Niat Sera bangun lebih pagi tak lain dan tak bukan adalah untuk menghindari bertemu sang Ayah. Namun Sera seperti tak tahu, bahwa niatnya itu sudah pasti akan sia-sia. Langkahnya yang pelan pun harus terhenti ketika suara Rahadian seolah ingin menjegal kedua kaki Sera.
"Mau kemana?" Tanyanya.Tangan kurus Sera refleks meremat tali tas yang menyampir di pundak kanannya."Apa kamu tidak mengerti pada ucapan Ayah kemarin malam?"Sera gemetar, tapi ia mencoba tak gentar.Sekarang, atau tidak sama sekali."Beri Sera waktu 2 hari untuk pamit pada teman Sera ayah. Sera juga harus memberikan surat pengunduran diri Sera sebelum Sera pergi.""Ayah rasa kamu tidak perlu melakukan itu.""Ayah ku mohon. Sera tidak mau mengakhiri semua ini dengan kesan yang buruk. Sera ingin dunia Sera di 2 tahun kebelakang ini jadi memori yang bakal Sera ingat sebagai momen Indah Sera." Manik Sera menatap yakin, mencoba menembus pertahanan manik hitam Rahadian yang kelam."Sera tidak ingin meninggalkan dunia Sera dengan penuh penyesalan. Sera gak mau ninggalin semua orang begitu saja tanpa penjelasan." Sambungnya lagi namun sang Ayah tak juga merespon permintaannya.Diam-diam Sera cemas. Dia merasa sedang berada di ambang hidup dan mati. Sera sudah memikirkan ini semalaman sampai dia tak cukup tidur dan dia harus memastikan semuanya berjalan seperti yang dia mau."Baiklah." Rahadian bangkit dari duduknya."Dua hari dan setelah itu semua dunia buatanmu harus berakhir."Rasanya seperti Sera yang diberi kesempatan hidup dengan nafas tersenggal. Masih ada kesempatan untuk mengatur nafas menjadi lebih baik, tapi di waktu yang sama hidupnya akan di pertaruhkan ketika Sera lengah dan kehilangan nafas.Sera berjalan cepat ke luar ketika tak mendapati sang Ayah di dekatnya lagi.Pikirannya berkecamuk, hatinya gusar merasakan ketakutan luar biasa.Baru kali ini Sera begitu takut akan kata GAGAL.Karena jika kata itu terjadi padanya, Sera tidak tahu apakah dia bisa bertahan atau tidak.•••"Pagi Sera, cari Harsa ya?"Sera mengangguk dengan senyum tipis di wajah cantiknya. Sengaja dia datang menghampiri Harsa di ruangan khusus mekanik di jam pagi seperti ini. Secepat mungkin Sera harus bicara karena sekarang ini waktu yang dia lewati setiap detiknya sangatlah berharga."Boleh panggilin mas Harsa nya, mas?""Boleh, sebentar ya. Barusan banget dia baru sampai."Tak sampai 5 menit Sera menunggu, kini Harsa nampak berjalan menghampirinya. Bukan hal biasa melihat Sera sepagi ini di ruangannya."Kenapa yang?""Mas, bisa ngobrol sebentar?"Entah kenapa, Harsa merasa ada sesuatu yang tidak baik-baik saja dalam diri Sera.•"Yang, kamu bercanda kan?" Sebisa mungkin Harsa bicara dengan sedikit nada candaan namun sepertinya Sera sedang tidak ingin di ajak bercanda.Harsa menarik nafasnya dalam, oke...sepertinya kali ini benar-benar serius."Begini, yang..kamu tau sendiri kan di perusahaan ini kita gak bisa ngambil cuti secara mendadak?"Sera menggeleng gusar, "mas...""Kamu kenapa? Kamu ada masalah?" Harsa menyela saat dia tahu Sera berusaha mencari seribu alasan."Aku....aku cuma lagi penat mas. Aku butuh suasana baru jadi aku pikir akan bagus kalau aku bisa ketemu ibu sama bapak kamu di kampung."Tiba-tiba begini?Maksud Harsa..dia tahu bahwa ini bukanlah kali pertama Sera mengatakan dia ingin bertemu dengan keluarga Harsa tapi, kenapa harus mendadak?Dan memaksa?"Yang kamu kalau lagi penat kan bisa cerita sama aku dulu. Kamu bisa curahin keluh kesah kamu ke aku. Nanti setelah itu baru aku bisa tentuin kapan kiranya aku bisa ambil cuti buat ajak kamu balik ke kampung."Angin pagi berhembus menerbangkan anak rambut Sera.Dan anehnya, angin pagi ini pun tak terasa menyegarkan untuknya.Sera kalut, dia putus asa. Harsa bukanlah lelaki yang mudah untuk dikelabui. Lalu apa yang harus Sera lakukan sekarang?Haruskah dia mengatakan yang sebenarnya?Bahwa sebenarnya dia adalah putri dari seorang Rahadian Bagaskara yang tidak lama lagi akan di jodohkan?Tidak, tidak mungkin.Sera tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Hatinya memiliki insting bahwa Harsa akan mengalah dan melepas Sera ketika tahu mereka tidak setara.Dan Sera tidak mau itu terjadi."Mas, aku mohon..""Sera..."Manik gadis cantik itu sontak memejam ketika kekasihnya memanggil nama. Itu berarti, Harsa sedang tidak ingin di bantah.Tidak adakah cara lain?Haruskah Sera turun tangan untuk meminta cuti atas nama Harsa? Bisakah?Sera mendongak ketika rasakan usapan lembut di atas kepalanya. "Aku janji untuk secepatnya bawa kamu ke kampung halaman ku. Kamu yang sabar ya yang.."Tidak, mas...waktuku tidak banyak.•Saat itu Harsa tak sengaja melihat Sera sedang berbicara pada seseorang yang tak lain adalah atasan Harsa.Apa yang mereka bicarakan? — pikirnya.Dalam hati Harsa berprasangka kalau Sera nekat meminta cuti atas namanya.Kalau benar, Harsa sungguh tidak paham dengan apa yang terjadi pada Sera.Gerak-geriknya seakan berbeda dari biasanya. Wajah yang biasanya nampak cerah dengan senyum yang senantiasa terpatri kini nampak muram dan layu.Ingin sekali Harsa mendesak Sera untuk berkata yang sebenarnya. Dia tidak sampai hati melihat kekasihnya yang kini seperti menanggung beban besar di kedua pundaknya.Namun lagi-lagi Harsa tidak ingin melewati batas privasi."Mas, besok kita udah bisa cuti. Malem ini harus kemas barang ya mas."Dan benar saja dugaannya barusan. Sera nampak sangat bahagia dan tanpa beban ketika memberitahu kan kabar ini pada Harsa. Harsa sendiri tak tahu apa saja yang Sera katakan pada atasannya ketika meminta izin untuk memberikan cuti."Sera...""Kenapa mas? Segitu gak maunya kah mas bawa aku ke orangtuamu?" Binar matanya kembali lenyap.Harsa yang lemah mau tak mau harus mengalah untuk kesekian kalinya.Karena Harsa tidak ingin melihat senyum itu hilang terlalu lama."Oke, tapi...gak perlu kemas juga yang, kan cuma satu atau dua—""Satu minggu mas.""Hah?""Kita cuti 1 minggu."Bibir Harsa yang terbuka tak mampu berkata apa-apa.Tolong, apakah ini semua hanya mimpi?Apa hari ini hari yang spesial hingga Sera harus mengerjainya sampai sebegininya?Lelucon apa ini? Satu minggu?Apakah aku benar-benar hanya cuti? Atau di pecat?"Sera bukankah itu terlalu lama?"Dia tersenyum manis, kedua tangan mungilnya meraih tangan kiri Harsa untuk di genggam."Selama ini kamu udah kerja keras. Bukan hal besar bagi mereka buat ngasih kamu cuti 1 minggu."Tunggu, bagaimana pun, rasanya ini tidak masuk akal."Sera tapi —""Besok jemput aku di depan gang jam 8 pagi."Lagi, Sera tersenyum seolah tidak melakukan hal di luar nalar. Kemudian meninggalkan Harsa dengan segala kebingungannya.•Sera mengetuk pintu rumah yang telah 2 tahun terakhir dia tempati. Rumah dengan segala kesederhanaan dan kehangatannya yang mampu membuat Sera betah tinggal disana."Non Sera." Wanita paruh baya muncul dari balik pintu dan terkejut melihat gadis yang sejak kemarin di khawatirkan olehnya kini berdiri di depannya."Malam bi.." Sapa Sera yang langsung di sambut baik oleh Bi Siti."Non, non gak papa?" Adalah hal pertama yang ingin sekali Bi Siti tanyakan sejak anak itu pergi kemarin malam."Baik kok bi..""Beneran?"Tawa kecil terdengar dari bibir yang lebih muda. "Bener."Seakan tak puas, Bi Siti kembali bertanya, "Lalu Tuan? Tuan gimana non?"Sera mendudukan diri di meja makan diikuti oleh Bi Siti. "Ayah gak papa Bi..""Non, bukan itu maksud Bibi...""Bi, Sera boleh minta tolong gak?" Bi Siti terdiam. Menatap was-was pada gadis muda kesayangannya.Dia takut sang Nona meminta hal yang aneh-aneh."M-minta tolong apa non?""Tolong kemasin barang ku yang ada disini ya Bi.."Bi Siti terkejut. Kenapa perasaannya jadi tidak enak?•••Pagi ini menjadi awal keberuntungan Sera karena tak mendapati Ayahnya berada di rumah. Sehingga dia tak perlu repot mencari alasan untuk bisa keluar dari sangkar bak jeruji besi yang menyiksa, meski memang hari ini adalah hari terakhir dimana Rahadian memberi kesempatan pada Sera untuk melakukan apa yang dia inginkan.Dan Sera tidak boleh gagal akan rencananya hari ini.Yaitu pergi — atau kabur? — ke kampung halamannya Harsa.Selain itu Sera tak memikirkan apapun. Dia tidak memikirkan apa-apa saja yang kiranya akan menjadi pertanyaan bagi Harsa atas apa yang dia lakukan.Tidak, biar Sera pikirkan itu nanti.Dengan menempuh perjalanan berjam-jam lamanya, dan hanya mengandalkan motor matic kesayangan Harsa, tubuh Sera di buat lelah karena hembusan angin kuat yang menubruk jaketnya di sepanjang jalan. Namun itu tetap tak membuatnya menyerah. Sera harus kuat sampai dia benar-benar pulang ke rumah kekasihnya."Yang, mau istirahat lagi gak?" Tanya Harsa ketika merasakan pelukan Sera di ping
Harsa memasuki kamarnya setelah selesai membersihkan diri. Setelah sore tadi ia membawa Sera berkeliling sekitar rumah, lalu di lanjutkan dengan kegiatan Sera yang membantu Ibunya untuk memasak makan malam, akhirnya Harsa tidak perlu mengkhawatirkan kekasihnya itu tidak nyaman menginap di rumahnya."Loh Pak, kok belum tidur?" Tanya Harsa seiring langkahnya mendekat pada sang Bapak yang sudah terduduk di kasur miliknya.Karena selama menginap di rumahnya Sera akan tidur bersama Ibu, maka otomatis Bapak akan tidur di kamar Harsa."Bapak belum ngantuk." Katanya. Lalu memperhatikan Harsa yang bergegas mempersiapkan kasur lipat tepat disisi ranjang kasur untuk anaknya itu tidur."Harsa.." Panggil Mulyo —nama bapak Harsa— setelah beberapa menit menunggu."Iya Pak?"Harsa menyamankan dirinya di kasur, bersiap untuk tidur jika saja Bapaknya tak kembali membuka suara."Nak Sera itu...keluarganya seperti apa?"Agak ragu memang, tapi karena sejak kedatangan mendadak dari putranya ini, entah kena
Tak perlu membuang banyak waktu, tepat setelah Rahadian mengetahui perihal Sera, dia langsung bergegas meminta anak buahnya untuk mencari keberadaan sang anak.Sebuah foto menjadi satu-satunya petunjuk. Dengan di imingi bayaran lebih besar bagi siapa saja yang dapat membawa anaknya kembali ke rumah dalam waktu kurang dari 24 jam, beberapa anak buah Rahadian sontak berlomba untuk mencari dimanakah kiranya sang putri itu berada.Mereka bukanlah sembarang orang. Keahlian mereka dalam mencari informasi jelas tidak di ragukan lagi. Dan ya, tepat pukul 2 dini hari, mereka berhasil menemukan tempat dimana mereka bisa menggali informasi lebih.Sebuah rumah kecil di lingkungan yang jauh dari kata elit menjadi tujuan pertama mereka. Tak peduli pada waktu dan keadaan sekitar, mereka tak segan untuk menggedor pintu rumah itu dengan brutal.*clack.Suara kunci pintu terdengar sebelum pintu tersebut di buka dari dalam."S-siapa kalian?"Si Tuan rumah gemetaran. Seolah tahu bahwa sekarang dirinya se
Harsa dan Sera baru sampai di rumah setelah menyempatkan diri mengunjungi salah satu Kakak Harsa yang tinggal di Desa sebelah.Keduanya tampak sangat senang, dilihat dari wajah mereka yang penuh senyum cerah."Ponakan mu lucu ya mas.." Ucap Sera setelah turun lebih dulu dari motor matic kesayangan Harsa."Iya, gemesin yang.."Sera terkekeh geli, "Aku jadi bayangin deh, kalau nanti kita punya anak, anak kita mirip siapa ya?" Celetuk Sera. Gadis itu tampak menerawang jauh pada angan-angannya tanpa menyadari wajah Harsa yang sudah memerah.Entah kenapa dia belum terbiasa memikirkan hal sejauh itu. Makanya sekarang Harsa malah merasa malu."Kok diem mas?" Sera menoleh ketika tak kunjung mendapat respon dari Harsa.Lelaki itu refleks menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya aku mana tau yang..." Katanya.Sera sontak merengut, "Kamu tuh..""Hehehe..." Harsa hanya bisa nyengir lalu memutuskan untuk masuk ke rumah meninggalkan Sera satu langkah di belakang."Harsa pulang bu..."Salam Harsa lan
Dua jam sudah anak buah Rahadian sampai di alamat rumah Harsa, dan sudah selama itu pula mereka menguntit tak jauh dari kediaman yang katanya milik kekasih dari putri sang Tuan.Beberapa infomasi baru serta foto pun tak lupa mereka kirim pada Rahadian sebagai bukti bahwa sejauh ini mereka telah bekerja dengan baik.'Kerja bagus, sekarang kalian boleh kembali.'"Ya Tuan?"Salah satu dari mereka coba memastikan bahwa mereka tak salah dengar.'Tugas kalian selesai, kalian boleh kembali. Soal anak saya, biar saya yang urus sendiri.'Karena rupanya Rahadian memiliki rencana yang menurutnya lebih 'menyenangkan' untuk ia beri pada kedua sejoli itu.•••"Jason sudah punya pacar Pa.""Jason, bukankah Papa sudah bilang? Kamu itu sudah Papa jodohkan dengan putri kolega Papa. Kenapa kamu masih aja jalin hubungan sama perempuan lain?"Jason menatap Papanya tak percaya. Awalnya ia pikir semua hanya lelucon belaka. Ia tahu, Papanya itu memang begitu sering membicarakan tentang putri koleganya itu. D
"Engga pak, gak mungkin anak saya melakukan semua itu!!""Tapi saksi dan bukti sudah jelas Bu, anak anda adalah tersangka."Tangis Ranti pecah seketika. Dalam sekejap anaknya sudah di tuduh melakukan hal tercela. Bagaimana bisa dia percaya? Harsa adalah anaknya. Dia tahu betul bagaimana perangai sang anak. Jangankan untuk melecehkan orang, menyentuh barang sedikit saja dia tidak akan berani.Apalagi yang di sentuh itu adalah orang asing."Sudah bu, kita tunggu saja sampai Harsa siuman."Harsa yang saat itu pingsan langsung di bawa warga menuju ke klinik terdekat. Di saat yang sama mereka memanggil aparat untuk mengurus segala permasalahan.Ranti dan Mulyo lantas kembali mengambil duduk di kursi yang tersedia, dimana Sera sejak tadi sudah menunggu disana."Gimana Bu, Pak?"Sera adalah satu dari sekian orang yang menolak apa yang di tuduhkan pada Harsa. Tentu saja, setidaknya Sera sudah mengenal dekat Harsa dan tidak mungkin kekasihnya berbuat hal kotor semacam itu.Ranti menggeleng pas
Sera dan kedua orang tua Harsa beranjak dari duduknya ketika melihat Harsa keluar dari ruang rawat. Disana hati Sera mencelos melihat bagaimana kedua tangan Harsa telah di borgol oleh pihak petugas."Mas.." Sera bergumam. Bola matanya bergetar menatap tak tega pada kekasihnya."Sera.."Keduanya lantas mengambil langkah mendekat. Tentu masih dengan pengawalan yang ketat."Mas.. kenapa bisa jadi begini?" Air mata Sera nyaris tumpah. Ternyata dia tidak sekuat itu menghadapi Harsa.Andai tidak ada orang lain selain mereka mungkin Sera sudah menangis meraung dalam dekapan kekasihnya."Aku juga gak tau.." Lirih Harsa. Ada rasa sesal dalam dada ketika melihat kekasihnya harus melihat dia dalam keadaan buruk seperti ini.Harsa menunduk dalam. Merasa malu pada diri sendiri dan orang-orang terkasihnya."Mas..aku yakin kamu gak bersalah. Kamu pasti lagi di fitnah oleh orang tidak bertanggungjawab."Harsa mengangguk dalam diam. Setitik air matanya kini lolos begitu saja.Dengan tegar Sera menghap
Di sepanjang jalan ke rumah Sera merasakan rasa bersalah yang luar biasa. Bagaimana tidak? Tanpa adanya satu kata, Sera harus meninggalkan keluarga Harsa tanpa kabar. Apa yang akan di pikirkan Harsa tentang sikapnya ini nanti?"Besok malam kita akan melakukan pertemuan. Jangan coba buat kabur lagi Sera."Sera menoleh, "pertemuan apa Ayah?"Pertemuan dengan calon suamimu.Punggung yang sebelumnya layu mendadak tegak dalam sekali waktu, "Calon suami?" Tanyanya."Kenapa? Bukankahkah Ayah pernah mengatakan hal ini sebelumnya? seharusnya kamu gak perlu kaget lagi Sera." Ujar Rahadian. Dari awal dia sudah menduga bahwa anaknya itu akan lupa. Mengingat info tentang Sera memiliki kekasih di tempat kerjanya."Jadi ini maksud Ayah dari persiapan masa depan aku? Tapi kenapa harus secepat ini Ayah?" Ucap Sera tak terima."Kamu pikir Ayah bisa beri waktu kamu lagi setelah kejadian ini?" Tatapan Rahadian begitu tajam dan menohok. Buat emosi Sera yang tadinya naik jadi mereda seketika."Jangan buat
Desas desus adanya undangan dari Sera ternyata bukan hanya bualan belaka. Kertas berdesain mewah berisikan nama Sera dan Jason kini tampak sudah tergeletak rapi di atas meja ruang mekanik. "Lo masih gak bisa hubungin Harsa, Tam?" Salah satu rekan menepuk pundaknya. Hari ini sudah lewat dari hari cuti Harsa berakhir. Tapi lelaki itu masih belum terlihat masuk kerja lagi. "Belum To.." Yanto mengembus nafas pelan, sedikitnya juga dia merasa iba mendengar kabar mengejutkan tentang pernikahan Sera. "Kenapa lo gak coba samperin dia ke rumahnya? Siapa tau dia lagi butuh dukungan." Katanya. Di tinggal menikah itu bukanlah perkara sepele. Dan jangan sampai karena hal ini teman mereka sampai kehilangan kewarasan. "Gue gak tau rumah dia dimana." Jawab Tama. "Lo kan bisa tanya ke personalia. Siapa tau disana ada berkas profilnya Harsa." Oh, benar juga, pikir Tama. Bisa-bisanya dia baru ingat. "Kalau gitu gue bakal coba, thanks ya To.." Yanto mengangguk menanggapi dan membiarka
Seorang petugas mendatangi sel Harsa untuk memberikan jatah makan. Bibirnya menyeringai menatap Harsa seolah mengasihani. "Sudah dengar berita hari ini?" Si petugas memberikan wadah nasi Harsa sedikit kasar. Kening Harsa sontak berkedut kesal. "Beritahu saya bagaimana caranya saya bisa tau kabar berita jika saya hanya berdiam diri di sel saja?" Sindir Harsa. Memangnya petugas itu tidak punya otak? Sudah jelas Harsa jauh dari media seperti tv, ponsel dan yang lain. Bagaimana dia bisa tau apa-apa yang terjadi di luar sana? "Pacar mu namanya Sera kan?" Harsa melirik cepat. "Dari mana anda tau? Apa dia datang kemari untuk berkunjung?" Bola mata Harsa berbinar penuh harap. Sampai saat ini Harsa masih meyakini diri bahwa kekasihnya akan kembali. Petugas itu mendengkus remeh, "Aku tau dari petugas yang mengawal mu sampai kemari." Katanya, tak lama dia pun melanjutkan, "Dan apa tadi? berkunjung? buat apa?" Demi Tuhan, ekspresi wajahnya saat ini benar-benar menyebalkan. Andai
"Kenapa mereka sangat lama?" Tanya Sera. Dia bahkan sudah mengganti gaun dengan pakaiannya yang semula, tapi kenapa Ibunya tak kunjung datang juga?Jason menghembus nafas kasar. Sejak tadi dia juga sudah jenuh menunggu terlalu lama."Mungkin mereka sudah pulang.""Apa?" Sera menoleh cepat. Mana mungkin mereka tega meninggalkan dia dan Jason begitu saja."Gak mungkin." Ujar Sera."Lebih gak mungkin lagi kalau mereka mencari jas untukku selama ini. ini sudah nyaris dua jam, Sera."Sorot mata Jason tampak penuh keyakinan. "Sepertinya kita di jebak supaya kita pulang berdua."Sera terhenyak..Astaga, bahkan Ibunya juga sama saja dengan sang Ayah."Lebih baik kita pulang saja Sera. Gak ada gunanya lagi menunggu disini."Jason beranjak dari duduknya, "Ayo, biar ku antar kamu pulang."Sera terdiam sejenak, sesaat kemudian dia ikut berdiri dan mengekor mengikuti langkah Jason di depannya. Sera bersumpah, setelah ini dia harus menuntut penjelasan dari Ibunya. Dia tidak suka di perlakukan seen
"Bagaimana?""Aman Tuan. Saya sudah atur beberapa orang untuk memperkuat tuduhan pada Harsa Anggara."Mata tajam Rahadian lantas menatap anak buahnya di balik kacamata yang ia pakai."Bagus. Jangan sampai dia bisa lolos dan keluar dari penjara.""Saya bisa jamin itu Tuan."Rahadian menyeringai puas. Sebuah amplop coklat berisi banyak uang lekas di rogohnya dalam laci meja kerja."Ini bayaran untuk mu."Sama halnya seperti Rahadian. Si anak buah tampak sumringah setelah upahnya berhasil berpindah tangan padanya."Terima kasih Tuan.""hm." Rahadian mengangguk sebelum kembali menambahkan, "Jangan bersantai dulu, sekarang aku punya tugas lain untuk mu.""Apa itu?" Tanya si anak buah penasaran.Setelah berhasil menjebak anjing ke dalam kandangnya, tentu Rahadian tidak akan lengah dan membiarkan seseorang datang untuk melepas anjing itu. Maka, dengan segala kuasanya Rahadian akan mengerahkan segala cara supaya Sera tidak bersikeras datang lagi pada lelaki bernama Harsa itu.•••>"Sera mana
Di sepanjang jalan ke rumah Sera merasakan rasa bersalah yang luar biasa. Bagaimana tidak? Tanpa adanya satu kata, Sera harus meninggalkan keluarga Harsa tanpa kabar. Apa yang akan di pikirkan Harsa tentang sikapnya ini nanti?"Besok malam kita akan melakukan pertemuan. Jangan coba buat kabur lagi Sera."Sera menoleh, "pertemuan apa Ayah?"Pertemuan dengan calon suamimu.Punggung yang sebelumnya layu mendadak tegak dalam sekali waktu, "Calon suami?" Tanyanya."Kenapa? Bukankahkah Ayah pernah mengatakan hal ini sebelumnya? seharusnya kamu gak perlu kaget lagi Sera." Ujar Rahadian. Dari awal dia sudah menduga bahwa anaknya itu akan lupa. Mengingat info tentang Sera memiliki kekasih di tempat kerjanya."Jadi ini maksud Ayah dari persiapan masa depan aku? Tapi kenapa harus secepat ini Ayah?" Ucap Sera tak terima."Kamu pikir Ayah bisa beri waktu kamu lagi setelah kejadian ini?" Tatapan Rahadian begitu tajam dan menohok. Buat emosi Sera yang tadinya naik jadi mereda seketika."Jangan buat
Sera dan kedua orang tua Harsa beranjak dari duduknya ketika melihat Harsa keluar dari ruang rawat. Disana hati Sera mencelos melihat bagaimana kedua tangan Harsa telah di borgol oleh pihak petugas."Mas.." Sera bergumam. Bola matanya bergetar menatap tak tega pada kekasihnya."Sera.."Keduanya lantas mengambil langkah mendekat. Tentu masih dengan pengawalan yang ketat."Mas.. kenapa bisa jadi begini?" Air mata Sera nyaris tumpah. Ternyata dia tidak sekuat itu menghadapi Harsa.Andai tidak ada orang lain selain mereka mungkin Sera sudah menangis meraung dalam dekapan kekasihnya."Aku juga gak tau.." Lirih Harsa. Ada rasa sesal dalam dada ketika melihat kekasihnya harus melihat dia dalam keadaan buruk seperti ini.Harsa menunduk dalam. Merasa malu pada diri sendiri dan orang-orang terkasihnya."Mas..aku yakin kamu gak bersalah. Kamu pasti lagi di fitnah oleh orang tidak bertanggungjawab."Harsa mengangguk dalam diam. Setitik air matanya kini lolos begitu saja.Dengan tegar Sera menghap
"Engga pak, gak mungkin anak saya melakukan semua itu!!""Tapi saksi dan bukti sudah jelas Bu, anak anda adalah tersangka."Tangis Ranti pecah seketika. Dalam sekejap anaknya sudah di tuduh melakukan hal tercela. Bagaimana bisa dia percaya? Harsa adalah anaknya. Dia tahu betul bagaimana perangai sang anak. Jangankan untuk melecehkan orang, menyentuh barang sedikit saja dia tidak akan berani.Apalagi yang di sentuh itu adalah orang asing."Sudah bu, kita tunggu saja sampai Harsa siuman."Harsa yang saat itu pingsan langsung di bawa warga menuju ke klinik terdekat. Di saat yang sama mereka memanggil aparat untuk mengurus segala permasalahan.Ranti dan Mulyo lantas kembali mengambil duduk di kursi yang tersedia, dimana Sera sejak tadi sudah menunggu disana."Gimana Bu, Pak?"Sera adalah satu dari sekian orang yang menolak apa yang di tuduhkan pada Harsa. Tentu saja, setidaknya Sera sudah mengenal dekat Harsa dan tidak mungkin kekasihnya berbuat hal kotor semacam itu.Ranti menggeleng pas
Dua jam sudah anak buah Rahadian sampai di alamat rumah Harsa, dan sudah selama itu pula mereka menguntit tak jauh dari kediaman yang katanya milik kekasih dari putri sang Tuan.Beberapa infomasi baru serta foto pun tak lupa mereka kirim pada Rahadian sebagai bukti bahwa sejauh ini mereka telah bekerja dengan baik.'Kerja bagus, sekarang kalian boleh kembali.'"Ya Tuan?"Salah satu dari mereka coba memastikan bahwa mereka tak salah dengar.'Tugas kalian selesai, kalian boleh kembali. Soal anak saya, biar saya yang urus sendiri.'Karena rupanya Rahadian memiliki rencana yang menurutnya lebih 'menyenangkan' untuk ia beri pada kedua sejoli itu.•••"Jason sudah punya pacar Pa.""Jason, bukankah Papa sudah bilang? Kamu itu sudah Papa jodohkan dengan putri kolega Papa. Kenapa kamu masih aja jalin hubungan sama perempuan lain?"Jason menatap Papanya tak percaya. Awalnya ia pikir semua hanya lelucon belaka. Ia tahu, Papanya itu memang begitu sering membicarakan tentang putri koleganya itu. D
Harsa dan Sera baru sampai di rumah setelah menyempatkan diri mengunjungi salah satu Kakak Harsa yang tinggal di Desa sebelah.Keduanya tampak sangat senang, dilihat dari wajah mereka yang penuh senyum cerah."Ponakan mu lucu ya mas.." Ucap Sera setelah turun lebih dulu dari motor matic kesayangan Harsa."Iya, gemesin yang.."Sera terkekeh geli, "Aku jadi bayangin deh, kalau nanti kita punya anak, anak kita mirip siapa ya?" Celetuk Sera. Gadis itu tampak menerawang jauh pada angan-angannya tanpa menyadari wajah Harsa yang sudah memerah.Entah kenapa dia belum terbiasa memikirkan hal sejauh itu. Makanya sekarang Harsa malah merasa malu."Kok diem mas?" Sera menoleh ketika tak kunjung mendapat respon dari Harsa.Lelaki itu refleks menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya aku mana tau yang..." Katanya.Sera sontak merengut, "Kamu tuh..""Hehehe..." Harsa hanya bisa nyengir lalu memutuskan untuk masuk ke rumah meninggalkan Sera satu langkah di belakang."Harsa pulang bu..."Salam Harsa lan