Siska berjalan dengan cepat sambil menahan emosinya. Di tangannya selembar kertas tengah diremasnya kuat. Dia baru tiba ke kantor pagi ini siap memulai paginya yang semakin berantakan karena Arvan yang semakin menjauhinya. Lalu dia menerima panggilan dari HRD dan sekarang disinilah dia. Berjalan dengan penuh emosi menuju pintu dimana Arvan mungkin saja sudah ada di dalam ruangannya. Siska terkejut dengan berita yang disampaikan padanya. Terkejut sekaligus marah. Dia sungguh tidak terima Arvan membuangnya begitu saja. Dengan langkah besar dan emosi yang siap meledak, Siska menghampiri ruang kerja Arvan. Hari bahkan masih terlalu pagi untuk bersitegang tapi dia tidak peduli. Dia bahkan tidak memperdulikan sapaan sesama rekan kerja yang dilewatinya. Dia tidak peduli saat ini masih jam kerja dan Arvan masih berstatus bossnya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu seperti biasanya, Siska menerobos masuk. Membuat Arvan yang sedang fokus pada berkas di mejanya mengangkat wajahnya terkejut. "
Arvan baru kembali ke apartemen setelah lewat jam makan malam. Dia sudah meminta Amanda untuk makan lebih dulu. tidak perlu menunggunya karena dia mungkin akan pulang cukup larut. tentu Arvan tidak ingin Amanda telat makan lalu jatuh sakit. Apalagi bila hal itu berdampak pada kandungannya.Arvan membuka kancing kemejanya dengan kasar. Sambil berjalan menuju kamarnya dia menghela nafasnya berat. Tubuh dan pikirannya sudah terkuras dengan permasalahan kantor. Tubuhnya rasanya akan remuk saja. Tapi kembali ke rumah adalah sesuatu yang selalu dinantikan Arvan karena dia tahu Amanda berada dirumah menunggunya dengan senyuman dan pelukan hangat dan masakan yang lezat. Semua itu seakan mengisi lagi tenaga Arvan yang sudah terkuras seharian. sayangnya malam ini dia tidak dapat merasakan masakan istrinya yang lezat itu.Arvan masuk kamar dan mendengar suara air di kamar mandi. Amanda pasti sedang berada disana. Arvan tersenyum entah untuk apa. yang dia tahu, bahwa dirinya menyukai kehidupannya
21+Malam semakin tinggi, namun dua anak manusia masih terhanyut dalam pergumulan mereka. udara yang ada di dalam kamar semakin panas karena intensitas percintaan mereka yang semakin bergairah. peluh dan keringat menjadi bukti dari percintaan yang mereka lakukan. Desahan dan erangan yang terlepas dari bibir keduanya seakan menjadi musik yang mengiringi kegiatan mereka malam itu. Keduanya berciuman dengan sangat intim. Lidah mereka saling bertaut seolah tidak ingin terpisah. Ciuman yang dalam dan basah semakin menggila seiring masukkan inti Arvan ke dalam inti Amanda. Saat penyatuan mereka terjadi, Arvan bergerak dengan lembut. Arvan menahan hasrat didalam tubuhnya untuk bermain sedikit liar karena tidak ingin tubuh istrinya terlalu berguncang. Tubuhnya ditahan agar tidak terlalu menindih Amanda.Setiap Arvan bergerak rasanya Amanda ingin mengikuti irama sang suami tapi ditahan oleh Arvan. Arvan tidak membiarkan tubuh Amanda menggeliat terlalu keras.Ciuman Arvan beralih ke leher dan s
Amanda duduk termenung di sebuah bangku taman. taman itu terlihat luas dan banyak orang menghabiskan waktu disana. Beberapa orang terlihat lalu lalang. Suasana disana sangat ramai dan menyenangkan namun perasaan Amada sangat tidak menentu. Rasanya dirinya hanya sendirian terjebak dalam pikirannya yang menerawang pada rekaman yang didapatnya tadi. Setelah mendapatkan rekaman itu, Amanda tidak dapat berpikir jernih. perasaan dan pikirannya menjadi kacau. Merasa pengap di dalam Apartemen, membuat Amanda memilih melangkahkan kakinya keluar apartemen mencari angin segar berharap dapat menjernihkan pikirannya. Namun langkah kakinya yang tanpa tujuan justru membawanya melangkah semakin jauh dari kawasan Apartemen hingga berakhir di taman ini. Amanda memandang satu keluarga dengan ayah dan anak yang sedang berlarian sedangkan ibunya terlihat sibuk merapikan barang. Sepertinya mereka akan pulang, mungkin karena cuaca sedang mendung dan hari juga sudah mulai sore. Melihat dari ekspresi ketiga
“Boleh saya bertanya sesuatu?” ucap Siska setelah tiba di depan meja Arvan“Apa yang ingin kamu ketahui, Siska,” nada suara Arvan masih datarSiska menarik nafasnya beberapa kali. Berusaha menahan gejolak di dadanya."Seingatku di awal pernikahanmu dengan Amanda, kamu masih membencinya hingga kita masih sering menghabiskan waktu berdua," ucap Siska. Suaranya terdengar serak seperti sedang menahan tangis."Itu benar. Saat itu aku masih membencinya," jawab Arvan.Siska merasa sedikit senang mendengar ucapan Arvan."Tapi beberapa bulan ini kamu mulai menghindariku dengan berbagai alasan, dan aku mendengar bahwa istrimu sedang hamil," suara Siska berusaha tegar."Lalu," ucap Arvan acuh."Aku penasaran. Apa perubahan sikapmu karena kamu memang mencintainya atau karena dia sedang mengandung anakmu," ucap Siska setelah jeda yang cukup lama."Apa itu sesuatu yang penting untukmu," tanya Arvan masih dengan nada acuhnya."Tentu. Apa karena dia hamil anak darimu dan kamu hanya ingin bertanggung j
Malam hari, Amanda dan Arvan tidur saling membelakangi. Amanda yang masih kesal dan meragukan perasaan Arvan memutuskan untuk tidur lebih awal. Sedangkan Arvan juga merasa kesal pada Amanda yang bersikap begitu ceroboh dan tidak peduli dengan kesehatannya. Dia sedang mengandung sekarang, bisa-bisanya dia keluar hingga kehujanan begitu.Sebenarnya bukan saja karena kesal pada Arvan hingga Amanda memilih istirahat lebih awal. Dia merasa badannya sedikit hangat. Baiklah dia memang bersalah karena bisa melupakan kondisinya yang sedang hamil dan justru duduk di kursi taman hingga hujan membasahi seluruh tubuhnya. Dia memang sudah bersikap egois namun tidak ingin mengakuinya. Terlalu gengsi juga mengatakan pada Arvan kalau mungkin dia akan sakit. Akhirnya Amanda memilih tidur cepat. Mungkin dengan begitu badannya bisa kembali fit.Arvan masih terjaga dengan gadget di pangkuannya saat dilihatnya Amanda tidak nyaman dalam tidurnya. Istrinya terlihat mengubah posisi tidur beberapa kali. Hingga
Hanya satu hari. Amanda menginap di klinik hanya satu hari. Dokter langsung mengijinkannya untuk pulang. Hasil pemeriksaan juga tidak menunjukkan adanya komplikasi berbahaya bagi kandungannya. Hanya dehidrasi ringan dan istirahat yang cukup akan memulihkan kondisinya dengan cepat. Waktu yang singkat tapi memberikan kenangan yang berarti bagi Amanda. Amanda merasa terharu melihat bagaimana Arvan sangat telaten mengurusnya. Memastikan dia minum obat yang diresepkan dokter, memastikan infus di tangannya berjalan dengan lancar. Arvan bahkan tidak canggung menyuapi Amanda saat dilihatnya Amanda kesusahan makan karena selang infus di tangan. Kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka juga selesai saat itu juga. Terkadang, Arvan menggodanya dengan mengungkit rekaman itu hanya untuk melihat wajah Amanda memerah karena malu. Yang bisa dilakukan Amanda hanya berpura-pura kesal. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke apartemen setelah Amanda diperbolehkan pulang. Banyak senyum dan tawa ri
“Aku ingin bertemu mama,” pinta Amanda di sela tangisnya. “Kamu baru keluar rumah sakit, sayang, sebaiknya istirahat dulu,” ucap Arvan menolak ide istrinya. “Aku harus menemui mama, mas,” ucap Amanda bersikeras. “Aku akan menelpon rumah sakit memastikan kalau mama baik-baik saja,” ucap Arvan berusaha menenangkan. Amanda tidak dapat berhenti menangis. Dia membayangkan seseorang yang mungkin saja akan membahayakan nyawa mamanya. Dia tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada mamanya. Amanda tidak dapat berpikir jernih mengenai siapa yang mungkin mengirimkan paket itu, yang ada di kepalanya saat ini kenyataan bahwa nyawa mamanya sedang terancam. hal itu airmatanya semakin mengalir deras. Arvan mengambil ponselnya, memilih menjauh dari Amanda sebentar sambil berusaha menghubungi pihak rumah sakit jiwa tempat Rosa dirawat. Arvan berbincang sebentar sambil sesekali memperhatikan Amanda yang masih sesenggukan karena paket sialan itu. “Mama baik-baik saja, sayang, aku baru saja mendapat