Delon tak menjawab, dia terus saja menikmati makanan seafood yang di pesannya. Malah kini menyuruh Ratna juga untuk tidak perduli dengan perkataan Aldo yang tadi sempat terlihat membuat mata cantiknya terbeliak sesaat.
"Ouy, Delon!" Setengah berteriak Aldo memanggil Delon dengan tatapan tak percaya kalau sahabatnya itu malah bersikap tak perduli.
"Buktikan, Aldo. Bukan hanya di mulut saja. Omongan tanpa bukti itu namanya hoak!" Dengan tangan meletakkan gelas kosong karena ia teguk di atas meja, Delon menjawab apa yang membuat Aldo penasaran.
"Aduh!" Delon mengadu saat pahanya terasa ada yang mencubit dari bawah meja.
"Apa sih, Dik?" tanya Delon dengan mata melotot ke arah Ratna yang kembali menundukkan wajahnya, yang mungkin kini sedang blushing. Dan menunjukkan wajah tak bersalah.
Delon Kemudian melanjutkan makannya dengan sangat nikmat. Saat melihat Ratna hanya diam saja. Delon pun bersikap seolah tak perduli kalau di sekitarnya
"Sarapan apa, kita pagi ini?" tanya Delon yang baru ikut bergabung di meja makan."Aku bikin bubur ayam, Mas. Menurutku ini cocok untuk sarapan." Ratna menjawab, sebelum memasukkan sendok ke dalam mulutnya.Delon tak lagi menjawab, dia sibuk menyeruput kopi bikinan Ratna."Apakah kau memasak banyak, hari ini?" tanya Bunda yang sudah menghabiskan sarapannya."Ya, aku juga sudah menyiapkan bekal untuk Bunda dan mas Delon. Aku harap cocok di lidah.""Mmm ... Kenapa tidak membuka cafe saja, Dik? Kopimu bikin aku ketagihan." Delon kembali memberikan pendapat yang sama pada Ratna"Akan ku jadikan pertimbangan, hanya saja aku masih tidak percaya diri untuk melakukan inovasi, Mas.""Kau ajaklah sahabatmu untuk bekerja sama, dari situ bakalan tumbuh rasa kembali rasa percaya diri kamu." Delon memberikan usul pada Ratna."Serius?" tanya Ratna sontak menghentikan kunyah nya dan dengan mata tak percaya menatap
Ketiga wanita berseragam sama itu sontak menoleh ke arah ruangan bos Aldo yang dari awal memang tertutup."Pak!" Serempak mbak Nur, Ratna dan mbak Nina menyapa Aldo yang hanya membuka pintunya sedikit saja, sambil menganggukkan kepala."Kopi buatku, mana? Tolong bikinkan juga dong." Ketiganya saling berpandangan, dan entah kenapa pandangan mbak Nur dan Mbak Nina tertuju pada Ratna, yang hanya bisa tersenyum sambil mengangguk."Baik, Pak," ujar Ratna yang kemudian melangkah kembali ke dapur, membuat apa yang pak Aldo tadi minta."Pak, kopinya!" seru Ratna setelah mengetuk pintu ruangan pak Aldo yang tertutup. Dengan baki di kedua tangannya."Masuk!"Mendengar suara perintah dari dalam ruangan, Ratna kemudian memegang baki yang di atasnya berisi secangkir kopi dengan satu tangan, sedang tangan yang lainnya, ia gunakan untuk membuka pintu."Ini kopinya, Pak." Ratna berkata, dengan tangan kembali menutup pintu.
Suara mantan mertuanya membuat Ratna hanya bisa menahan kesal, bola matanya berputar sambil menghela napas panjang. "Ini sebentar, kamu boleh nunggu di sini atau di rumahmu, kita lanjut via aplikasi hijau ya. Tapi hari ini kita jadi kok yang mau ke rumah Rafi." Ratna berpesan dengan rangan meraih tas dan segera keluar pintu menyusul mantan mertuanya. "Aku tunggu di sini aja, ya!" Setengah berteriak Nay, menjawab apa yang tadi Ratna katakan. "Ok!" Ratna menjawab sambil melambaikan tangan kanannya, sebelum menutup pintu. "Mobilmu mana?" tanya ibunya Rizal saat mereka melangkah ke luar pagar salon. "Aku nggak punya mobil, Bu." jawab Ratna santai. "Jangan bohong kamu, masak anak Chalondra tidak mempunyai mobil." Ibunya Rizal langsung menyanggah apa yang tadi Ratna katakan, terlihat bibir bawahnya yang sudah tebal semakin tebal karena dia majukan sedikit. "Ibu tahu dari siapa kalau aku anak Chalondra?" tanya
"Jadi kamu ninggalin ibunya Rizal di kedai bakso, Rat? Hahahaha!" tanya Nay, dari belakang punggung Ratna.Sesuai dengan rencana, siang itu mereka berdua pergi berkunjung ke rumah Rafi."Iyaaa, habis aku kesel Nay, enak aja minta rumah buat Rizal ma istri mudanya, emangnya aku perempuan yang tingkat kebodohannya sudah akut apa?" sahut Ratna, kesel.Nay tak tahan untuk tertawa saat mendengar cerita yang di sampaikan Ratna."Berhenti di sini, Rat!" Nay berseru di sela tawanya, dengan tangan menunjuk sebuah rumah. Membuat Ratna menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah sederhana, yang tadi Nay tunjuk."Ini rumah Rafi kan, Nay? Bener kan?" tanya Ratna antara yakin dan nggak. Matanya menyisir rumah bergaya kuno. Namun, terawat. Halaman luas dengan sebuah pohon jambu biji besar dan rindang.Selintas kenangan masa lalu muncul di benak Ratna, saat matanya melihat bale bambu yang ada di bawah pohon."Iya, emangny
"Bagaimana Delon, apakah mantan suami adikmu sudah kamu keluarkan dari kantor?" Malam itu bunda sengaja mendatangi Delon di ruang kerjanya, mungkin beliau penasaran dengan perkembangan kelanjutan hubungan antara putri dan mantan menantunya. "Tidak, Bun. Ratna memaafkan Rizal." Delon menjawab dengan mengalihkan pandangan ke arah Bunda, menyambut wanita yang mendatanginya. "Apa maksudmu? Apakah dia mau rujuk?" tanya Bunda, dengan menarik salah satu kursi yang ada di depan meja yang di pakai anaknya meletakkan laptop. Untuk beliau duduki. "Tidak ... bukan itu maksudku, Bun. Ratna memaafkan Rizal, tapi tidak untuk rujuk. Bahkan Ratna menolak ajakan Rizal." Delon menjelaskan, kemudian menghela nafas panjang, dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah laptop, mengutik sebentar kemudian menutupnya. "Jadi, sekarang apa keputusanmu tentang Rizal?" "Bunda, tidak usah berbasa basi, sebenarnya apa yang ingin
Ratna menghela nafas panjang, pagi tadi, untuk ke dua kalinya dia telah menerima gaji, dan siang ini dengan surat yang semalam dibuatnya dengan bantuan kakaknya. Perempuan cantik yang mengikat rambut nya serupa dengan ekor kuda itu mantap memutuskan untuk resign dari salon.Ratna, Nay dan Rafi sepakat untuk bekerja sama membangun kafe di rumah Rafi."Bismillah," desis Ratna lirih, sambil memejamkan matanya sesaat, kemudian membukanya lagi.Took! Took!Dengan wajah tegang, Ratna mengetuk pintu ruangan kerja pak Aldo. Berulang kali dia terlihat mendesah dan membuang nafas kasar."Masuk!" Terdengar jawaban dari dalam."Permisi, Pak," pamit Ratna yang membuka pintu dan menunjukkan hanya wajahnya saja."Ratna, masuk!" Seru pak Aldo, tanpa memandanginya."Duduk lah, dan katakan ada maksud apa ke sini?" sambung lelaki yang masih dengan mata terus menatap laptop di mejanya.Sikap pak Aldo yang benar
"Hei, kamu sudah?" tegur Nay, saat mereka berpapasan di pintu masuk ke ruangan dalamRatna tersentak, dia menghentikan langkahnya saat tangan Nay mencolek lengannya."Eh, apa!?" tanya Ratna, rupanya dia tadi melangkah sambil melamun. Hingga tak menyadari saat berpapasan dengan Nay tadi."Kamu sudah belum, ngasih surat pengunduran dirinya?" Nay bertanya dengan tangan kiri melambaikan map berwarna merah ke arah Ratna."Su–sudah, aku sudah." Ratna gelagapan menjawab pertanyaan sahabatnya."Kamu kenapa, Ratna? Sakit, ya?" Mendengar nada bicara Ratna, Nay langsung memicingkan matanya, menatap penuh selidik.Tangan kanan Nay sontak meraba kening Ratna. Dengan tatapan mata yang tampak khawatir."Enggak, kok. Hanya terlalu memikirkan rencana untuk kafe kita nanti," Ratna berbohong, tentu saja dia tak mungkin menceritakan apa yang terjadi sebenarnya."Jangan terlalu di pikir, Rat. En
Mendengar apa yang tadi Ronald serukan. Sontak hati Ratna berdebar. Apalagi saat melihat sebuah mobil yang ia hafal siapa pemiliknya, berhenti menepi dan memilih parkir di seberang jalan."Aku ke kamar mandi dulu, ya." Ratna pamit buru- buru ke Nay, dan segera masuk ke dalam rumah Rafi. Tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya itu.Tak ada yang ia lakukan di kamar mandi, selain mencoba menenangkan debaran hatinya. Tampak berulang kali Ratna menarik nafas panjang melalui hidung, dan membuangnya perlahan melalui mulut.Membasahi kedua kakinya dengan beberapa siraman air, baru kemudian keluar dari kamar mandi setelah dirasa lebih dari cukup.Dengan perlahan, Ratna melangkah mendekati pintu. Terdengar olehnya, gelak tawa di luaran sana, termasuk suara dari orang yang entah kenapa membuat Ratna jadi gelisah seperti ini."Aduh!" serunya dengan suara tertahan, tampak kebimbangan di raut wajah Ratna, antara meneruskan langkahnya atau berdiam diri saja