“Aku ingin bertemu mama,” pinta Amanda di sela tangisnya. “Kamu baru keluar rumah sakit, sayang, sebaiknya istirahat dulu,” ucap Arvan menolak ide istrinya. “Aku harus menemui mama, mas,” ucap Amanda bersikeras. “Aku akan menelpon rumah sakit memastikan kalau mama baik-baik saja,” ucap Arvan berusaha menenangkan. Amanda tidak dapat berhenti menangis. Dia membayangkan seseorang yang mungkin saja akan membahayakan nyawa mamanya. Dia tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada mamanya. Amanda tidak dapat berpikir jernih mengenai siapa yang mungkin mengirimkan paket itu, yang ada di kepalanya saat ini kenyataan bahwa nyawa mamanya sedang terancam. hal itu airmatanya semakin mengalir deras. Arvan mengambil ponselnya, memilih menjauh dari Amanda sebentar sambil berusaha menghubungi pihak rumah sakit jiwa tempat Rosa dirawat. Arvan berbincang sebentar sambil sesekali memperhatikan Amanda yang masih sesenggukan karena paket sialan itu. “Mama baik-baik saja, sayang, aku baru saja mendapat
Dua hari berselang setelah paket misterius yang sampai di apartemen mereka. Arvan berusaha mencari tahu apakah Amanda pernah mendapatkan paket serupa sebelumnya dan Amanda hanya menggeleng. Bukan karena sungguh tidak ada, melainkan Amanda berusaha menutupi paket yang pernah diterimanya beberapa waktu yang lalu. karena dia hanya tidak ingin Arvan memikirkan masalah ini terlalu larut. Amanda hanya ingin berpikir positif kalau itu hanya kerjaan orang iseng."Yakin aku tinggal nggak masalah? Aku bisa nemenin kamu dirumah?" Tanya Arvan memastikan.Arvan tadinya berniat akan bolos kerja hari ini. Dia khawatir jika paket misterius seperti kemarin datang lagi. namun Amanda bersikeras menyuruhnya tetap bekerja. Dan memastikan kalau yang dipikirkan Arvan tidak akan terjadi."Aku baik baik saja mas. Lagian aku nggak akan kemana mana selain di apartemen," ucap Amanda memastikan kalau dia baik baik saja.Ucapan Amanda ada benarnya. Istrinya berada di Apartemen mereka, Tempat aman dimana hanya dir
Arvan berlari menelusuri lorong berwarna putih. Dia langsung berlari seperti orang gila meninggalkan kantornya setelah mendengar kabar dari satpam yang menjaga apartemen tempat tinggalnya bahwa Amanda hampir saja mengalami kecelakaan di depan gerbang utama apartemen mereka dan sedang mendapat perawatan di salah satu rumah sakit di sekitar kawasan tersebut. Tanpa pikir panjang Arvan langsung meluncur mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk dapat sampai rumah sakit secepatnya.Arvan menelusuri setiap ruangan rumah sakit sampai dia menemukan sebuah Instalasi Gawat Darurat. Dia segera masuk kesana memeriksa setiap tirai sampai berhenti salah satu tirai di dekat tembok. Dia menemukan amanda sedang duduk dengan kaki diperban dan seorang perawat yang baru saja selesai melakukan pemeriksaan. Arvan segera menghampiri istrinya."Kamu nggak kenapa-kenapa? Bagaimana bisa kejadian? Aku udah bilang jangan kemana mana, bukan," ucap Arvan dengan nada cemas. Wajahnya tidak dapat menutupi ra
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k