Arvan dan Amanda duduk santai di beranda depan tenda mereka. Terdapat 2 kursi kayu yang disediakan di setiap tenda. Selepas makan malam bersama mereka memilih kembali ke tenda dan berakhir dengan duduk di depan tenda mereka. Mereka memilih menikmati malam terakhir di pulau ‘private’ mereka sambil menatap langit yang penuh dengan bintang. Langit terlihat bercahaya dengan sempurna karena ada jutaan bintang yang menghiasinya. Arvan menyelimuti Amanda dengan selimut yang cukup tebal karena khawatir istrinya akan masuk angin mengingat mereka juga tiba disana setelah menjelajah lautan saat menjelang malam.“Aku tidak akan melupakan tempat ini,” ucap Arvan memecahkan keheningan.Amanda yang duduk di kursi lain mengangguk menyetujui ucapan Arvan. Yah. Tempat ini memang tidak akan terlupakan. Suasananya yang tenang, kondisi alamnya yang masih alami dan pelayanan yang mereka terima selama di resort semuanya sangat memuaskan. Selain itu, Amanda merasa hubungannya dengan Arvan jauh lebih baik se
Minggu pagi, Arvan dan Amanda masih terlihat dengan pakaian rumahannya dan sedang malas beraktivitas diluar rumah. Arvan dengan santai selonjoran di sofa dan Amanda yang masih berada di kamar setelah selesai mandi.Syukurlah hari masih weekend jadi mereka masih memiliki waktu beristirahat setelah sampai jakarta kemarin pagi. Rasanya tubuh mereka baru merasakan lelah. Padahal selama liburan kemarin baik Amanda ataupun Arvan sama sekali tidak merasakan kelelahan. Sepertinya tubuh mereka masih menginginkan liburan karena sangat berdampak positif bagi tubuh dan pikiran mereka. Amanda keluar dari kamar dan langsung menuju dapur. memeriksa lemari pendingin melihat bahan makanan yang mungkin masih bisa dipakai setelah ditinggalkan selama satu minggu. Sambil menghela nafasnya Amanda menutup kembali lemari pendingin menyadari tidak banyak yang bisa dimasak karena sayur yang disimpan sudah terlihat layu. Sepertinya dia memiliki pekerjaan baru membersihkan lemari pendingin dan mengisinya dengan
“Saya ingin bicara, pak,” ucap Siska begitu masuk ke dalam ruang kerja Arvan.Arvan tidak bisa mengelak karena wanita itu langsung menutup pintu ruangan. dan berjalan mendekati Arvan. Arvan menghela nafasnya. Rencananya membuat Siska sibuk seharian ini ternyata tidak menyurutkan niat wanita itu menemuinya secara pribadi.“katakan saja Siska,” ucap Arvan berusaha tidak menggubris kehadiran sekretarisnya dengan tetap berkonsentrasi pada layar laptopnya.“Kenapa bapak tidak memberitahukan saya mengenai perubahan jadwal keluar kota bapak kemarin? Banyak pertemuan dengan klien yang harus saya ubah pak,” ucap Siska dengan sedikit emosi.Arvan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Bukankah sudah aku beritahu bahwa Johan akan menghandle semuanya," ucap Arvan lagi."Tapi sebelumnya bapak mengatakan hanya pergi selama dua hari, bukan satu minggu," ucap Siska kesal.“Perubahan rencana, Siska. Tapi semuanya bisa teratasi bukan?” ucap Arvan santai.Siska semakin kesal melihat Arvan yang terlihat
“Hai,, cantik,, boleh aku menggendongmu,” ucap Arvan di depan ranjang bayi. Tangan Arvan langsung di tepis. dan ketika Arvan berbalik, terlihat Johan yang sudah memandangnya dengan galak. “hati-hati bila ingin menyentuhnya,” ucap Johan galak. “dasar… Aku bahkan belum menyentuhnya sedikitpun,” ucap Arvan kesal. “sebaiknya jangan. Nanti kamu bisa membawa pengaruh buruk untuk putriku,” balas Johan dengan senyum mengejek. “Sialan.., kamu kira aku kuman,” ucap Arvan sambil melilitkan tangannya ke leher Johan. Jika Johan mengajaknya berkelahi, Arvan sangat siap. Dia sudah berniat membanting Johan dengan tenaga penuh. “Sudahlah,, kalian ini seperti anak kecil saja,” ucap Tasya dari ranjang pasien sambil menggelengkan kepala memperhatikan tingkah dua pria berumur yang seperti anak kecil yang sedang memperebutkan mainan. “aku ingin melindungi putri kita sayang,” ucap Johan melakukan pembelaan. “dimana Amanda, Aku tidak melihatnya,” ucap Tasya yang memilih tidak menghiraukan suaminya. Jo
"Kalian belum tahu? Astaga.. apa mama sudah merusak rahasia kalian," ucap Sinta sambil menutup mulutnya dan menatap Amanda dengan tatapan bersalah.Johan merasa dibohongi kali ini, dia beranjak dan menghampiri Arvan."Kamu tidak ingin berbagi berita bahagia ini dengan kami yah," ucap Johan sambil menyenggol Arvan."Bukan begitu. Janin di dalam perut Amanda bahkan masih sangat kecil. Kami pikir akan mengatakannya saat usia kandungan Amanda sedikit lebih besar," ucap Arvan melakukan pembelaan."Oh.. Tuhan, kienara akan memiliki teman bermain, kemarilah Amanda," pinta Tasya dengan wajah sumringah penuh bahagia mendengar kabar bahagia itu.Amanda beranjak dari duduknya dan duduk di sebelah Tasya."Semoga ibu dan bayi di dalam kandungan sehat selalu," ucap Tasya sambil mengelus perut amanda yang masih rata."Terima kasih, mbak Tasya," ucap Amanda yang langsung memeluk Tasya. Tasya juga membalas pelukkan Amanda. Tasya tahu seperti apa perasaan Amanda saat ini. Dan dia bahagia untuk hal itu.
Sejak mengetahui kehamilan Amanda, Arvan menjadi lebih perhatian, bahkan cenderung overprotektif. Arvan selalu berusaha pulang lebih awal. Meminta Amanda untuk tidak terlalu kelelahan mengurus apartemen mereka dan akan protes bila Amanda terlalu lama di dapur. Arvan beralasan kalau dia tidak ingin Amanda terlalu lelah dan berpengaruh pada kondisi dan kesehatan bayi dalam kandungan Amanda. Bagaimanapun dokter menyarankan istrinya untuk lebih banyak istirahat. "Aku sudah bilang engga perlu masak banyak banyak. kita bisa pesan," protes Arvan melihat Amanda yang sibuk di dapur."Mas.. ini tuh cuma perkedel, sayur asem sama ayam goreng," ucap amanda membela diri.. Dia mulai merasa Arvan sedikit berlebihan membatasi kegiatan yang dilakukannya."Tetap aja.. kamu bisa capek," ucap Arvan sambil membantu Amanda membawa semua hidangan yang telah disiapkan istrinya ke atas meja makan.Sungguh Arvan tidak masalah bila harus memesan makan tiap hari. Ada banyak pilihan makanan diluar sana jadi dia
Sesuai janjinya, akhir minggu Arvan membawa Amanda melintasi jalanan menuju depok. Mereka sudah berangkat sekitar pukul 8 pagi karena tidak ingin terhambat macet. Amanda sudah membawa buah tangan berupa buah-buahan segar yang akan dibagikannya kepada perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa. Amanda sadar dia berhutang banyak pada dokter dan perawat disana. Tanpa mereka entah akan seperti apa nasib mamanya. Tanpa pengabdian dan kerja keras tim kesehatan disana mungkin Amanda sudah menyerah atas kesembuhan mamanya. Bingkisan yang dibawanya tidak berarti apapun jika dibandingkan jasa dan perhatian yang diberikan perawat disana demi kesembuhan mamanya. Sepanjang perjalanan Amanda terlarut memikirkan mamanya yang terakhir kali ditemuinya kondisinya jauh membaik. Mamanya sudah mau berbicara dengan banyak orang. Mamanya sudah sangat jarang mengamuk. Dokter bahkan mengatakan jika kondisinya tetap stabil dan mulai bisa berkomunikasi dengan baik bukan tidak mungkin, mamanya bisa dinyatakan semb
Malam di kota Jakarta semakin tinggi, tapi Amanda dan Arvan masih disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Amanda masih ingin rebahan di depan televisi sambil menonton drama favoritnya sedangkan Arvan terlihat duduk di meja makan dengan laptop di depannya.Semenjak menikah dengan Arvan dan menjalani kehidupan full sebagai ibu rumah tangga yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah. Demi menghilangkan jenuhnya di awal pernikahan, Amanda sering memutarkan drama yang ada di salah satu stasiun televisi, hingga tanpa sadar sekarang dia menjadi salah satu penonton setia dari drama itu. Drama yang ditonton Amanda bercerita tentang pasangan suami istri yang terus diuji selama menjalani pernikahan, pada awalnya mereka tidak mendapat restu dari ibu sang wanita, yang menganggap pria yang dinikahi anaknya adalah seorang berandalan. tidak hanya itu, bahkan ayah sang wanita dan ayah sang pria merupakan musuh bebuyutan. Hingga sekarang setelah mereka memiliki anak, masalah demi masalah tidak
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da