Siska melangkahkan kakinya lebar-lebar melewati beberapa staf yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Hari masih pagi namun wajah Siska tidak menampakkan senyuman sedikitpun. Siska bertemu dengan seorang wanita yang sedang duduk di mejanya berbincang sebentar sebelum akhirnya wanita itu berdiri dan mengantar Siska menuju pintu yang letaknya tidak jauh dari mejanya. “Permisi pak, Mbak Siska ingin menemui bapak,” ucap wanita itu setelah dia membuka pintu dan Johan terlihat tengah duduk di kursinya. Johan menghela nafas. “biarkan dia masuk,” ucap Johan. Tidak beberapa lama Siska masuk ke dalam ruangan Johan dengan sopan. Setelah sekretaris Johan mengundurkan diri, Siska lalu berjalan menuju meja Johan. “Maaf pak, apa Bapak mengetahui keberadaan Pak Arvan? saya tidak bisa menghubunginya pagi ini,” ucap Siska langsung pada intinya. Alasan dia bertemu Johan karena dia kesulitan menghubungi Arvan. Siska tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi selain Johan karena dia sahabat satu-satunya
Malam sudah merambat naik. Angin yang berhembus juga terasa menusuk kulit namun suasana tenang dan sunyi yang ditawarkan pulau terpencil yang ada di sumbawa ini membuat siapapun masih ingin berdiam sejenak menikmati suara alam dan deburan ombak yang menjadi satu. Apalagi bagi Amanda dan Arvan menemukan tempat setenang ini di jakarta sangat sulit. Suara binatang malam yang berasal dari hutan alam yang ada di belakang mereka dan deburan ombak di depan mereka seakan saling memanggil.Suasana makan malam yang ditawarkan pihak hotel malam ini adalah barbeque. Suasana santai dan bersahabat mulai tercipta di antara pengunjung hotel. Hanya ada sekitar 10-12 orang yang menjadi tamu hotel itu.Resort ini sangat mengutamakan pelayanan. Pelayanan yang diberikan pihak resort sangat spesial dan detail. Pelayanan yang mendetail itu membuat tamu merasa dihargai dan diperhatikan. Pihak resort bahkan tidak keberatan bila tamunya menginginkan makanan yang berbeda dari daftar menu selama chef mereka mamp
Arvan menatap Amanda yang masih tertidur pulas. Hari masih sangat pagi dan udara di luar juga cukup dingin. Bahkan matahari masih belum menampakkan sinarnya namun Arvan sudah terlihat rapi dengan baju kaos dan celana kargo pendeknya.Ditatapnya Amanda yang masih pulas dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Arvan mengingat percakapan mereka semalam. Banyak hal yang mereka bicarakan sebelum mereka tidur. Arvan tersenyum mengingat untuk pertama kalinya pembicaraan santai dan terbuka seperti semalam terjadi diantara mereka. Arvan berharap di kemudian hari hal itu akan menjadi rutinitas mereka sebelum tidur."Maafkan aku, sayang," ucap Arvan sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh Amanda.Dibelainya rambut istrinya dengan sangat pelan."Aku mohon jangan marah, aku sungguh minta maaf," ucap Arvan lalu mengecup kening Amanda.Tidak beberapa lama Arvan keluar dari tenda penginapannya dengan pelan-pelan agar Amanda tidak menyadari kepergiannya.***Arvan berdiri menatap air terjun
Menjelang pukul 11 siang rombongan Arvan kembali ke tenda penginapan setelah puas menikmati sejuk dan indahnya pemandangan yang disuguhkan air terjun Mata Jitu. Rombongan ini memutuskan kembali ke penginapan dan beristirahat sejenak sebelum nanti mereka kembali akan menjelajah lautan untuk melakukan snorkeling. Arvan kembali ke tendanya dengan perasaan gugup. Entah alasan apa yang akan dia utarakan pada Amanda. Mengatakan kalau dia menikmati air terjun tanpa dirinya? Istrinya pasti akan memusuhinya. Arvan masuk kamar dan tidak melihat Amanda. Namun dia mendengar suara air dari kamar mandi.Tidak beberapa lama, Amanda keluar dan melihat Arvan dengan tatapan penuh curiga. Sedangkan Arvan menatap Amanda penuh senyuman."Dari mana?" Tanya Amanda curiga."Kamu baru selesai mandi? Tidak seperti biasanya," ucap Arvan heran karena kebiasaan Amanda yang selalu bangun pagi. Tapi hari ini, dia bahkan telat mandi."Mas Arvan kemana? Kenapa tidak membangunkanku," ucap Amanda.Dia juga heran. Baga
Kali ini Arvan cukup menyesali keputusannya memperlihatkan pemandangan di sekitar Air Terjun Mata Jitu yang diambilnya dalam tanggapan kamera ponsel kepada Amanda karena istrinya kali ini merajuk bahkan tidak ingin berbicara dengannya. Bukannya marah Arvan merasa gemas dengan sikap Amanda saat merajuk Namun juga tidak bisa melakukan apapun. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah Arvan, Amanda yang bersikeras ingin melihat pemandangan disana. Tapi setelah melihatnya, wajah Amanda semakin terlihat kesal bahkan tidak ingin mengajak Arvan bicara. Bahkan ketika mereka berada di tengah laut sekalipun, Amanda berusaha menghindar menatap Arvan. Dia akan membalikkan badannya membelakangi Arvan, tapi hal itu justru dimanfaatkan Arvan untuk memeluk istrinya dari belakang bahkan tanpa malu mencium pundak Amanda. Saat amanda mendelik padanya, Arvan hanya akan membalasnya dengan tersenyum lebar membuat Amanda semakin kesal. Jika mereka sedang terlibat perang dingin namun dimata tamu lain mereka terliha
Arvan dan Amanda duduk santai di beranda depan tenda mereka. Terdapat 2 kursi kayu yang disediakan di setiap tenda. Selepas makan malam bersama mereka memilih kembali ke tenda dan berakhir dengan duduk di depan tenda mereka. Mereka memilih menikmati malam terakhir di pulau ‘private’ mereka sambil menatap langit yang penuh dengan bintang. Langit terlihat bercahaya dengan sempurna karena ada jutaan bintang yang menghiasinya. Arvan menyelimuti Amanda dengan selimut yang cukup tebal karena khawatir istrinya akan masuk angin mengingat mereka juga tiba disana setelah menjelajah lautan saat menjelang malam.“Aku tidak akan melupakan tempat ini,” ucap Arvan memecahkan keheningan.Amanda yang duduk di kursi lain mengangguk menyetujui ucapan Arvan. Yah. Tempat ini memang tidak akan terlupakan. Suasananya yang tenang, kondisi alamnya yang masih alami dan pelayanan yang mereka terima selama di resort semuanya sangat memuaskan. Selain itu, Amanda merasa hubungannya dengan Arvan jauh lebih baik se
Minggu pagi, Arvan dan Amanda masih terlihat dengan pakaian rumahannya dan sedang malas beraktivitas diluar rumah. Arvan dengan santai selonjoran di sofa dan Amanda yang masih berada di kamar setelah selesai mandi.Syukurlah hari masih weekend jadi mereka masih memiliki waktu beristirahat setelah sampai jakarta kemarin pagi. Rasanya tubuh mereka baru merasakan lelah. Padahal selama liburan kemarin baik Amanda ataupun Arvan sama sekali tidak merasakan kelelahan. Sepertinya tubuh mereka masih menginginkan liburan karena sangat berdampak positif bagi tubuh dan pikiran mereka. Amanda keluar dari kamar dan langsung menuju dapur. memeriksa lemari pendingin melihat bahan makanan yang mungkin masih bisa dipakai setelah ditinggalkan selama satu minggu. Sambil menghela nafasnya Amanda menutup kembali lemari pendingin menyadari tidak banyak yang bisa dimasak karena sayur yang disimpan sudah terlihat layu. Sepertinya dia memiliki pekerjaan baru membersihkan lemari pendingin dan mengisinya dengan
“Saya ingin bicara, pak,” ucap Siska begitu masuk ke dalam ruang kerja Arvan.Arvan tidak bisa mengelak karena wanita itu langsung menutup pintu ruangan. dan berjalan mendekati Arvan. Arvan menghela nafasnya. Rencananya membuat Siska sibuk seharian ini ternyata tidak menyurutkan niat wanita itu menemuinya secara pribadi.“katakan saja Siska,” ucap Arvan berusaha tidak menggubris kehadiran sekretarisnya dengan tetap berkonsentrasi pada layar laptopnya.“Kenapa bapak tidak memberitahukan saya mengenai perubahan jadwal keluar kota bapak kemarin? Banyak pertemuan dengan klien yang harus saya ubah pak,” ucap Siska dengan sedikit emosi.Arvan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Bukankah sudah aku beritahu bahwa Johan akan menghandle semuanya," ucap Arvan lagi."Tapi sebelumnya bapak mengatakan hanya pergi selama dua hari, bukan satu minggu," ucap Siska kesal.“Perubahan rencana, Siska. Tapi semuanya bisa teratasi bukan?” ucap Arvan santai.Siska semakin kesal melihat Arvan yang terlihat
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da