“Ah,” Miranda meringis perih kala telunjuknya terkena pisau. Kini dirinya tengah memasak. Mengingat Audrey sangat lahap jika dirinya yang membuatkan makanan. Namun, karena tidak hati-hati pisau terkena di telunjuknya.“Sayang? Kau kenapa?” Athes berdiri di ambang pintu dapur, menatap Miranda yang tengah meniup telunjuk. Tepat di saat mata Athes menangkap darah mengalir di telunjuk Miranda, dengan cepat Athes menghampiri Miranda. Mengambil tangan Miranda. Lalu membawanya ke wastafel. “Kenapa kau tidak hati-hati,” lanjutnya seraya membuka keran wastafel.“Ah.” Miranda menahan perih ketika air menyentuh telunjuknya. Saat darah yang mengalir dari telunjuk Miranda telah berhenti, Athes langsung meminta pelayan mengambilkan kotak obat. Kini Athes membalut telunjuk Miranda dengan plester.“Masih perih?” tanya Athes sembari memberikan kecupan di telunjuk Miranda.Senyum di bibir Miranda terlukis melihat Athes yang begitu perhatian padanya. “Aku tidak apa-apa, Athes. Nanti perihnya juga hilang
Athes turun dari mobil, dia melangkah dengan wajah dingin dan sorot mata tajam memendung kemarahannya. Tampak para pengawal Athes yang melihat Athes datang langsung menundukkan kepala mereka tak berani menatap Athes.“Di mana putriku? Kenapa kalian menjaga satu anak kecil saja tidak bisa!” seru Athes dengan geraman tertahan. Tatapannya kian menajam pada para pengawalnya.“T-Tuan, kami sedang melacak keberadaan mobil yang membawa Nona Audrey,” jawab salah satu pengawal dengan raut wajah yang tampak ketakutan.“Berikan aku hasil rekaman CCTV mobil yang membawa putriku sekarang!” seru Athes tegas.Sang pengawal langsung memberikan laptop, dan memutarkan rekaman CCTV tepat di halaman belakang sekolah. Tepat di saat rekaman CCTV sudah terputar, pengawal itu langsung mengarahkannya pada Athes.Sesaat Athes menajamnya penglihatannya ke layar laptop yang telah terputar hasil rekaman CCTV. Athes masih diam meski raut wajahnya begitu menunjukkan kemarahannya. Di rekaman CCTV itu terlihat jelas
Athes melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Mengabaikan lampu mereka. Pria itu tidak peduli dengan aturan lalu lintas. Saat ini yang Athes pikirkan adalah bagaimana keadaan Miranda dan Audrey.Sepanjang jalan Athes tidak henti mengumpat kasar kala Miranda tidak menjawab telepon darinya. Beruntung Athes masih bisa melacak GPS di ponsel dan mobil yang dipakai oleh Miranda. Jika tidak, maka amarahnya akan semakin meledak. Ditambah Miranda pergi tanpa menghubungi dirinya.Suara dering ponsel terdengar. Athes segera melihat ke layar tertera nama Henrik di sana. Tanpa menunggu Athes langsung menjawab.“Kau sudah menemukan keberadaan Miranda dan putriku?” seru Athes dingin kala panggilan terhubung.“Tuan, titik GPS mengarah ke sebuah tebing yang jauh dari pusat kota. Anda segera ambil jalur kiri. Tidak akan lama lagi Anda sampai,” jawab Henrik dari seberang sana. Tanpa menjawab, Athes langsung menutup panggilan itu. Seketika rahang Athes mengetat mendengar titik GPS keberadaan Miranda
Athes mondar mandir gelisah di depan ruang UGD dengan raut wajah begitu panik. Tampak Athes yang ketakutan. Bayangan hal buruk yang terjadi pada Miranda dan Audrey tak henti muncul dalam benaknya. Berkali-kali Athes mengumpati kebodohannya. Andai dia tahu Valerie seperti ini maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Kesalahannya di masa lalu mengakibatkan Miranda dan Audrey dalam bahaya. Athes tidak menyangka Valerie akan berbuat hal yang seperti ini.Athes menyugar rambutnya kasar. Dia tidak bisa tenang. Pandangannya terus melihat ke pintu ke arah pintu UGD. Ketakutan menelusup ke dalam dirinya. Hal yang membuat Athes cemas ketika dia merasakan detak jantung Miranda melemah. Athes memejamkan mata sesaat, menepis semua hal buruk yang muncul dalam pikirannya. Dia yakin bahwa Miranda dan Audrey pasti akan selamat. Tidak akan terjadi sesuatu pada mereka.Ceklek!Suara pintu terbuka ruang UGD terbuka, sontak Athes langsung berlari ketika melihat sang dokter berdiri di ambang ruang UGD.“Ba
Berita tentang Valerie masuk rumah sakit jiwa telah ramai terdengar pada publik. Seluruh media beberapa kali ingin meminta penjelasan dari Athes tentang Valerie yang berniat mencelakai Miranda. Namun, sayangnya Athes masih belum mau ditemui sedikit pun. Setiap kali media ingin bertemu dengan Athes, para pengawal selalu menghadang mereka masuk. Bahkan ruangan di mana Miranda dirawat telah dikosongkan satu koridor. Athes tidak mau ada gangguan sedikit pun. Itu kenapa di lantai di mana ruang rawat Miranda berada, tidak ada lagi pasien lainnya.Athes khusus meminta pihak rumah sakit untuk mengosongkan lantai di mana ruang rawat Miranda berada. Lepas dari masalah tentang Valerie yang berniat melukai Miranda, alasan lain Athes masih belum mau ditemui para media adalah karena Athes hanya fokus pada pemulihan Miranda dan Audrey.Hingga detik ini baik Miranda ataupun Audrey masih belum juga sadar. Hal itu juga yang telah membuat hidup Athes terpuruk. Berkali-kali Athes bertanya pada dokter ka
Sudah satu minggu Miranda masih belum juga membuka matanya. Selama satu minggu ini, Athes bagaikan mayat hidup yang terus berjuang. Selama satu minggu ini sudah ribuan kali Athes bertanya pada dokter kenapa Miranda tak kunjung membuka mata. Namun, sang dokter tidak bisa menjawab karena memang kondisi Miranda masih kritis.Segala dokter Athes datangkan dari banyak negara hanya demi membuat Miranda membuka mata, tetapi kenyataannya Athes tidak mendapatkan hasil. Hingga detik ini Miranda masih dalam keadaan kritis.Sungguh, Athes benar-benar merasa dirinya sudah mati. Satu minggu ini dia begitu tersiksa tidak bisa mendengar suara wanita yang begitu dia cintai. Senyuman, wajah, dan segala tentang Miranda begitu Athes rindukan.Namun, Athes tetap menyadari dirinya tidak boleh egois. Dia harus mengingat Audrey yang sangat membutuhkannya. Selama satu minggu ini, Athes terpaksa mengatakan pada Audrey bahwa Miranda sedang pergi sebentar. Mau tidak mau Athes harus berbohong pada putri kecilnya.
“Dokter, detak jantung pasien kembali.”Semua orang yang ada di sana terkejut mendengar perawat mengatakan detak jantung Miranda kembali. Athes dan Helen langsung menghampiri Miranda, menatapnya penuh dengan harap. Pun sang dokter segera memeriksakan keadaan Miranda.Tampak Athes dan Helen tidak bisa tenang. Mereka terus menatap Miranda yang tengah dalam pemeriksaan. Meski detak jantung Miranda telah kembali, wajah mereka masih terlihat begitu takut. Bahkan terlihat jelas Athes terlihat sangat frustrasi.Namun, tiba-tiba di saat dokter tengah memeriksa keadaan Miranda tanpa sengaja tatapan Athes teralih pada jemari Miranda yang mulai bergerak perlahan. Raut wajah Athes terkejut. Dia langsung menghampiri Miranda. Mengabaikan sang dokter yang tengah memeriksakan keadaan Miranda.“Sayang, aku tahu kau mendengarku. Buka matamu, Miranda. Demi aku dan Audrey. Buka matamu, Sayang.” Athes memeluk Miranda. Dia tak memedulikan air matanya jatuh menyentuh kulit Miranda. Mengabaikan dokter dan pe
Sudah tiga hari Miranda siuman. Selama masa pemulihan Miranda begitu dijaga ketat oleh dokter. Tentu saja ini karena Athes selalu mencemaskannya. Setiap hari Athes meminta dokter memastikan bahwa Miranda dan kandungannya baik-baik saja.Beruntung, memang keadaan Miranda mulai berangsur membaik. Kemarin, Audrey, putri mereka telah diperbolehkan pulang. Karena memang Audrey sudah lebih dulu siuman. Itu kenapa Audrey sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Saat Audrey masih berada di rumah sakit, setiap harinya Miranda begitu mencemaskan putri kecilnya itu. Pun Athes masih belum memberikan Miranda bertemu dengan Audrey. Pasalnya, Athes tidak ingin Audrey melihat keadaan Miranda yang sakit dan masih berwajah pucat.Tepatnya hari ini, ketika wajah Miranda sudah jauh lebih baik—Athes memperbolehkan Miranda bertemu dengan Audrey. Terpaksa Athes membohongi Audrey. Dia mengatakan pada putri kecilnya itu bahwa Miranda akan menemui Audrey jika Audrey telah pulih. Terbukti apa yang diucapkan oleh
Para pelayan tengah sibuk mondar-mandir mengantarkan makanan dan minuman. Tak hanya pelayan saja yang sibuk, tapi juga tiga wanita cantik tengah sibuk menyiapkan tempat untuk suami dan anak-anak mereka agar nyaman.Kini Miranda, Angela, dan Helen tengah menyiapkan tempat, membantu para pelayan. Hari ini adalah hari di mana mereka berkumpul bersama. Tentu mereka sudah menunggu moment ini. Kebersamaan adalah hal manis yang menjadi memori indah untuk mereka.“Miranda, ke mana Athes, Marco, dan Darren? Kenapa mereka dan anak-anak belum juga muncul?” tanya Angela seraya mengedarkan pandangan ke sekitar taman belakang, melihat taman belakang megah itu masih kosong. Belum ada suami dan anak-anak mereka.Miranda mendesah panjang. “Kalau Athes, Marco, dan Kak Darren sudah berkumpul pasti mereka tengah membahas pekerjaan. Aku yakin mereka semua ada di ruang kerja Athes.”Miranda sudah tak lagi terkejut akan hal ini. Pasti kalau ada moment berkumpul, maka Athes bersama dengan Marco dan Darren ak
Athes dan Miranda melambaikan tangan mereka ke arah mobil yang membawa Audrey dan Zack. Pun bersamaan dengan Rainer yang ada di gendongan Athes turut melabaikan tangan mungilnya. Seperti biasa Audrey dan Zack berangkat ke sekolah mereka diantar dengan sopir. Sedangkan Rainer—si bungsu masih baru berusia 2 tahun. Itu kenapa Athes masih belum memasukkan Rainer ke sekolah. Namun meski belum masuk ke dalam sekolah, tapi Athes sudah mendatangkan guru terbaik ke rumah untuk mengajarkan Rainer.“Athes, kau benar akan bekerja di rumah?” tanya Miranda pada Athes. Sebelumnya, Athes mengatakan padanya kalau akan bekerja di rumah. Well, seperti sedang hujan di padang gurun. Belakangan ini Athes sangat jarang bekerja di rumah. Bahkan terbilang suaminya itu sangat sibuk. Tapi kenapa malah sekarang suaminya memilih bekerja di rumah?“Ya, aku akan bekerja di rumah. Nanti sebentar lagi Marco juga akan datang,” jawab Athes yang sontak membuat Miranda terkejut.“Marco akan datang? Apa dia datang bersama
“Sayang, kau sudah pulang?” Angela sedikit terkejut melihat Marco sudah pulang. Padahal terakhir suaminya itu mengatakan kalau akan pulang terlambat.“Iya, tadi rekan bisnisku berhalangan hadir. Anaknya kecelakaan.” Marco melangkah mendekat pada Angela, dan memberikan pelukan serta ciuman lembut di bibir istrinya itu. Pun Angela membalas pelukan serta ciuman Marco. “Tadi Athes menghubungiku, dia bilang Audrey datang. Apa Audrey sudah pulang?” tanyanya seraya membelai pipi Angela.“Sudah, Audrey sudah pulang. Xander yang mengantar Audrey pulang menggunakan motor,” jawab Angela yang sontak membuat Marco terkejut.“Xander mengantar Audrey menggunakan motor? Kau tidak salah?” Alis Marco bertautan. Pasalnya Marco sangat tahu Audrey belum pernah satu kalipun naik motor. Angela menghela napas dalam. “Aku juga tadinya tidak setuju. Tapi Audrey memaksa meminta diantar menggunakan motor. Tenanglah, Sayang. Audrey pasti baik-baik saja. Putra kita sudah biasa mengendarai motor.”Alasan kuat Ange
“Xander, terima kasih sudah mengantarku pulang ke rumah. Kau mau masuk atau tidak?” tanya Audrey dengan suara yang riang kala Xander menurunkan tubuhnya dari motor. Gadis kecil itu tampak begitu senang dan bahagia.Bisa dikatakan setiap moment yang Audrey lewati bersama dengan Xander selalu saja membuat gadis kecil itu senang. Walaupun Xander selalu bersikap dingin dan seakan mengabaikannya tetap saja Audrey tak pernah mau ambil pusing. Lihat saja jutaan kali Xander menolak, maka jutaan kali juga Audrey mengabaikan penolakan Xander. Skyla Audrey Russel memang gadis kecil yang tak pernah mengenal kata menyerah.“Tidak usah. Aku langsung pulang saja. Kau masuklah. Sampaikan salamku pada kedua orang tuamu,” jawab Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Xander jengah berlama-lama dengan Audrey. Pemuda itu ingin segera pulang dan menyelesaikan hal-hal yang jauh lebih penting ketimbang masih bersama dengan gadis kecil yang kerap membuatnya sakit kepala.“Kau benar tidak mau masuk, X
“Xander tunggu aku!” Audrey berlari mengejar Xander yang berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Gadis kecil itu tampak kehabisan energy mengerjar Xander. Pasalnya langkah kaki Xander tak mampu Audrey imbangi. Jelas saja Audrey pasti akan kalah dan tertinggal. Tetapi tampaknya gadis kecil itu tak mudah menyerah.Saat Audrey mengejar Xander, tiba-tiba langkah Audrey terhenti kala berpapasan dengan Angela—ibu Xander yang baru saja keluar dari salah satu ruangan yang ada di sudut kiri. Tampak raut wajah Angela sedikit terkejut melihat Audrey ada di hadapannya.“Audrey? Kau di sini, Sayang?” Angela melangkahkan kakinya mendekat pada Audrey.Audrey tersenyum manis. “Iya, Bibi. Aku ingin bertemu dengan Xander.”“Apa Xander sudah pulang?” Angela mengedarkan pandangannya, wanita itu tadi sibuk menata pajangan di ruangan kosong sampai tak tahu putranya sudah pulang atau belum.Audrey menganggukkan kepalanya. “Sudah, Bibi. Xander sudah pulang. Tadi aku bertemu dengan Xander di depan. Tapi sekarang
“Athes, apa kau masih sibuk?” Miranda duduk di ranjang tepat di samping Athes yang sejak tadi sibuk pada iPad yang ada di tangannya. Entah pekerjaan apa yang sedang diurus sang suami. Belakangan ini memang kesibukan suaminya itu berkali-kali lipat.“Tinggal sedikit lagi. Kau tidurlah duluan, Sayang. Nanti aku akan menyusul,” jawab Athes tanpa mengalihkan pandangannya dari iPad-nya itu.Miranda mendesah pelan. “Ini sudah malam, Athes. Kau mau tidur jam berapa? Belakangan ini kenapa kau selalu saja bergadang. Kau bisa belanjutkan pekerjaanmu lagi besok.”Mendengar keluhan Miranda membuat Athes langsung meletakkan iPad-nya itu ke atas nakas. Athes tak ingin membuat istrinya itu marah padanya. Detik selanjutnya, Athes menarik tangan sang istri, berbaring di ranjang dalam posisi Athes memeluk Miranda.“Maaf. Ada beberapa project baru yang tidak bisa ditunda. Itu kenapa belakangan ini aku sangat sibuk.” Athes mengecupi pipi Miranda. Memeluk erat dan hangat istrinya itu. “Ya sudah, lebih bai
“Mommy, aku ingin barbie baru. Yang kemarin aku sudah bosan, Mommy.” Suara gadis kecil berambut cokelat tebal panjang nan indah memprotes bosan pada koleksi barbie-barbie miliknya. Tampaknya gadis kecil itu tak mau lagi bermain dengan koleksi berbie-barbie miliknya. Padahal total barbie yang dimiliki gadis kecil itu sangat banyak.“Sayang, barbie milikmu kan sudah keluaran terbaru. Kenapa kau sudah bosan? Baru saja kemarin barbie-mu diantar. Tidak mungkin Mommy membelikan yang baru lagi, sedangkan koleksimu sangat banyak dan sangat bagus, Sayang,” ujar Angela dengan suara lembut pada putrinya.“No, Mommy. Aku sudah bosan dengan barbie lamaku. Aku ingin barbie baruku, Mommy,” ucap gadis kecil itu dengan bibir yang mencebik kesal. Nada bicaranya terdengar manja dan keras kepala. Seolah tersirat apa yang diinginkan adalah hal yang wajib dituruti.Angela menghela napas dalam meredakan rasa kesal yang terbendung dalam dirinya. Xena Marco Foster adalah putri bungsu Angela dan Marco. Usia Xe
“Mom, I’m home!” Dakota—gadis kecil cantik melangkah masuk ke dalam rumah masih lengkap dengan seragam sekolahnya. Di belakang gadis itu ada dua pengasuh yang selalu menemaninya. Lantas Dakota melangkah menuju ruang makan. Gadis itu memiliki feeling kalau ibunya pasti ada di ruang makan. Karena di jam-jam seperti ini pasti ibunya selalu menyiapkan makanan.“Mom, aku sudah pulang.” Dakota kembali bersuara karena tadi ibunya tak mendengarnya. Dan benar saja, ketika Dakota tiba di ruang makan, ibunya itu tengah sibuk menata makanan. Jarak depan rumah ke ruang makan memang sangat jauh. Tak heran jika ibunya tak mendengar dirinya.“Oh, Sayang? Kau sudah pulang?” Helen langsung memeluk Dakota hangat dan memberikan kecupan lembut di kening putrinya itu.“Sudah, Mom. Aku sudah pulang. Mommy masak apa? Aku lapar sekali,” ujar Dakota seraya mengurai pelukannya.Helen tersenyum. “Mommy membuat pasta, salmon, steak, dan masih banyak lainnya. Ayo duduk. Sebentar lagi pasti Daddy dan adikmu turun.
Brakkk!Suara benda yang dibanting keras sontak membuat Miranda yang baru saja melangkah keluar kamar langsung terkejut. Refleks, Miranda berjalan cepat menghampiri sumber suara itu berasal. Dan seketika kala Miranda tiba di ruang tamu—dia terkejut melihat Audrey—putri sulungnya menbanting tumpukan buku hingga berserakan ke lantai.“Astaga, Sayang, kau kenapa membanting buku-bukumu seperti ini?” Suara Miranda berseru menatap tegas putri sulungnya yang tampak tengah marah.“Mama! Aku ingin menikah sekarang saja dengan Xander! Ayo bilang Papa, segera nikahkan aku dengan Xander!” Audrey melipat tangan di depan dada. Bibirnya tertekuk manja seperti biasanya. Wajah gadis cantik itu memancarkan kemarahannya.Kening Miranda mengerut, menatap bingung Audrey. Lantas wanita itu melangkah mendekat pada putrinya itu. “Ada apa, Sayang? Kenapa kau tiba-tiba pulang malah meminta menikah dengan Xander? Kau dan Xander memang dijodohkan, tapi kalian berdua belum cukup umur untuk menikah, Nak.” Miranda