Amanda duduk termenung di sebuah bangku taman. taman itu terlihat luas dan banyak orang menghabiskan waktu disana. Beberapa orang terlihat lalu lalang. Suasana disana sangat ramai dan menyenangkan namun perasaan Amada sangat tidak menentu. Rasanya dirinya hanya sendirian terjebak dalam pikirannya yang menerawang pada rekaman yang didapatnya tadi. Setelah mendapatkan rekaman itu, Amanda tidak dapat berpikir jernih. perasaan dan pikirannya menjadi kacau. Merasa pengap di dalam Apartemen, membuat Amanda memilih melangkahkan kakinya keluar apartemen mencari angin segar berharap dapat menjernihkan pikirannya. Namun langkah kakinya yang tanpa tujuan justru membawanya melangkah semakin jauh dari kawasan Apartemen hingga berakhir di taman ini. Amanda memandang satu keluarga dengan ayah dan anak yang sedang berlarian sedangkan ibunya terlihat sibuk merapikan barang. Sepertinya mereka akan pulang, mungkin karena cuaca sedang mendung dan hari juga sudah mulai sore. Melihat dari ekspresi ketiga
“Boleh saya bertanya sesuatu?” ucap Siska setelah tiba di depan meja Arvan“Apa yang ingin kamu ketahui, Siska,” nada suara Arvan masih datarSiska menarik nafasnya beberapa kali. Berusaha menahan gejolak di dadanya."Seingatku di awal pernikahanmu dengan Amanda, kamu masih membencinya hingga kita masih sering menghabiskan waktu berdua," ucap Siska. Suaranya terdengar serak seperti sedang menahan tangis."Itu benar. Saat itu aku masih membencinya," jawab Arvan.Siska merasa sedikit senang mendengar ucapan Arvan."Tapi beberapa bulan ini kamu mulai menghindariku dengan berbagai alasan, dan aku mendengar bahwa istrimu sedang hamil," suara Siska berusaha tegar."Lalu," ucap Arvan acuh."Aku penasaran. Apa perubahan sikapmu karena kamu memang mencintainya atau karena dia sedang mengandung anakmu," ucap Siska setelah jeda yang cukup lama."Apa itu sesuatu yang penting untukmu," tanya Arvan masih dengan nada acuhnya."Tentu. Apa karena dia hamil anak darimu dan kamu hanya ingin bertanggung j
Malam hari, Amanda dan Arvan tidur saling membelakangi. Amanda yang masih kesal dan meragukan perasaan Arvan memutuskan untuk tidur lebih awal. Sedangkan Arvan juga merasa kesal pada Amanda yang bersikap begitu ceroboh dan tidak peduli dengan kesehatannya. Dia sedang mengandung sekarang, bisa-bisanya dia keluar hingga kehujanan begitu.Sebenarnya bukan saja karena kesal pada Arvan hingga Amanda memilih istirahat lebih awal. Dia merasa badannya sedikit hangat. Baiklah dia memang bersalah karena bisa melupakan kondisinya yang sedang hamil dan justru duduk di kursi taman hingga hujan membasahi seluruh tubuhnya. Dia memang sudah bersikap egois namun tidak ingin mengakuinya. Terlalu gengsi juga mengatakan pada Arvan kalau mungkin dia akan sakit. Akhirnya Amanda memilih tidur cepat. Mungkin dengan begitu badannya bisa kembali fit.Arvan masih terjaga dengan gadget di pangkuannya saat dilihatnya Amanda tidak nyaman dalam tidurnya. Istrinya terlihat mengubah posisi tidur beberapa kali. Hingga
Hanya satu hari. Amanda menginap di klinik hanya satu hari. Dokter langsung mengijinkannya untuk pulang. Hasil pemeriksaan juga tidak menunjukkan adanya komplikasi berbahaya bagi kandungannya. Hanya dehidrasi ringan dan istirahat yang cukup akan memulihkan kondisinya dengan cepat. Waktu yang singkat tapi memberikan kenangan yang berarti bagi Amanda. Amanda merasa terharu melihat bagaimana Arvan sangat telaten mengurusnya. Memastikan dia minum obat yang diresepkan dokter, memastikan infus di tangannya berjalan dengan lancar. Arvan bahkan tidak canggung menyuapi Amanda saat dilihatnya Amanda kesusahan makan karena selang infus di tangan. Kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka juga selesai saat itu juga. Terkadang, Arvan menggodanya dengan mengungkit rekaman itu hanya untuk melihat wajah Amanda memerah karena malu. Yang bisa dilakukan Amanda hanya berpura-pura kesal. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke apartemen setelah Amanda diperbolehkan pulang. Banyak senyum dan tawa ri
“Aku ingin bertemu mama,” pinta Amanda di sela tangisnya. “Kamu baru keluar rumah sakit, sayang, sebaiknya istirahat dulu,” ucap Arvan menolak ide istrinya. “Aku harus menemui mama, mas,” ucap Amanda bersikeras. “Aku akan menelpon rumah sakit memastikan kalau mama baik-baik saja,” ucap Arvan berusaha menenangkan. Amanda tidak dapat berhenti menangis. Dia membayangkan seseorang yang mungkin saja akan membahayakan nyawa mamanya. Dia tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada mamanya. Amanda tidak dapat berpikir jernih mengenai siapa yang mungkin mengirimkan paket itu, yang ada di kepalanya saat ini kenyataan bahwa nyawa mamanya sedang terancam. hal itu airmatanya semakin mengalir deras. Arvan mengambil ponselnya, memilih menjauh dari Amanda sebentar sambil berusaha menghubungi pihak rumah sakit jiwa tempat Rosa dirawat. Arvan berbincang sebentar sambil sesekali memperhatikan Amanda yang masih sesenggukan karena paket sialan itu. “Mama baik-baik saja, sayang, aku baru saja mendapat
Dua hari berselang setelah paket misterius yang sampai di apartemen mereka. Arvan berusaha mencari tahu apakah Amanda pernah mendapatkan paket serupa sebelumnya dan Amanda hanya menggeleng. Bukan karena sungguh tidak ada, melainkan Amanda berusaha menutupi paket yang pernah diterimanya beberapa waktu yang lalu. karena dia hanya tidak ingin Arvan memikirkan masalah ini terlalu larut. Amanda hanya ingin berpikir positif kalau itu hanya kerjaan orang iseng."Yakin aku tinggal nggak masalah? Aku bisa nemenin kamu dirumah?" Tanya Arvan memastikan.Arvan tadinya berniat akan bolos kerja hari ini. Dia khawatir jika paket misterius seperti kemarin datang lagi. namun Amanda bersikeras menyuruhnya tetap bekerja. Dan memastikan kalau yang dipikirkan Arvan tidak akan terjadi."Aku baik baik saja mas. Lagian aku nggak akan kemana mana selain di apartemen," ucap Amanda memastikan kalau dia baik baik saja.Ucapan Amanda ada benarnya. Istrinya berada di Apartemen mereka, Tempat aman dimana hanya dir
Arvan berlari menelusuri lorong berwarna putih. Dia langsung berlari seperti orang gila meninggalkan kantornya setelah mendengar kabar dari satpam yang menjaga apartemen tempat tinggalnya bahwa Amanda hampir saja mengalami kecelakaan di depan gerbang utama apartemen mereka dan sedang mendapat perawatan di salah satu rumah sakit di sekitar kawasan tersebut. Tanpa pikir panjang Arvan langsung meluncur mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk dapat sampai rumah sakit secepatnya.Arvan menelusuri setiap ruangan rumah sakit sampai dia menemukan sebuah Instalasi Gawat Darurat. Dia segera masuk kesana memeriksa setiap tirai sampai berhenti salah satu tirai di dekat tembok. Dia menemukan amanda sedang duduk dengan kaki diperban dan seorang perawat yang baru saja selesai melakukan pemeriksaan. Arvan segera menghampiri istrinya."Kamu nggak kenapa-kenapa? Bagaimana bisa kejadian? Aku udah bilang jangan kemana mana, bukan," ucap Arvan dengan nada cemas. Wajahnya tidak dapat menutupi ra
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da