kembali bibir menggunakan lipstik karena harus tampil menawan di depan Leonhard.“Sayang?” Suara papi terdengar saat Aruna sedang berada di dalam toilet.“Papi? Ada apa Pi?” Aruna berteriak disusul sosoknya keluar dari toilet.“Yuk, pulang bareng! Kerjaan kamu udah selesai ‘kan?” ajak papi Arkana tidak biasanya.“Heu? Itu ….” Aruna melirik komputernya yang s
“Bro! Kenapa muka lo?” Reynaldi yang bertemu Leonhard di lobby kantor Asia Sinergy pagi ini bertanya keheranan.Masih banyak memar di wajah Leonhard, dia tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya hanya tahu cara mengobati dan salep yang diresepkan dokter malah membuat warna memar semakin kentara.Tapi kebetulan dia ketemu Reynaldi lobby karena sejak bertolak dari Jerman pulang ke Indonesia, kepalan tangannya berkedut terus ingin segera menghajar Reynaldi.Jadi tanpa aba-aba, Leonhard langsung melayangkan tinjunya.Bugh!Sekali pukulan saja berhasil membuat Reynaldi mundur tiga langkah kemudian tersungkur ke belakang.Jangan lupakan kalau Leonhard jago bela diri, dia masih menahan tenaga dalamnya karena belum puas menghajar Reynaldi sebab apabila menggunakan seluruh tenaganya bisa dipastikan kalau Reynaldi langsung pingsan.“Bro! Apa-apaan ini!” seru Reynaldi di antara sakit di rahang dan bokong.Leonhard memburu Reynaldi, menarik kerah kemeja pria itu menggunakan kedua tangan
“Mentang-mentang udah punya cowok jadi ngejauh dari aku … padahal dulu kamu sering minta anter jemput,” sindir Tezaar sesaat setelah Ricko yang mengantar Tasya membawa motornya menjauh dari lobby AG Group.“Looooh, tumben enggak bawa motor.” Alih-alih menjawab, Tasya malah membahas hal lain membuat Tezaar merotasi bola matanya.“Motornya dijual buat bantuin Marisa bayar sewa apartemen.” Tezaar menjawab membuat Tasya mengerutkan kening.“Loh, memangnya kossannya kenapa?” Tasya seperti tidak terima.Kini mereka berdua sudah berada di depan lift.“Kossan yang dulu enggak nyaman, katanya.” Tezaar menjawab lagi dengan ekspresi wajah murung yang kentara.“Kamu lagi dimanfaatin Marisa itu, Tezaar … lagian bego banget sih mau aja dimanfaatin.” Dengan santai Tasya melontarkan tuduhan tersebut.“Kamu tuh, enggak bisa ngasih solusi banget sih … udah mah menjauh sekarang nyalah-nyalahin.” Tezaar menggerutu.“Ya kamunya ‘kan punya pacar, masa aku mau kaya dulu … deket-deket sama kamu, mint
“Arumi … aku minta maaf ya Arumi.” Aruna mengerutkan wajahnya.Dia baru sempat meminta maaf sekarang saat kembali ke pavilliun setelah seharian mengikuti jalannya pesta pernikahan sang kakak sepupu.“Enggak apa-apa.” Arumi bergumam tanpa menatap Aruna, sibuk menanggalkan pakaiannya.“Tadi kamu dimarahin papa mama kamu ya?” Aruna bertanya lagi.Arumi mengembuskan nafas panjang, tampak malas menjelaskan. “Papa sama mama enggak marah kok, kayanya dia lebih kesel ke Enzo.”“Terus gimana akhirnya tadi?” Aruna mendekat, menyeret Arumi yang hendak ke kamar mandi malah duduk di sofa untuk menceritakan hasil persidangan dilewatinya barusan.“Akhirnya gantung karena aku tiba-tiba pergi waktu Enzo ngajak pacaran.” “Hah? Enzo ngajak pacaran?” Aruna tidak percaya tapi bibirnya tersenyum.“Iya … gila ‘kan dia!” Arumi mengumpat.“Enggak donk … terus kenapa kamu malah pergi?” Aruna jadi gemas sendiri.“Ya pergi lah, ngapain juga ngebahas hal kaya gitu? Dia tinggal minta maaf sama papa dan
Aruna menceritakan apa yang Leonhard sampaikan tadi malam juga rencana Leonhard untuk menjadikannya istri.Tapi sebagai seorang pria, keempat kakak laki-laki Leonhard tidak mempercayainya mengingat baru mereka ketahui kalau ternyata penyebab sang adik selama beberapa waktu terakhir selalu terlihat bersedih dan bermuram durja adalah karena ulah Leonhard.Papi sendiri yang sudah kadung mengatakan kalau Leonhard bisa mengalahkannya dalam berduel dengan tangan kosong bisa memiliki Aruna hanya diam, melipat kedua tangan di depan dada.“Pokoknya Abang enggak setuju ya, Dek … walaupun dia klien AG Group tapi Abang enggak akan biarin kamu terluka hatinya sama dia!” Ghazanvar mengarahkan telunjuk ke depan wajah Leonhard.“Maaf nih ya, Pak Leon … Pak Leon itu bisa melamar Aruna kalau sudah bercerai dengan istri Pak Leon … kalau baru rencana mau cerai tapi sudah mengikat Aruna dengan cincin, enggak benar ini!” Reyzio memprotes.“Tadinya seperti itu, saya akan melamar Aruna setelah bercerai
Pagi sekali seluruh isi Mansion tampaknya berpindah ke area kolam renang tepatnya mengerumuni sebuah daybed di mana Arumi dan Enzo tengah berpelukan sambil tertidur.Mereka begitu lelap, tampak begitu akrab jika dilihat dari tanpa adanya jarak di antara keduanya.Om Kaivan dan tante Zhafira berdiri paling depan menatap putrinya tenggelam dalam pelukan pria bule yang merupakan klien bisnis mereka. Arumi dan Enzo sama sekali tidak terusik meski terdengar gumaman dan cekikikan dari sepupu Arumi yang lain, mereka terlalu dalam memasuki alam mimpi mungkin karena merasakan kehangatan dan kenyamanan dalam pelukan satu sama lain.“Arumi! Bangun Arumi!” Om Kaivan-sang ayah tidak mampu membiarkan putrinya lebih lama lagi dipeluk seorang pria dewasa meski pria tersebut adalah pria yang dia kenal dengan baik.Suara sang papa masuk melalui indra pendengaran Arumi memberi sinyal kepada otaknya kalau dia tidak sedang bermimpi.Arumi langsung terhenyak lalu bangkit melepaskan pelukan.“Papa …