"Apa? Jadi papa ....""Cepat putuskan, pasien tidak bisa menunggu," sela Kaira mendesak Kevin."Lakukan yang terbaik. Tolong, selamatkan papa. Aku mohon, Kaira," pinta Kevin sambil meraih tangan Kaira dan menggenggamnya erat."Suster Sari! Bawa Tuan ini untuk menandatangani surat perizinan operasi."Kaira menepis tangan Kevin pelan dan meminta kepada perawat Sari yang kebetulan lewat dan keluar dari ruang IGD."Baik, Dok. Tuan, mari ikut dengan saya," ucap Sari menghampiri Kevin dan mengajaknya. Kevin mengangguk dan langsung melangkah. Sebelum itu, ia sempat melirik ke arah Kaira yang tampak tenang dan dingin.'Kaira, kenapa kau begitu berbeda sekali. Kau terlihat tenang dan dingin. Apa kau begitu marah terhadap kamu hingga seperti tidak mengenali kami? Aku akan segera kembali setelah urusan papa selesai dan bicara denganmu.'Kevin bermonolog dalam hati sambil menatap sejenak ke arah Kaira. Kemudian, ia melangkah mengikuti perawat Sari. Kaira kembali ke ruang IGD menunggu keputusan Ke
Usai dari ruang ICU, Kaira dan Harun kembali ke ruangannya masing-masing untuk beristirahat. Kaira tampak duduk di kursi sambil kembali memijit pelipisnya yang terasa pusing. Kemudian, meletakkan kepalanya di meja. Baru saja ia hendak memejamkan mata, sebuah ketukkan pintu mengejutkan Kaira. Wanita itu mendongak dan mempersilakan untuk masuk.Kaira kembali membaringkan kepalanya pada meja dan meminta orang yang dikira kurir pengantar makanan meletakkan makanannya di meja dekat sofa. Namun, orang itu malah mendekati Kaira dan langsung duduk di hadapan Kaira.Sontak, wanita itu terkejut saat mendengar suara kursi di geser dan langsung bangkit. Kemudian, menatap ke arah seorang pria bertopi hitam mengenakan kaos hitam dan masker berwarna senada sedang duduk sambil menatap ke arahnya."Kau ...." "Ini aku, Kevin."Pria itu ternyata adalah Kevin, ia sengaja menyamar agar bisa bicara dengan Kaira. Wanita itu membulatkan kedua matanya saat melihat orang tersebut.Kevin melepas topi dan mask
Kaira menunjuk ke arah makanan yang di letakkan pada meja kerjanya. Kedua mata Harun melirik mengikuti jari telunjuk Kaira. Pria itu masih terdiam, mendengarkan cerita Kaira dengan seksama."Aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu mereka setelah hampir sepuluh tahun menghilang dari kehidupanku. Kak Kevin memintaku untuk kembali dan memaafkan mereka."Kaira melanjutkan ceritanya dengan kedua mata yang kembali berkaca-kaca. Rasa sakit itu terus menjalar hingga ke relung hati terdalamnya."Lalu," ucap Harun yang masih penasaran dengan cerita Kaira."Aku menolaknya. Bahkan aku hanya menganggap Kak Kevin dan papa hanyalah pasien dan keluarganya. Sedang aku, hanyalah seorang dokter yang merawat pria tua itu."Air mata Kaira kembali menetes saat kembali harus bercerita. Terdengar kejam ucapannya. Namun, Kaira harus melakukan itu karena hatinya masih terluka dengan perlakuan keluarganya di masa lalu."Sampai kapan pun, ikatan darah antara kalian tidak akan pernah hilang. Seberapa besarny
"Aku sudah tahu prihal itu. Aku tahu siapa saja anggota keluargamu. Sebelum aku memutuskan untuk menikahimu. Namun, tidak ingin menceritakannya padamu. Sebab, kau pasti tidak akan menyukai apalagi menemui mereka, bukan?"Kaivan menceritakan yang sebenarnya, bahwa sesungguhnya, ia sudah mengetahui tentang keluarga kandung Kaira."Apa? Jadi, selama ini kau menyembunyikan semua dariku, Mas? Padahal kau tahu siapa keluarga kandungku."Kaira terkejut bukan kepalang, ia merasa telah dibohongi sang suami selama ini.Kaivan menghela napas dalam dan mengembuskan sedikit kasar. Kemudian, kembali menggenggam kedua tangan Kaira yang sempat terlepas."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membohongimu, hanya saja, tidak ingin menambah beban pikiranmu. Maafkan aku, Kaira. Semua salahku hingga kau harus menanggung semua derita ini."Kaivan berkata sedih. Pria itu teringat akan kesalahannya pada Kaira di masa lalu. Kaivan sudah mengetahui semua yang terjadi pada Kaira semenjak kejadian malam itu.
Kaira menatap dalam ke arah Harun. Menelan ludah dan mengatur napas yang sedikit tersengal. Mencoba untuk tenang agar sang kakak tidak khawatir."Kaira," panggil Harun lembut."Kak, Mas Kaivan sudah mengetahui prihal keluarga kandungku. Ternyata, dia sudah tahu jauh sebelum aku menikah dengannya. Namun, ia sengaja merahasiakannya dariku karena tidak ingin menambah beban pikiranku. Pantas saja, selama ini Mas Kaivan tidak pernah bertanya sedikitpun soal pribadiku, ternyata sudah mengetahuinya tanpa aku menjelaskannya semua," jelas Kaira melepaskan tangkupan Harun.Kaira melangkah ke arah sofa dan duduk, Harun mengekor di belakang. Kaira kembali menghela napas. Harun terdiam dan mendengarkan semua cerita adiknya."Bukan hanya itu, aku sudah menemui dan bicara dengan Kak Kevin. Namun, aku masih belum bisa menerima dan memaafkan mereka. Semakin aku dekat dengan mereka, hatiku semakin sakit. Apa aku salah jika lebih memilih menjauh dari keluarga kandungku? Aku belum siap menerima mereka, K
"Nanti kau juga akan tahu," jawab Kaira singkat dengan tatapan tajam dan senyum menyeringai."Kaira ....""Permisi, Dok. Ini berkas yang Anda minta mengenai pasien Tuan Kamran."Perawat Sari tiba-tiba datang dan menghentikan kalimat Kevin. Kemudian, membawa map biru berisi berkas pasien dan memberikannya pada Kaira."Baik, terima kasih. Kau boleh pergi, Sari."Baik, Dok."Sari pun amit undur diri setelah menjalankan tugasnya. Sementara Kevin dan Karin tampak bingung dan bertanya-tanya akan apa yang akan Kaira lakukan pada mereka.Kaira membuka berkas tersebut kemudian membacanya. Lalu, menutupnya kembali. Wanita itu kembali menatap ke arah Karin dan Kevin yang tengah terdiam."Ini adalah berkas catatan riwayat kesehatan papa Anda beserta biaya yang harus dibayar. Jika kalian ingin orang tua itu tetap mendapatkan perawatan hingga sembuh. Lunasi semua biaya secepatnya sekarang juga. Jika tidak bisa, dengan terpaksa kami akan menghentikannya dan kalian harus menandatangani surat pernyata
Kevin dan Kaivan menatap ke arah Kaira bersamaan. Keduanya terkejut dengan apa yang di katakan Kaira. Kevin berpikir jika Kaira tidak akan mengingatkannya lagi. Sementara Kaivan, tidak mengerti ucapan sang istri.Kevin semakin mendekat ke arah Kaira dan menghela napas. Kemudian, menelan ludah. Pemuda itu semakin memperdalam tatapannya pada sang adik."Kaira, bisakah kita membicarakannya kembali? Aku mohon, jangan seperti ini," ucap Kevin dengan mengiba. Berharap Kaira luluh."Jadi kau belum memutuskannya? Atau, ingin aku yang melakukannya?" Bukannya menjawab permohonan Kevin, Kaira malah balik bertanya. Sikapnya sangat dingin dan acuh. Kaivan masih mencoba mencerna pembicaraan kedua kakak beradik itu."Kaira ....""Kau masih punya waktu sampai besok. Pikirkan kembali dengan baik. Aku ....""Apakah hatimu sudah benar-benar beku dan mati hingga tidak ada sedikitpun rasa iba dan perduli pada papa?" Kevin mulai kesal dengan sikap keras kepala Kaira. Meski ia masih bisa menahan nada bica
Kaivan menghela napas kasar. Memejamkan mata sejenak. Kemudian, kembali menatap Kevin."Perlahan trauma Kaira berkurang. Namun, kembali datang ketika bertemu denganku. Aku adalah orang di masa lalu Kaira yang pernah menorehkan luka dan membuat Kaira harus menghadapi semua ini sendiri," ucap Kaivan pelan."Jadi kau adalah ....""Iya, aku ayah kandung Kiara, putri dari Kaira. Aku lah orangnya yang telah menghancurkan hidup Kaira dan membuatnya diusir oleh kalian dan menjalani hari-hari beratnya sendiri. Jika kau ingin menyalahkan, salahkan aku, jangan Kaira. Dia hanyalah korban dari dosa di masa laluku. Aku datang karena ingin menebus semua dosa dan kesalahanku pada Kaira," ucap Kaivan dengan pelan."Kau ....""Kak, aku terus mencari Kaira sejak kejadian itu. Hingga akhirnya, aku menemukannya setelah delapan tahun mencari. Lalu, aku berusaha untuk meyakinkan Kaira. Mencoba mencari cara agar Kaira bisa sembuh dari traumanya. Alhasil, Kaira sudah jauh lebih baik dan bisa menerimaku. Sehin