Erlan tak kalah tajamnya menatap Karin. Tidak ada rasa cinta di balik kedua matanya. Lelaki itu sudah terbakar emosi yang besar."Iya, aku ingin pisah darimu. Bukan karena aku masih mencintai Kaira atau tidak. Akan tetapi, aku sudah sangat muak dengan tuduhan-mu yang tidak benar itu, Karin. Kau terus-menerus menuduhku dan selalu saja alasan yang sama untuk bisa menghakimiku."Erlan berkata dengan wajah serius, membuat Karin membulatkan kedua matanya, ia tidak menyangka jika Erlan akan berkata setajam itu padanya. Padahal, biasanya Erlan itu selalu sabar dan mengalah. Bahkan mampu menenangkan Karin."Kau ... keterlaluan kau, Mas. Tega sekali kau bicara seperti itu padaku. Aku ....""Maaf, Karin. Aku sudah tidak bisa lagi bersamamu. Aku akan pergi dari sini. Akan aku urus secepatnya perceraian kita," ucap Erlan sambil bangkit. Menjauh dari Karin dan mengambil koper di atas lemari. Kemudian, membukanya dan memasukan satu per satu pakaian dan barang-barang miliknya."Mas, tolong jangan ce
"Aku tidak membelanya, itu fakta dan kau harus menerimanya, Karin. Introspeksi dirimu sendiri. Jangan terus menyalahkan Kaira. Dia sudah cukup menderita selama ini," ucap Kevin yang tidak terima Kaira di salahkan terus-menerus oleh Karin.Kevin memang cukup lama menyimpan rasa sesal atas kepergian Kaira dari rumah, ia menyesal karena tidak bisa mencegahnya. Andai kala itu Kevin tidak ikut terbakar emosi, pasti Kaira masih berkumpul dengan keluarga saat ini.Apalagi dengan kedua orang tuanya yang sakit. Terutama sang mama, sejak kepergian Kaira dari rumah, wanita tua itu hanya bisa duduk di kursi roda karena struk yang dialami. Keluarga Kaira tidak lagi harmonis seperti dulu. Kepergian Kaira, meski menorehkan luka. Namun, ada segelumit penyesalan yang tidak akan pernah bisa hilang walau sudah bertahun-tahun lamanya."Kak, berhenti membela anak sialan itu. Bagiku, dia sumber kehancuran rumah tanggaku," ucap Karin yang terus menyalahkan Kaira."Kau yang menghancurkannya sendiri, Karin. S
Kaivan menepati janjinya untuk mengajak Kaira dan Kiara bertamasya. Mereka pergi ke dunia fantasi. Dunia keajaiban yang mempesona. Kita akan di manjakan dengan berbagai wahana dan hiburan yang di suguhkan pihak pengelola. Ada Arum jeram, halilintar, ontang-anting, kora-kora, biang lala, dan masih banyak wahana lainnya yang dapat di nikmati. Ada juga wahana yang khusus di sajikan untuk anak-anak. Selain itu, parade serta drama musikal pun bisa di nikmati saat berkunjung ke sana.Kiara tampak bahagia dapat bertamasya bersama kedua orang tuanya. Meskipun mereka sibuk, tetapi masih memiliki waktu untuk bersama buah hati terkasihnya. Kaira pun sejenak melupakan kesedihan yang melanda beberapa hari belakangan ini.Kaivan yang melihat anak dan istrinya menikmati liburannya merasa bahagia. Meski kesedihan masih ada di balik wajah cantik sang istri."Apa kau menyukainya, Sayang?" tanya Kaivan yang tengah duduk di kursi dekat wahana anak bersama Kaira, sambil memperhatikan anak mereka yang ten
"Apa? Jadi papa ....""Cepat putuskan, pasien tidak bisa menunggu," sela Kaira mendesak Kevin."Lakukan yang terbaik. Tolong, selamatkan papa. Aku mohon, Kaira," pinta Kevin sambil meraih tangan Kaira dan menggenggamnya erat."Suster Sari! Bawa Tuan ini untuk menandatangani surat perizinan operasi."Kaira menepis tangan Kevin pelan dan meminta kepada perawat Sari yang kebetulan lewat dan keluar dari ruang IGD."Baik, Dok. Tuan, mari ikut dengan saya," ucap Sari menghampiri Kevin dan mengajaknya. Kevin mengangguk dan langsung melangkah. Sebelum itu, ia sempat melirik ke arah Kaira yang tampak tenang dan dingin.'Kaira, kenapa kau begitu berbeda sekali. Kau terlihat tenang dan dingin. Apa kau begitu marah terhadap kamu hingga seperti tidak mengenali kami? Aku akan segera kembali setelah urusan papa selesai dan bicara denganmu.'Kevin bermonolog dalam hati sambil menatap sejenak ke arah Kaira. Kemudian, ia melangkah mengikuti perawat Sari. Kaira kembali ke ruang IGD menunggu keputusan Ke
Usai dari ruang ICU, Kaira dan Harun kembali ke ruangannya masing-masing untuk beristirahat. Kaira tampak duduk di kursi sambil kembali memijit pelipisnya yang terasa pusing. Kemudian, meletakkan kepalanya di meja. Baru saja ia hendak memejamkan mata, sebuah ketukkan pintu mengejutkan Kaira. Wanita itu mendongak dan mempersilakan untuk masuk.Kaira kembali membaringkan kepalanya pada meja dan meminta orang yang dikira kurir pengantar makanan meletakkan makanannya di meja dekat sofa. Namun, orang itu malah mendekati Kaira dan langsung duduk di hadapan Kaira.Sontak, wanita itu terkejut saat mendengar suara kursi di geser dan langsung bangkit. Kemudian, menatap ke arah seorang pria bertopi hitam mengenakan kaos hitam dan masker berwarna senada sedang duduk sambil menatap ke arahnya."Kau ...." "Ini aku, Kevin."Pria itu ternyata adalah Kevin, ia sengaja menyamar agar bisa bicara dengan Kaira. Wanita itu membulatkan kedua matanya saat melihat orang tersebut.Kevin melepas topi dan mask
Kaira menunjuk ke arah makanan yang di letakkan pada meja kerjanya. Kedua mata Harun melirik mengikuti jari telunjuk Kaira. Pria itu masih terdiam, mendengarkan cerita Kaira dengan seksama."Aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu mereka setelah hampir sepuluh tahun menghilang dari kehidupanku. Kak Kevin memintaku untuk kembali dan memaafkan mereka."Kaira melanjutkan ceritanya dengan kedua mata yang kembali berkaca-kaca. Rasa sakit itu terus menjalar hingga ke relung hati terdalamnya."Lalu," ucap Harun yang masih penasaran dengan cerita Kaira."Aku menolaknya. Bahkan aku hanya menganggap Kak Kevin dan papa hanyalah pasien dan keluarganya. Sedang aku, hanyalah seorang dokter yang merawat pria tua itu."Air mata Kaira kembali menetes saat kembali harus bercerita. Terdengar kejam ucapannya. Namun, Kaira harus melakukan itu karena hatinya masih terluka dengan perlakuan keluarganya di masa lalu."Sampai kapan pun, ikatan darah antara kalian tidak akan pernah hilang. Seberapa besarny
"Aku sudah tahu prihal itu. Aku tahu siapa saja anggota keluargamu. Sebelum aku memutuskan untuk menikahimu. Namun, tidak ingin menceritakannya padamu. Sebab, kau pasti tidak akan menyukai apalagi menemui mereka, bukan?"Kaivan menceritakan yang sebenarnya, bahwa sesungguhnya, ia sudah mengetahui tentang keluarga kandung Kaira."Apa? Jadi, selama ini kau menyembunyikan semua dariku, Mas? Padahal kau tahu siapa keluarga kandungku."Kaira terkejut bukan kepalang, ia merasa telah dibohongi sang suami selama ini.Kaivan menghela napas dalam dan mengembuskan sedikit kasar. Kemudian, kembali menggenggam kedua tangan Kaira yang sempat terlepas."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membohongimu, hanya saja, tidak ingin menambah beban pikiranmu. Maafkan aku, Kaira. Semua salahku hingga kau harus menanggung semua derita ini."Kaivan berkata sedih. Pria itu teringat akan kesalahannya pada Kaira di masa lalu. Kaivan sudah mengetahui semua yang terjadi pada Kaira semenjak kejadian malam itu.
Kaira menatap dalam ke arah Harun. Menelan ludah dan mengatur napas yang sedikit tersengal. Mencoba untuk tenang agar sang kakak tidak khawatir."Kaira," panggil Harun lembut."Kak, Mas Kaivan sudah mengetahui prihal keluarga kandungku. Ternyata, dia sudah tahu jauh sebelum aku menikah dengannya. Namun, ia sengaja merahasiakannya dariku karena tidak ingin menambah beban pikiranku. Pantas saja, selama ini Mas Kaivan tidak pernah bertanya sedikitpun soal pribadiku, ternyata sudah mengetahuinya tanpa aku menjelaskannya semua," jelas Kaira melepaskan tangkupan Harun.Kaira melangkah ke arah sofa dan duduk, Harun mengekor di belakang. Kaira kembali menghela napas. Harun terdiam dan mendengarkan semua cerita adiknya."Bukan hanya itu, aku sudah menemui dan bicara dengan Kak Kevin. Namun, aku masih belum bisa menerima dan memaafkan mereka. Semakin aku dekat dengan mereka, hatiku semakin sakit. Apa aku salah jika lebih memilih menjauh dari keluarga kandungku? Aku belum siap menerima mereka, K