Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram.
"A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika.
"Bang ...."
Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang.
"Yang ...."
Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.
Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.
Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
"Aku ingin menikah lagi." Sore itu sepulang kerja, Rizal mengutarakan keinginannya pada Ratna, dengan mengulurkan sejumlah uang yang ia letakkan di atas meja, tepat di depan tangan sang istri yang sedang memegang ponsel. "Aku sudah tahu, dan aku siap?" jawab Ratna, dengan wajah tenang. Bahkan tanpa memandang wajah suaminya yang baru saja pulang kerja. "Apa maksudmu?" tanya Rizal yang tak menyangka istrinya akan setenang itu. Dahinya mengernyit, seolah sedang berpikir tentang sikap yang istrinya tampakkan. "Aku siap kau ceraikan." "Tidak, aku tidak ingin kita bercerai, aku janji akan bersikap adil." Rizal sedikit kaget dengan keputusan yang diambil Ratna, di luar perkiraannya. "Adil? Kau tak akan bisa? Aku tahu berapa uang yang sudah kau berikan pada perempuan itu tiap bulannya, dua kali lipat dari yang kau berikan padaku." Rizal sedikit tersentak, tak mengira kalau Ratna bisa tahu apa yang dia lakukan. "Dia seorang
Mendengar teriakan suaminya dari dalam kamar, Ratna meletakkan ponselnya di atas meja dan segera berlalu ke dapur, membuatkan sesuatu untuk suaminya."Mana kopiku?" tanya Rizal untuk kedua kalinya, saat keluar dari kamar dengan penampilan yang berbeda, tampak segar dengan air yang masih menetes di ujung rambutnya."Tidak ada kopi, hanya sisa teh itu pun tawar, gulanya habis," jawab Ratna, dia menunjuk satu-satunya gelas berisi teh di atas meja."Kau keterlaluan! Aku tidak bisa minum sesuatu yang tawar, kamu tahu itu!" sahut Rizal, dengan nada meninggi."Aku tahu, tapi bukan aku penanggung jawab rumah tangga bukan? Uangnya ada di tanganmu, jadi silahkan belanja sesuai dengan keinginanmu." Ratna kembali berkata dengan wajah datar, tangannya kembali memegang ponsel, satu satunya barang berharga yang di miliki, pemberian dari Nita, sahabatnya."Jangan lupa, sisakan uang untuk listrik dan air, dan untuk air minum." Ratna lagi-lagi menambahi apa y
"Jodoh itu sudah ada yang ngatur, Bu. Jangan terlalu di ambil hati,""Ratna--"Bunyi motor masuk ke dalam pagar membuat ibu memilih berhenti berkata, pandangannya beralih ke pintu, seakan sedang menunggu.Rizal masuk ke dalam rumah dengan wajah kesal. Di tangannya tergenggam satu kresek besar berwarna merah dengan logo sebuah toko, yang kemudian ia letakkan dengan kasar di lantai dekat kaki Ratna."Ada apa, Zal. Kamu sepertinya sedang kesal." Ibu bertanya saat melihat muka masam putra kesayangannya.Rizal terdiam, dia hanya menggelengkan kepalanya berulang kali sambil mendengus, tatapan matanya menatap tajam ke arah Ratna yang juga sedang menatapnya dengan tenang. Sepertinya tak ada niat untuknya menjawab pertanyaan sang ibu suri."Habis belanja di mini market, Zal? Waah banyak uang rupanya, biasanya di pasar, nyari yang murahan," ujar sang ibu, yang sepertinya sedang menyindir sang menantu. Tak perduli meski pertanyaannya tadi
"Ini ...." Rizal meletakkan lagi se-kresek besar dengan warna dan logo yang sama seperti yang ibunya tadi bawa pulang, di samping kaki Ratna yang duduk di sofa sedang memegang ponsel, depan TV yang juga sedang menyala. "Mmm ... makasih," jawab Ratna yang meletakkan ponselnya di atas meja, mengalihkan perhatian pada kresek yang di bawa oleh suaminya. Ia keluarkan semua barang dari dalam kresek, kemudian langsung di letakkan ke tempat yang biasanya. "Berasnya, mana? Kamu lupa beli ya?" tanya Ratna saat barang pokok untuk makan sehari hari tidak ia temukan di dalam kresek. "Aku sengaja nggak beli, uangnya sudah habis," jawab Rizal dengan enteng, matanya masih menatap acara di TV. "Terus kita makannya mau pakai apa?" "Di motor ada satu dos mie goreng campur mie kuah. Kau ambillah, untuk sementara kita makan mie dulu, aku butuh banyak uang untuk melamar." Rizal menjawab dengan tangan terus menekan remote control TV. 
Pagi itu Ratna sudah selesai berdandan ala kadarnya, menggunakan kaos, celana panjang yang warnanya sudah tidak jelas, dan tas yang ia miliki sejak masih sekolah SMA dulu. Sengaja Ratna duduk saja di atas kasur, tidak keluar kamar. Entah apa yang Rizal lakukan di luar sana, tidak ada panggilan atau pun gerakan yang memaksanya untuk ke luar kamar. Hingga saat jam di atas pintu menunjukkan pukul sembilan pagi, Ratna keluar dari kamar setelah sebelumnya terdengar bunyi motor milik Rizal keluar dari pagar. Dengan susah payah, barang Rizal yang semalam sudah dimasukkan ke dalam tas besar, ia keluarkan dan diletakkan begitu saja di depan pintu kamar. Ratna mengunci kamarnya dan bergegas pergi dari rumah setelah sebelumnya mengamankan rumah dan menyalakan beberapa lampu. Lima belas menit melakukan perjalanan dengan mengendarai mobil pedesaan, Ratna berhenti di sebuah ATM. Untung saja sepi, Ratna langsung masuk ke dalam
"Apa yang akan kau lakukan, Nay?""Tenang saja, aku nggak bakalan bikin kamu kecewa dengan apa yang akan kukerjakan, sekarang kamu boleh memejamkan mata." Nay mulai beraksi dengan guntingnya."Boleh sambil ngetik, nggak?" tawar Ratna.yang melihat apa yang dikerjakan sahabatnya dari kaca yang besar di depannya."Eh, aku lupa kalau kau adalah penulis picisan.""Hei ...." Mata Ratna langsung membesar indah saat mendengar sahabatnya mengejek sumber uangnya selama ini."Hahahaha, lakukanlah apa yang mau kau lakukan."Ratna terdiam, mata dan tangannya fokus ke benda pipih yang ia pegang."Masya Allah, itu hape yang pernah Nita almarhum kasih, Na? Kamu nggak pernah ganti?" Nay tampak berhenti memainkan guntingnya, dari kaca Ratna melihat betapa herannya wajah Nay melihat ponsel yang ia pegang."Iya, kenapa?" tanya balik Ratna, tanpa sedikit
"Duduk!"Ratna maju ke depan dan menuruti perintah orang yang mungkin akan menjadi bosnya nanti."Sebelumnya kerja apa?""Tidak kerja, Pak. Hanya jadi ibu rumah tangga biasa aja.""Terus ... kenapa sekarang ingin bekerja?""Karena ingin mendapatkan penghasilan sendiri pak.""Suami sudah mengijinkan?""Saya sudah cerai secara agama, pak."Pak Aldo tak bersuara. Namun, mulutnya mengerucut membentuk huruf 'o'. Dengan pandangan tetap fokus ke komputer."Kamu bisa apa lagi?""Saya hanya bisa mengarang, Pak.""Mengarang? Maksudnya gimana?" Kini atasan yang cakepnya nggak ketulungan ini, menolehkan matanya sejenak ke arah Ratna. Kemudian kembali fokus ke komputer."Sebelum cerai dengan suami, saya mencari rejeki dengan menulis cerita secara online, Pak.""Oooo ... menulis.""Permisi, Pak. Ini saya bawakan yang bapak suruh."Nay langsung masuk ke dalam ruangan karena memang pintuny
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien."Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram."A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika."Bang ...."Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang."Yang ...."Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Mas, baju yang mau di bawa yang mana?" tanya Mak siang itu.Mak sengaja di antar pak Ri untuk mengantarkan baju bersih yang akan di pakai Aldo, di rumah sakit. dan membawa balik baju yang sudah kotor untuk Mak cuci di rumah.Tanpa bicara, Aldo yang dengan wajah sangat menampakkan kesedihan, memberikan baju yang sudah ia lipat dalan paperbag yang lumayan besar pada Mak."Mbak gimana, Mas?" tanya Mak, dengan tangan terulur menerima paper bag dari Aldo."Masih tidur, Mak. Tolong doain, ya. Biar bisa cepat pulang ke rumah." Aldo sedikit tersenyum, senyum yang terlihat terpaksa."Iya, Mas. Saya dan Mak selalu berdoa semoga Mbak dan si kembar cepat pulang, biar rumahnya ramai." Pak Ri yang tadinya hanya terdiam mendengarkan, kali ini ikut membuka suara.Sudah sebulan lebih pasca kecelakaan, Ratna tak sadarkan diri. Terbaring lemah dengan beberapa
"Apa tidak sebaiknya kalau kamu, aku antar saja, Yang?" usul Aldo saat melihat istrinya mengambil kunci mobil, pagi itu setelah sarapan bersama."Tidak usah, aku baik baik saja, kok!" jawab Ratna yang mendekat untuk mencium pipi, dan punggung tangan kanan suaminya."Tapi perutmu sudah tak memungkinkan untuk menyetir, Yang ...."Jelas saja Aldo sangat khawatir dengan kondisi Ratna, yang memaksa menyiapkan sendiri acara tujuh bulanan si kembar yang rencananya akan di laksanakan seminggu lagi."Perutku tidak masalah kok, Bang. Asalkan kau tidak lagi terlalu mempermasalahkan," ujar Ratna, yang terus melangkah melewati dapur menuju ruang garasi.Setelah sebelumnya meminta Mak untuk membuka pintu garasi dan juga pintu pagar.Sambil mengikuti istrinya dari belakang, Aldo hanya bisa mengambil nafas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.&n
Ratna terus mengulang pertanyaan yang sama hingga membuat dokter Agni sedikit gemas."Hei! Saya serius, Bu! Anda hamil. Selamat ya ...."Masih banyak lagi pesan yang dikatakan oleh dokter di depannya yang sedang membersihkan perut Ratna dari gel tadi. Namun, Ratna hanya bisa menangis sambil terus memandangi layar."Sekarang anda boleh berbalik ke kanan, baru kemudian bangun dengan perlahan," suruh dokter Agni pada Ratna yang ia ikuti."Benarkan apa yang aku bilang." Siska tersenyum sambil terus memainkan ponselnya."Memangnya dokter Siska bilang apa!" tanya dokter Agni yang kemudian pindah ke kursi miliknya dan menuliskan sesuatu di sana."Cuman minta traktiran kalau mereka berdua terbukti hamil," jawab dokter Siska, yang kemudian tertawa terbahak."Ah dokter Siska, ada ada saja!" seru dokter Agni, yang kemudian memberikan amplop co
"Nay, kamu kenapa?" tanya Ratna, saat tangan membuka pintu di ruangannya.Ini hari pertama Ratna kembali ke kafe setelah dua hari menemani Aldo di rumah."Aku nggak tahu, mungkin masuk angin," jawab Nay, wajahnya basah, dan terlihat menahan sesuatu yang sepertinya akan keluar dari mulut Nay."Kamu periksa saja, Nay. Jangan jangan kamu hamil." Rafi yang datang di belakang Ratna tiba tiba ikut buka suara."Iya, Nay. Periksa aja deh!" Seru Ratna mendukung apa yang di katakan Rafi"Tapi–""Kalau kamu nggak periksa malah fatal, pengin sembuh, terus minum obat anti masuk angin. Eh ... ternyata hamil, gimana? Kan pasti ada resiko dari obat yang kamu minum, Nay." Rafi Langsung memotong pembelaan Nay.Ada iba menggelantung di dada Rafi, melihat kondisi Nay saat ini."Tapi–""P
"Kamu nggak makan? Serius?" tanya Aldo setelah selesai menelan makanan yang tadi di dalam mulutnya kemudian ia dorong dengan cara meminum air mineral, hingga terasa kerongkongannya yang lega."Kenapa?" tanya Ratna, bersuara pelan dengan penuh perhatian."Kalau aku saja yang makan, gimana? Bolehkan? Dari pada jadi mubasir kan sayang, Yang," rayu Aldo, sambil menaik turunkan kedua alisnya bersamaanRatna tersenyum, dan ia sudah menduga sebelumnya. Hanya saja yang masih tidak ia percayai betapa Aldo sudah membuang urat malunya dengan makan sembarangan di tempat umum."Boleh?" tanya Aldo, lagi!"Boleh, silahkan?!"Ratna mendekatkan mangkok yang seharusnya menjadi miliknya untuk lebih dekat lagi dengan Aldo."Makasih ya, Sayang," ucap Aldo yang langsung mengeksekusi mie di hadapannya."Habis ini kita jala
"Sudah datang, Yang?" tanya Aldo yang sedang duduk di depan tv, sambil memangku buku tebal di pahanya. Saat merasa ada seseorang yang tiba tiba sudah mencium pipinya dari belakang."Iya ...." jawab Ratna, yang kemudian melangkah di samping Aldo, setelah tadi mencium pipi dan kening lelaki tampan bermata tajam itu.Dia sengaja pulang awal karena Mak menghubunginya tadi dan mengatakan kalau Aldo sedang sakit."Tadi kata Mak, Abang belum makan apa pun ya, kenapa? Mau aku buatin sesuatu?" tanya Ratna yang sudah duduk di samping kaki Aldo yang sedang selonjoran, sambil mencium punggung tangan suaminya itu. Kemudian berpindah memijat betis Aldo.Selama hampir setahun menikah, baru kali ini Aldo sakit hingga membuat nafsu makannya hilang. Aldo terkenal sangat menjaga sekali kesehatan badannya, dan itu yang membuat Ratna heran."Tidak usah, aku sendiri bingung dengan sakitku. Setiap meli
Ratna terjaga dari tidurnya saat merasakan sentuhan sentuhan halus pada kulit tubuhnya, terutama di bagian dada, tangan itu terasa meremasnya lembut.Ratna menggelinjang kegelian, gelenyar gelenyar kenikmatan itu mulai datang.Posisi tidur Ratna yang miring ke kanan, benar benar membuat tangan milik Aldo itu bergerak sangat bebas dari belakang punggungnya.Pura pura tak ingin di ganggu, Ratna menahan tangan itu. Dan memeluk di dadanya.Tapi beberapa detik kemudian, dia kembali merasakan serangan benda basah dan kenyal itu di bagian leher belakang area telinga dan bahunya yang terbuka.Mengundang sengatan birahi yang lebih besar lagi.Dengan sedikit terpaksa Ratna membuka matanya dan mengerjapnya berulang kali. Dan melihat ke arah jam, masih menunjukkan jam empat pagi."Akhirnya kau bangun juga." Aldo bersuara dengan suar