Kaivan yang tengah tertunduk di kursi tunggu mendongak. Pria itu terkejut akan kehadiran Harun yang sudah berdiri di hadapannya dengan wajah penasaran."Ka--Kak Harun," ucap Kaivan dengan sedikit gugup."Apa yang terjadi?" tanya pria berkumis tipis dengan paras manis tersebut kembali semakin penasaran."Ka--Kaira. Kaira pingsan, Kak," ucap Kaivan dengan sedikit tersendat."Apa? Ke--kenapa bisa pingsan? Apa yang terjadi padanya?" Harun terkejut. Kedua matanya membulat sempurna. Rasa ke penasarannya semakin menjadi."Tadi aku ... emm--""Apa?""Tadi kami mau tidur. Lalu, aku ... mau itu--dengan Kaira. Namun, belum sempat terjadi, Kaira sudah tidak sadarkan diri setelah sempat sesak napas dan kejang," ucap Kaivan menjelaskan dengan sedikit tersendat. Pria itu sedikit malu untuk menceritakan hal pribadi, meski dengan Harun yang notabene-nya kakak Kaira."Aish, kau tahu Kaira punya trauma akan hal itu. Kenapa kau tidak bersabar menunggunya?" omel Harun yang memahami kondisi Kaira."Aku ta
Tiga hari berlalu, kondisi Kaira semakin membaik. Wajahnya pun tidak pucat lagi. Kaivan senang melihatnya. Pria itu begitu setia menemani dan merawat Kaira. Wanita tersebut pun mulai merasakan akan ketulusan Kaivan padanya.'Mas Kaivan begitu tulus menyayangiku. Meski ia pernah melakukan kesalahan yang sulit untuk aku maafkan. Namun, Mas Kaivan tidak sejahat seperti yang aku pikirkan. Apakah aku harus membuka pintu hati untuk bisa menerimanya sepenuh hati?' batin Kiara sambil memperhatikan gerak-gerik suaminya yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponsel.'Kenapa hatiku tidak bisa berdamai? Kenapa aku begitu membencinya meski sudah menikah dengannya? Apakah hatiku sudah benar-benar beku hingga sulit untuk menerimanya?' batin Kaira kembali tanpa melepaskan pandangannya pada Kaivan.Tidak sengaja mata Kaivan melirik ke arah Kaira. Pria itu menyadari jika sang istri sedang memperhatikannya sejak tadi. Kaivan menaruh ponselnya ke meja dan berjalan ke arah Kaira. Wanita tersebut berp
Kaivan meraih wajah Kaira dan menangkupkannya. Pria itu memandang istrinya lamat-lamat. Rasa sakit dan bersalah kembali menghantui. Ada kesedihan di balik wajah tampannya.Kaivan mengusap lembut wajah Kaira dengan kedua ibu jarinya. Tatapannya begitu tulus dan dalam. Pria itu tidak pernah menyangka dengan apa yang di lakukannya, bisa membuat Kaira menjadi seperti ini. Meski kejadian itu sudah cukup lama dan tanpa ia sadari. Namun, begitu menorehkan luka dalam, meninggalkan trauma yang sulit terobati.Entah sudah berapa banyak sayatan luka dalam hati Kaira. Sehingga, ia menutup rapat hatinya untuk laki-laki. Sudah cukup banyak pula Kaira masuk rumah sakit dan harus menderita selama bertahun-tahun."Aku yang seharusnya minta maaf padamu, Sayang. Meski ribuan kali aku ucapkan, belum bisa meluluhkan hatimu. Belum bisa menembus Sukma terdalam untuk mengobati luka hatimu. Aku jahat, telah banyak menggoreskan luka di hatimu," ucap Kaivan dengan penuh penyesalan.Kaira terdiam. Wanita itu men
Erlan tak kalah tajamnya menatap Karin. Tidak ada rasa cinta di balik kedua matanya. Lelaki itu sudah terbakar emosi yang besar."Iya, aku ingin pisah darimu. Bukan karena aku masih mencintai Kaira atau tidak. Akan tetapi, aku sudah sangat muak dengan tuduhan-mu yang tidak benar itu, Karin. Kau terus-menerus menuduhku dan selalu saja alasan yang sama untuk bisa menghakimiku."Erlan berkata dengan wajah serius, membuat Karin membulatkan kedua matanya, ia tidak menyangka jika Erlan akan berkata setajam itu padanya. Padahal, biasanya Erlan itu selalu sabar dan mengalah. Bahkan mampu menenangkan Karin."Kau ... keterlaluan kau, Mas. Tega sekali kau bicara seperti itu padaku. Aku ....""Maaf, Karin. Aku sudah tidak bisa lagi bersamamu. Aku akan pergi dari sini. Akan aku urus secepatnya perceraian kita," ucap Erlan sambil bangkit. Menjauh dari Karin dan mengambil koper di atas lemari. Kemudian, membukanya dan memasukan satu per satu pakaian dan barang-barang miliknya."Mas, tolong jangan ce
"Aku tidak membelanya, itu fakta dan kau harus menerimanya, Karin. Introspeksi dirimu sendiri. Jangan terus menyalahkan Kaira. Dia sudah cukup menderita selama ini," ucap Kevin yang tidak terima Kaira di salahkan terus-menerus oleh Karin.Kevin memang cukup lama menyimpan rasa sesal atas kepergian Kaira dari rumah, ia menyesal karena tidak bisa mencegahnya. Andai kala itu Kevin tidak ikut terbakar emosi, pasti Kaira masih berkumpul dengan keluarga saat ini.Apalagi dengan kedua orang tuanya yang sakit. Terutama sang mama, sejak kepergian Kaira dari rumah, wanita tua itu hanya bisa duduk di kursi roda karena struk yang dialami. Keluarga Kaira tidak lagi harmonis seperti dulu. Kepergian Kaira, meski menorehkan luka. Namun, ada segelumit penyesalan yang tidak akan pernah bisa hilang walau sudah bertahun-tahun lamanya."Kak, berhenti membela anak sialan itu. Bagiku, dia sumber kehancuran rumah tanggaku," ucap Karin yang terus menyalahkan Kaira."Kau yang menghancurkannya sendiri, Karin. S
Kaivan menepati janjinya untuk mengajak Kaira dan Kiara bertamasya. Mereka pergi ke dunia fantasi. Dunia keajaiban yang mempesona. Kita akan di manjakan dengan berbagai wahana dan hiburan yang di suguhkan pihak pengelola. Ada Arum jeram, halilintar, ontang-anting, kora-kora, biang lala, dan masih banyak wahana lainnya yang dapat di nikmati. Ada juga wahana yang khusus di sajikan untuk anak-anak. Selain itu, parade serta drama musikal pun bisa di nikmati saat berkunjung ke sana.Kiara tampak bahagia dapat bertamasya bersama kedua orang tuanya. Meskipun mereka sibuk, tetapi masih memiliki waktu untuk bersama buah hati terkasihnya. Kaira pun sejenak melupakan kesedihan yang melanda beberapa hari belakangan ini.Kaivan yang melihat anak dan istrinya menikmati liburannya merasa bahagia. Meski kesedihan masih ada di balik wajah cantik sang istri."Apa kau menyukainya, Sayang?" tanya Kaivan yang tengah duduk di kursi dekat wahana anak bersama Kaira, sambil memperhatikan anak mereka yang ten
"Apa? Jadi papa ....""Cepat putuskan, pasien tidak bisa menunggu," sela Kaira mendesak Kevin."Lakukan yang terbaik. Tolong, selamatkan papa. Aku mohon, Kaira," pinta Kevin sambil meraih tangan Kaira dan menggenggamnya erat."Suster Sari! Bawa Tuan ini untuk menandatangani surat perizinan operasi."Kaira menepis tangan Kevin pelan dan meminta kepada perawat Sari yang kebetulan lewat dan keluar dari ruang IGD."Baik, Dok. Tuan, mari ikut dengan saya," ucap Sari menghampiri Kevin dan mengajaknya. Kevin mengangguk dan langsung melangkah. Sebelum itu, ia sempat melirik ke arah Kaira yang tampak tenang dan dingin.'Kaira, kenapa kau begitu berbeda sekali. Kau terlihat tenang dan dingin. Apa kau begitu marah terhadap kamu hingga seperti tidak mengenali kami? Aku akan segera kembali setelah urusan papa selesai dan bicara denganmu.'Kevin bermonolog dalam hati sambil menatap sejenak ke arah Kaira. Kemudian, ia melangkah mengikuti perawat Sari. Kaira kembali ke ruang IGD menunggu keputusan Ke
Usai dari ruang ICU, Kaira dan Harun kembali ke ruangannya masing-masing untuk beristirahat. Kaira tampak duduk di kursi sambil kembali memijit pelipisnya yang terasa pusing. Kemudian, meletakkan kepalanya di meja. Baru saja ia hendak memejamkan mata, sebuah ketukkan pintu mengejutkan Kaira. Wanita itu mendongak dan mempersilakan untuk masuk.Kaira kembali membaringkan kepalanya pada meja dan meminta orang yang dikira kurir pengantar makanan meletakkan makanannya di meja dekat sofa. Namun, orang itu malah mendekati Kaira dan langsung duduk di hadapan Kaira.Sontak, wanita itu terkejut saat mendengar suara kursi di geser dan langsung bangkit. Kemudian, menatap ke arah seorang pria bertopi hitam mengenakan kaos hitam dan masker berwarna senada sedang duduk sambil menatap ke arahnya."Kau ...." "Ini aku, Kevin."Pria itu ternyata adalah Kevin, ia sengaja menyamar agar bisa bicara dengan Kaira. Wanita itu membulatkan kedua matanya saat melihat orang tersebut.Kevin melepas topi dan mask