Harsa Anggara, adalah seorang pemuda rantau yang bekerja di salah satu perusahaan pakaian ternama sebagai seorang mekanik. Berasal dari keluarga biasa dan sederhana membuat Harsa di kenal sebagai pria yang sopan dengan attitude yang patut di acungi jempol. Hal itulah yang membuat semua kalangan mulai dari karyawan biasa hingga staff atas sangat menyukai keberadaan dirinya.
Tak terkecuali Seraphina.Semua orang disana tahu bahwa gadis itu adalah satu-satunya perempuan yang mampu menarik perhatian Harsa selama dua tahun pemuda itu bekerja. Dan Sera yang memiliki peluang besar itu tentu tak membuang kesempatan untuk mendekat pada Harsa. Sehingga kini hubungan keduanya dapat terjalin sebagaimana mestinya."Mau pesen apa mas?" Sera membaca jajaran menu pada selembar kertas yang dia pegang.Harsa duduk di sampingnya dan ikut mengintip kertas menu tersebut."Mie goreng spesial kayaknya enak deh yang.""Mie terus mas, gak bakal keriting itu usus kamu?" Protes Sera dengan bibir yang mengerucut.Sedangkan yang di protes hanya memasang cengiran dan diikuti dengan tangan yang mencomot gemas bibir si cantik."Ya udah kalo gitu terserah kamu aja."Merasa menang, Sera pun lantas tersenyum. Menu Nasi Goreng kambing dan dua gelas teh hangat lekas di pesannya kemudian.Dia kembali duduk di samping Harsa yang tengah sibuk mengecek ponsel. Keduanya baru saja pulang bekerja, dan menyempatkan mampir ke tempat makan pinggir jalan untuk mengisi perut yang sudah kepalang lapar.Diam-diam Sera mengintip layar ponsel kekasihnya. Terlihat sebuah room chat yang Sera tidak tahu itu dengan siapa berhasil mengambil seluruh atensi Harsa sehingga kini dia merasa di abaikan."Chat sama siapa sih mas? Serius banget. Sampe akunya di anggurin begini."Alih-alih panik mendengar nada merajuk Sera, Harsa malah tersenyum. Tawa kecil terdengar sangat renyah keluar dari bibir pemuda itu."Kenapa yang? Cemburu liat aku chat-an sama orang lain?"Idih, malah menggoda. Sera yang malu langsung memalingkan wajahnya. Tak mau menatap wajah usil yang kini tengah Harsa ekspresi kan.Tangan kiri Harsa terangkat untuk mengelus surai hitam Sera yang paling di sukainya."Ini ibuku kok yang." Katanya, berhasil membuat Sera kembali menoleh ke arahnya."Ibu?"Harsa mengangguk.Entah kenapa Sera selalu suka ketika Harsa mengambil topik tentang keluarganya di luar kota sana. Ingin sekali rasanya Sera bertemu dengan orangtua Harsa dan berterima kasih kepada mereka karena telah melahirkan sosok pemuda sebaik Harsa."Aku pengen deh ketemu sama Ibu dan Bapak.""Iya, nanti kalau waktunya ada, aku ajak kamu ke kampung halaman ku ya yang."Sera pun mengangguk senang."Tapi sebelum itu, aku juga perlu minta izin sama ayah ibu kamu." Lanjut Harsa yang langsung membuat senyum Sera lenyap seketika.Harsa tidak bodoh, dia cukup sadar akan perubahan ekspresi wajah Sera yang begitu ketara setiap kali dia menyinggung tentang keluarga kekasihnya tersebut.Berkebalikan dengan Sera yang senang akan topik keluaga Harsa, justru Sera sendiri terlihat tidak menyukai topik obrolan yang menyangkut tentang keluarganya sendiri.Kadang Harsa menerka kenapa Sera selalu terlihat seperti itu. Dan hingga kini, rasa penasarannya tak kunjung terjawab juga.Sera selalu bungkam dan tidak ingin terbuka tentang kehidupan keluarganya."Yang?" Panggil Harsa ketika melihat Sera yang masih terdiam."Um, iya mas. Nanti aku aja yang minta izin sama ayahku.""Loh, harusnya aku dong yang. Kan aku yang mau ngajak anaknya pergi jauh.""Gak perlu mas. Biar aku aja. Mas cuma harus tertuin waktunya kapan. Biar nanti aku bisa siapin semuanya."Sera masih kukuh dengan pendiriannya. Rautnya terlihat tidak baik. Tapi Harsa pun kepalang penasaran tentang alasan kenapa Sera tidak mau dia bertemu dengan keluarganya."Sayang —""Nasi goreng kambing 2, dan teh hangatnya 2. Selamat menikmati."Datangnya hidangan makan malam mereka setidaknya membuat Sera lega. Dengan begini, dia bisa mengakhiri rasa penasaran Harsa dan memilih untuk fokus pada makanannya."Makan dulu mas. Gak enak kalau dingin." Katanya, dan untuk kesekian kali, Sera berhasil lolos dari topik yang baginya menyebalkan ini.••Motor Harsa berhenti tepat di sebuah gang kecil yang mana di ketahuinya sebagai jalan menuju tempat tinggalnya Sera. Tapi, percaya atau tidak, selama menjalin hubungan yang telah berjalan hampir delapan bulan lamanya, Harsa sama sekali belum pernah menginjakan kaki ataupun mengetahui dengan jelas dimana letak rumah Sera yang sebenarnya.Dia hanya diminta untuk mengantar Sera sampai ke depan gang. Dan setelah itu, Sera sendiri akan masuk ke gang tersebut kalau Harsa sudah berbalik dan menghilang dari pandangannya.Untuk saat ini, banyak sekali tanda tanya di benak Harsa yang ingin dia ketahui. Namun, dia masih cukup sabar untuk menunggu Sera yang lebih dulu terbuka padanya."Makasih ya mas. Hati-hati jalan pulangnya." Katanya sambil menunggu Harsa memutar balik motornya dan bersiap keluar dari lingkungan rumah yang cukup padat itu.Setelah pamit dan tak mendapati sosok Harsa dalam pandangannya lagi, Sera pun berjalan masuk ke dalam gang dan berhenti di salah satu rumah kecil disana.Dia pun masuk, "Malam bi, Sera pulang."Butuh beberapa menit sampai seseorang datang menyahut ucapannya barusan."Non, astaga..." Si Bibi berjalan tergesa mendekati Sera yang kebingungan karena melihat raut wajah Bibi yang terlihat panik."Kenapa bi?""Non, sebaiknya non cepat pulang."Satu alis Sera terangkat naik, "kenapa?" Tanyanya lagi yang menuntut jawaban to the point.Bisa Sera rasakan telapak tangan si Bibi begitu dingin dan gemetar. Mendadak Sera jadi takut untuk mendengar jawaban dari wanita paruh baya itu."Tuan besar udah pulang non.""Hah?"Sungguh, ini adalah kabar yang paling Sera tidak ingin dengar."Tuan udah pulang. Katanya beliau mau non Sera langsung pulang ke rumah. Tadi bibi coba telponin non Sera tapi gak aktif terus."Ah soal itu, ponsel Sera kebetulan dalam mode silent, dan Sera sama sekali belum mengecek benda itu sejak pagi.Menghela nafas pasrah, mau tak mau hari ini Sera harus pergi ke rumahnya.Ya, rumah Sera yang sebenarnya. Atau bisa di bilang itu rumah orangtuanya? Terserah."Ya udah bi, aku pergi dulu ya. Bibi gak usah panik gitu, aku gak apa-apa kok." Ucap Sera menenangkan.Bukan apa-apa, dari sekian banyak hal yang Sera sembunyikan, bibi Siti adalah satu-satunya orang yang mendapat kepercayaan Sera untuk mengetahui segala keluh kesahnya."Non mau bibi temani?" Tawar Bibi khawatir."Gak usah bi, udah malem. Bibi istirahat aja. Besok juga Sera udah balik ke sini kok.""Asal non tau, tuan gak akan ngebiarin non kembali lagi ke rumah ini." Batin Bi Siti. Namun dia bisa apa? Meski rasa sayangnya begitu besar pada Sera dan besar keinginannya pula untuk membantu anak itu keluar dari kekangan sang Ayah, bi Siti tetaplah tidak berdaya."Sera pergi dulu ya bi..bibi tidur aja, gak usah nunggu Sera." Pamitnya kemudian bergegas keluar meninggalkan Bibi Siti yang hanya bisa berdiam penuh kecemasan.Semoga non Sera baik-baik aja.••Setahun telah berlalu sejak terakhir kali Sera berhadapan langsung dengan Ayahnya. Ya, sesibuk itu memang hingga Sera bisa saja menghitung pertemuan mereka dalam beberapa tahun terakhir ini."Sudah cukup main-mainnya Sera." Kata pertama yang keluar dari bibir sang Ayah membuat rasa tak enak di hatinya mulai muncul.Jujur saja, Sera tidak setenang itu ketika Bi Siti memberi kabar tentang kepulangan Ayahnya dari luar negeri.Ya, luar negeri.Rahadian Bagaskara adalah seorang pengusaha dengan nama cukup terkenal di tanah air. Wajahnya sering kali malang melintang di beberapa media seperti koran, majalah, bahkan iklan karena prestasi luar biasanya sebagai seorang pebisnis.Tapi, demi kesejahteraan hidup keluarganya dia sengaja tidak memberi akses pada media atau siapapun untuk mengulik kehidupan pribadinya.Dengan kata lain, selama ini tidak ada satupun orang yang tahu tentang siapa istri dan anaknya.Lalu apa maksud Rahadian tentang Sera yang bermain-main?Ada satu hari dimana Sera memiliki perjanjian yang serius dengan Ayahnya. Dan sadar atau tidak, hari ini adalah puncaknya. Dimana sang Ayah akan menagih janji dari putri satu-satunya tersebut."Ayah —""Jangan buat alasan kamu lupa pada perjanjian kita dua tahun lalu."Untuk sepersekian detik rasanya jantung Sera berhenti berdetak. Seakan mulai mengingat apa maksud dari ucapan Ayahnya.Sudah dua tahun?Tapi kenapa rasanya begitu singkat? — Batin Sera.Tiba-tiba bayangan wajah Harsa muncul di ruang kepalanya.Dua tahun lalu, Sera belum mengenal Harsa. Dua tahun lalu, Sera tidak tahu bahwa dia akan memiliki hubugan yang serius dengan Harsa. Dan dua tahun lalu, Sera merasa siap untuk menyerahkan hidupnya pada setiap keputusan Ayahnya ketika janji itu mereka buat.Tapi sekarang keadaannya berbeda.Ada Harsa.Sera memiliki Harsa, dan mencintai pemuda itu dengan sepenuh hatinya.Jika Sera tidak ingin melanggar janjinya pada sang Ayah. Maka dia harus bersiap untuk kehilangan Harsa, kekasihnya.Namun seberapa kalipun Sera menimbang rasanya sangat tidak mungkin.Sera tidak mau kehilangan Harsa."Ayah.. tolong denger Sera dulu."Wajah lelah namun mata mencekam milik Rahadian sontak menatap lurus pada manik Sera yang bergetar.Sera menelan ludahnya susah payah. Bibirnya berusaha mengeluarkan sepatah kata. Tapi, kungkungan mata Ayahnya seperti terlebih dahulu mencekik lehernya sehingga Sera tak dapat mengeluarkan suara.Dia takut.Keberanian yang dia kumpulkan jauh sebelum kakinya menginjakan kaki di rumah ini seakan hilang terbawa hembusan angin malam.Ternyata, Sera tidak berubah. Dia masihlah seorang gadis kecil yang tak mampu melawan ke kuasaan Ayahnya. Sera bahkan tidak berani untuk berontak.Apa yang harus dia lakukan sekarang?Harsa.."Ayah, bisa kasih Sera waktu lebih lagi?""Janji adalah janji Sera, ayah tidak suka orang yang suka ingkar.""Tapi ayah —""Tidak ada tapi, besok berhentilah dari semua kegiatan tidak penting mu itu. Dan persiapkan diri mu untuk pertemuan yang akan datang."Telak,Rahadian berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan Sera yang mematung dalam dinginnya ruangan itu.Sepertinya, Sera harus memikirkan cara lain supaya dia bisa keluar dari perjanjian ini.Tbc..Menjadi putri semata wayang dari seorang pengusaha kaya tentunya menjadi satu-satunya harapan besar bagi setiap orang tua. Meski di dunia ini tidak semua sama, namun alur hidup yang biasanya orang dapati dalam sebuah cerita dongeng nyatanya benar bisa terjadi di dunia nyata.Aturan, kekangan, orangtua super protektif, dan perjodohan, bukanlah hal yang tabu bagi keluarga kalangan atas seperti mereka.Contoh salah satunya adalah Seraphina.Sera adalah satu dari sebagian banyak anak yang telahir dengan sendok emas. Pun dengan statusnya sebagai anak tunggal, mau tak mau harus mejalani hidup selayaknya gaya hidup orang kaya pada cerita dongeng pada umumnya.Sejak kecil setiap langkah anak itu selalu diiringi oleh aturan ini itu oleh kedua orangtuanya.Hal itu tentu bukanlah sebuah masalah bagi Sera kecil. Tapi seiring berjalannya waktu, Sera semakin tumbuh besar, dan pikirannya pun kian kritis."Ayah kenapa Sera tidak boleh main bersama anak itu?""Ayah kenapa Sera tidak boleh jajan makana
Sebagai seorang anak bungsu, dimana masa dewasanya terjadi disaat kedua orangtuanya mulai menua, Harsa mau tak mau harus memutar otak untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa menyusahkan ibu dan bapaknya.Bermodalkan otak cerdas, pendidikan terakhir sarjana meski bukan dari Universitas ternama, dan tangan yang terampil untuk memperbaiki kembali barang atau mesin yang rusak, cukup memberinya rasa percaya diri untuk membangun keberanian dengan cara mengadu nasib di pusat kota.Demi masa tua ibu bapaknya, demi kelangsungan hidupnya dimasa depan. Harsa dengan tekad besarnya berjalan memasuki area salah satu perusahaan ternama.Dan disinilah ia sekarang. Duduk menunggu giliran setelah dirinya mempersilahkan seorang gadis masuk ke ruangan terlebih dulu.Bukan karena kasihan pada si gadis dan mengalah untuk masuk duluan, Harsa justru merasa dia harus mendapatkan kembali sedikit waktu supaya interview nya lancar.Belum ada lima menit gadis tadi masuk ke ruangan, tapi pintu itu kembali terbuka m
Nyatanya, tekad Harsa untuk tidak sering bertemu dengan Sera ternyata hanya sekedar wacana belaka. Entah mengapa, semakin niat menjauh, semakin mudah pula mata Harsa menangkap presensi gadis cantik itu dimana pun ia berada.Bukankah itu tandanya takdir menginginkan mereka untuk lebih dekat lagi? Maka dari itu Harsa pun menyerah dan memutuskan untuk mengikuti hidup sesuai alur. Yaitu menerima siapa saja yang datang dan membiarkan siapa saja yang menjauh.Harsa tidak akan memaksakan kehendaknya yang belum tentu menjadi kehendak Tuhan juga.Dan setelah menjalani banyak hari bersama, hubungan Harsa dan Sera kian dekat. Keduanya semakin nyaman dengan kehadiran satu sama lain. Tak jarang pula Harsa mengantar Sera pulang dengan banyak alasan yang tak bisa Sera tolak.Meski memang Sera tidak akan mungkin menolak. Karena ia pun mengakui bahwa bersama Harsa dirinya merasa terlindungi.Hari itu, Perusahaan tengah merayakan ulangtahunnya yang kesekian. Staff maupun karyawan biasa wajib untuk ikut
Niat Sera bangun lebih pagi tak lain dan tak bukan adalah untuk menghindari bertemu sang Ayah. Namun Sera seperti tak tahu, bahwa niatnya itu sudah pasti akan sia-sia. Langkahnya yang pelan pun harus terhenti ketika suara Rahadian seolah ingin menjegal kedua kaki Sera."Mau kemana?" Tanyanya.Tangan kurus Sera refleks meremat tali tas yang menyampir di pundak kanannya."Apa kamu tidak mengerti pada ucapan Ayah kemarin malam?"Sera gemetar, tapi ia mencoba tak gentar.Sekarang, atau tidak sama sekali."Beri Sera waktu 2 hari untuk pamit pada teman Sera ayah. Sera juga harus memberikan surat pengunduran diri Sera sebelum Sera pergi.""Ayah rasa kamu tidak perlu melakukan itu.""Ayah ku mohon. Sera tidak mau mengakhiri semua ini dengan kesan yang buruk. Sera ingin dunia Sera di 2 tahun kebelakang ini jadi memori yang bakal Sera ingat sebagai momen Indah Sera." Manik Sera menatap yakin, mencoba menembus pertahanan manik hitam Rahadian yang kelam."Sera tidak ingin meninggalkan dunia Sera
Pagi ini menjadi awal keberuntungan Sera karena tak mendapati Ayahnya berada di rumah. Sehingga dia tak perlu repot mencari alasan untuk bisa keluar dari sangkar bak jeruji besi yang menyiksa, meski memang hari ini adalah hari terakhir dimana Rahadian memberi kesempatan pada Sera untuk melakukan apa yang dia inginkan.Dan Sera tidak boleh gagal akan rencananya hari ini.Yaitu pergi — atau kabur? — ke kampung halamannya Harsa.Selain itu Sera tak memikirkan apapun. Dia tidak memikirkan apa-apa saja yang kiranya akan menjadi pertanyaan bagi Harsa atas apa yang dia lakukan.Tidak, biar Sera pikirkan itu nanti.Dengan menempuh perjalanan berjam-jam lamanya, dan hanya mengandalkan motor matic kesayangan Harsa, tubuh Sera di buat lelah karena hembusan angin kuat yang menubruk jaketnya di sepanjang jalan. Namun itu tetap tak membuatnya menyerah. Sera harus kuat sampai dia benar-benar pulang ke rumah kekasihnya."Yang, mau istirahat lagi gak?" Tanya Harsa ketika merasakan pelukan Sera di ping
Harsa memasuki kamarnya setelah selesai membersihkan diri. Setelah sore tadi ia membawa Sera berkeliling sekitar rumah, lalu di lanjutkan dengan kegiatan Sera yang membantu Ibunya untuk memasak makan malam, akhirnya Harsa tidak perlu mengkhawatirkan kekasihnya itu tidak nyaman menginap di rumahnya."Loh Pak, kok belum tidur?" Tanya Harsa seiring langkahnya mendekat pada sang Bapak yang sudah terduduk di kasur miliknya.Karena selama menginap di rumahnya Sera akan tidur bersama Ibu, maka otomatis Bapak akan tidur di kamar Harsa."Bapak belum ngantuk." Katanya. Lalu memperhatikan Harsa yang bergegas mempersiapkan kasur lipat tepat disisi ranjang kasur untuk anaknya itu tidur."Harsa.." Panggil Mulyo —nama bapak Harsa— setelah beberapa menit menunggu."Iya Pak?"Harsa menyamankan dirinya di kasur, bersiap untuk tidur jika saja Bapaknya tak kembali membuka suara."Nak Sera itu...keluarganya seperti apa?"Agak ragu memang, tapi karena sejak kedatangan mendadak dari putranya ini, entah kena
Tak perlu membuang banyak waktu, tepat setelah Rahadian mengetahui perihal Sera, dia langsung bergegas meminta anak buahnya untuk mencari keberadaan sang anak.Sebuah foto menjadi satu-satunya petunjuk. Dengan di imingi bayaran lebih besar bagi siapa saja yang dapat membawa anaknya kembali ke rumah dalam waktu kurang dari 24 jam, beberapa anak buah Rahadian sontak berlomba untuk mencari dimanakah kiranya sang putri itu berada.Mereka bukanlah sembarang orang. Keahlian mereka dalam mencari informasi jelas tidak di ragukan lagi. Dan ya, tepat pukul 2 dini hari, mereka berhasil menemukan tempat dimana mereka bisa menggali informasi lebih.Sebuah rumah kecil di lingkungan yang jauh dari kata elit menjadi tujuan pertama mereka. Tak peduli pada waktu dan keadaan sekitar, mereka tak segan untuk menggedor pintu rumah itu dengan brutal.*clack.Suara kunci pintu terdengar sebelum pintu tersebut di buka dari dalam."S-siapa kalian?"Si Tuan rumah gemetaran. Seolah tahu bahwa sekarang dirinya se
Harsa dan Sera baru sampai di rumah setelah menyempatkan diri mengunjungi salah satu Kakak Harsa yang tinggal di Desa sebelah.Keduanya tampak sangat senang, dilihat dari wajah mereka yang penuh senyum cerah."Ponakan mu lucu ya mas.." Ucap Sera setelah turun lebih dulu dari motor matic kesayangan Harsa."Iya, gemesin yang.."Sera terkekeh geli, "Aku jadi bayangin deh, kalau nanti kita punya anak, anak kita mirip siapa ya?" Celetuk Sera. Gadis itu tampak menerawang jauh pada angan-angannya tanpa menyadari wajah Harsa yang sudah memerah.Entah kenapa dia belum terbiasa memikirkan hal sejauh itu. Makanya sekarang Harsa malah merasa malu."Kok diem mas?" Sera menoleh ketika tak kunjung mendapat respon dari Harsa.Lelaki itu refleks menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya aku mana tau yang..." Katanya.Sera sontak merengut, "Kamu tuh..""Hehehe..." Harsa hanya bisa nyengir lalu memutuskan untuk masuk ke rumah meninggalkan Sera satu langkah di belakang."Harsa pulang bu..."Salam Harsa lan