Sesuai janjinya, akhir minggu Arvan membawa Amanda melintasi jalanan menuju depok. Mereka sudah berangkat sekitar pukul 8 pagi karena tidak ingin terhambat macet. Amanda sudah membawa buah tangan berupa buah-buahan segar yang akan dibagikannya kepada perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa. Amanda sadar dia berhutang banyak pada dokter dan perawat disana. Tanpa mereka entah akan seperti apa nasib mamanya. Tanpa pengabdian dan kerja keras tim kesehatan disana mungkin Amanda sudah menyerah atas kesembuhan mamanya. Bingkisan yang dibawanya tidak berarti apapun jika dibandingkan jasa dan perhatian yang diberikan perawat disana demi kesembuhan mamanya. Sepanjang perjalanan Amanda terlarut memikirkan mamanya yang terakhir kali ditemuinya kondisinya jauh membaik. Mamanya sudah mau berbicara dengan banyak orang. Mamanya sudah sangat jarang mengamuk. Dokter bahkan mengatakan jika kondisinya tetap stabil dan mulai bisa berkomunikasi dengan baik bukan tidak mungkin, mamanya bisa dinyatakan semb
Malam di kota Jakarta semakin tinggi, tapi Amanda dan Arvan masih disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Amanda masih ingin rebahan di depan televisi sambil menonton drama favoritnya sedangkan Arvan terlihat duduk di meja makan dengan laptop di depannya.Semenjak menikah dengan Arvan dan menjalani kehidupan full sebagai ibu rumah tangga yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah. Demi menghilangkan jenuhnya di awal pernikahan, Amanda sering memutarkan drama yang ada di salah satu stasiun televisi, hingga tanpa sadar sekarang dia menjadi salah satu penonton setia dari drama itu. Drama yang ditonton Amanda bercerita tentang pasangan suami istri yang terus diuji selama menjalani pernikahan, pada awalnya mereka tidak mendapat restu dari ibu sang wanita, yang menganggap pria yang dinikahi anaknya adalah seorang berandalan. tidak hanya itu, bahkan ayah sang wanita dan ayah sang pria merupakan musuh bebuyutan. Hingga sekarang setelah mereka memiliki anak, masalah demi masalah tidak
“Jo… kita balik bareng yah, gue mesti jemput Amanda dirumah loe,” ucap Arvan pada Johan sambil berjalan beriringan menuju tempat parkir.“Okey,” Jawab Johan.Tidak lama mereka lalu menaiki mobil masing-masing, menyalakannya dan melajukan mobil meninggalkan tempat parkir perusahaan mereka. Arvan bersyukur hari ini berakhir dengan lancar. Tidak ada jadwal rapat. Tidak terlalu banyak masalah yang terjadi di kantor. Entah apa jadinya bila dia sampai terjebak di kantor hingga malam, Amanda mungkin akan cemas memikirkan dirinya.Pagi tadi, Amanda meminta Arvan untuk mengantarnya menemui Tasya di rumahnya dengan alasan dia kangen melihat Keinara. Dan ingin menemani Tasya dan Kienara hari ini. Bayi mungil itu memang selalu berhasil menarik hati orang-orang di sekitarnya.Tasya yang memang sudah pulang dari rumah sakit sejak beberapa hari lalu, Namun karena Arvan yang terlalu sibuk bekerja mereka belum sempat berkunjung lagi. Mereka memang ikut mengantarkan kienara pulang ke rumahnya setelah d
Siska berjalan dengan cepat sambil menahan emosinya. Di tangannya selembar kertas tengah diremasnya kuat. Dia baru tiba ke kantor pagi ini siap memulai paginya yang semakin berantakan karena Arvan yang semakin menjauhinya. Lalu dia menerima panggilan dari HRD dan sekarang disinilah dia. Berjalan dengan penuh emosi menuju pintu dimana Arvan mungkin saja sudah ada di dalam ruangannya. Siska terkejut dengan berita yang disampaikan padanya. Terkejut sekaligus marah. Dia sungguh tidak terima Arvan membuangnya begitu saja. Dengan langkah besar dan emosi yang siap meledak, Siska menghampiri ruang kerja Arvan. Hari bahkan masih terlalu pagi untuk bersitegang tapi dia tidak peduli. Dia bahkan tidak memperdulikan sapaan sesama rekan kerja yang dilewatinya. Dia tidak peduli saat ini masih jam kerja dan Arvan masih berstatus bossnya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu seperti biasanya, Siska menerobos masuk. Membuat Arvan yang sedang fokus pada berkas di mejanya mengangkat wajahnya terkejut. "
Arvan baru kembali ke apartemen setelah lewat jam makan malam. Dia sudah meminta Amanda untuk makan lebih dulu. tidak perlu menunggunya karena dia mungkin akan pulang cukup larut. tentu Arvan tidak ingin Amanda telat makan lalu jatuh sakit. Apalagi bila hal itu berdampak pada kandungannya.Arvan membuka kancing kemejanya dengan kasar. Sambil berjalan menuju kamarnya dia menghela nafasnya berat. Tubuh dan pikirannya sudah terkuras dengan permasalahan kantor. Tubuhnya rasanya akan remuk saja. Tapi kembali ke rumah adalah sesuatu yang selalu dinantikan Arvan karena dia tahu Amanda berada dirumah menunggunya dengan senyuman dan pelukan hangat dan masakan yang lezat. Semua itu seakan mengisi lagi tenaga Arvan yang sudah terkuras seharian. sayangnya malam ini dia tidak dapat merasakan masakan istrinya yang lezat itu.Arvan masuk kamar dan mendengar suara air di kamar mandi. Amanda pasti sedang berada disana. Arvan tersenyum entah untuk apa. yang dia tahu, bahwa dirinya menyukai kehidupannya
21+Malam semakin tinggi, namun dua anak manusia masih terhanyut dalam pergumulan mereka. udara yang ada di dalam kamar semakin panas karena intensitas percintaan mereka yang semakin bergairah. peluh dan keringat menjadi bukti dari percintaan yang mereka lakukan. Desahan dan erangan yang terlepas dari bibir keduanya seakan menjadi musik yang mengiringi kegiatan mereka malam itu. Keduanya berciuman dengan sangat intim. Lidah mereka saling bertaut seolah tidak ingin terpisah. Ciuman yang dalam dan basah semakin menggila seiring masukkan inti Arvan ke dalam inti Amanda. Saat penyatuan mereka terjadi, Arvan bergerak dengan lembut. Arvan menahan hasrat didalam tubuhnya untuk bermain sedikit liar karena tidak ingin tubuh istrinya terlalu berguncang. Tubuhnya ditahan agar tidak terlalu menindih Amanda.Setiap Arvan bergerak rasanya Amanda ingin mengikuti irama sang suami tapi ditahan oleh Arvan. Arvan tidak membiarkan tubuh Amanda menggeliat terlalu keras.Ciuman Arvan beralih ke leher dan s
Amanda duduk termenung di sebuah bangku taman. taman itu terlihat luas dan banyak orang menghabiskan waktu disana. Beberapa orang terlihat lalu lalang. Suasana disana sangat ramai dan menyenangkan namun perasaan Amada sangat tidak menentu. Rasanya dirinya hanya sendirian terjebak dalam pikirannya yang menerawang pada rekaman yang didapatnya tadi. Setelah mendapatkan rekaman itu, Amanda tidak dapat berpikir jernih. perasaan dan pikirannya menjadi kacau. Merasa pengap di dalam Apartemen, membuat Amanda memilih melangkahkan kakinya keluar apartemen mencari angin segar berharap dapat menjernihkan pikirannya. Namun langkah kakinya yang tanpa tujuan justru membawanya melangkah semakin jauh dari kawasan Apartemen hingga berakhir di taman ini. Amanda memandang satu keluarga dengan ayah dan anak yang sedang berlarian sedangkan ibunya terlihat sibuk merapikan barang. Sepertinya mereka akan pulang, mungkin karena cuaca sedang mendung dan hari juga sudah mulai sore. Melihat dari ekspresi ketiga
“Boleh saya bertanya sesuatu?” ucap Siska setelah tiba di depan meja Arvan“Apa yang ingin kamu ketahui, Siska,” nada suara Arvan masih datarSiska menarik nafasnya beberapa kali. Berusaha menahan gejolak di dadanya."Seingatku di awal pernikahanmu dengan Amanda, kamu masih membencinya hingga kita masih sering menghabiskan waktu berdua," ucap Siska. Suaranya terdengar serak seperti sedang menahan tangis."Itu benar. Saat itu aku masih membencinya," jawab Arvan.Siska merasa sedikit senang mendengar ucapan Arvan."Tapi beberapa bulan ini kamu mulai menghindariku dengan berbagai alasan, dan aku mendengar bahwa istrimu sedang hamil," suara Siska berusaha tegar."Lalu," ucap Arvan acuh."Aku penasaran. Apa perubahan sikapmu karena kamu memang mencintainya atau karena dia sedang mengandung anakmu," ucap Siska setelah jeda yang cukup lama."Apa itu sesuatu yang penting untukmu," tanya Arvan masih dengan nada acuhnya."Tentu. Apa karena dia hamil anak darimu dan kamu hanya ingin bertanggung j