Sudah satu minggu Miranda masih belum juga membuka matanya. Selama satu minggu ini, Athes bagaikan mayat hidup yang terus berjuang. Selama satu minggu ini sudah ribuan kali Athes bertanya pada dokter kenapa Miranda tak kunjung membuka mata. Namun, sang dokter tidak bisa menjawab karena memang kondisi Miranda masih kritis.Segala dokter Athes datangkan dari banyak negara hanya demi membuat Miranda membuka mata, tetapi kenyataannya Athes tidak mendapatkan hasil. Hingga detik ini Miranda masih dalam keadaan kritis.Sungguh, Athes benar-benar merasa dirinya sudah mati. Satu minggu ini dia begitu tersiksa tidak bisa mendengar suara wanita yang begitu dia cintai. Senyuman, wajah, dan segala tentang Miranda begitu Athes rindukan.Namun, Athes tetap menyadari dirinya tidak boleh egois. Dia harus mengingat Audrey yang sangat membutuhkannya. Selama satu minggu ini, Athes terpaksa mengatakan pada Audrey bahwa Miranda sedang pergi sebentar. Mau tidak mau Athes harus berbohong pada putri kecilnya.
“Dokter, detak jantung pasien kembali.”Semua orang yang ada di sana terkejut mendengar perawat mengatakan detak jantung Miranda kembali. Athes dan Helen langsung menghampiri Miranda, menatapnya penuh dengan harap. Pun sang dokter segera memeriksakan keadaan Miranda.Tampak Athes dan Helen tidak bisa tenang. Mereka terus menatap Miranda yang tengah dalam pemeriksaan. Meski detak jantung Miranda telah kembali, wajah mereka masih terlihat begitu takut. Bahkan terlihat jelas Athes terlihat sangat frustrasi.Namun, tiba-tiba di saat dokter tengah memeriksa keadaan Miranda tanpa sengaja tatapan Athes teralih pada jemari Miranda yang mulai bergerak perlahan. Raut wajah Athes terkejut. Dia langsung menghampiri Miranda. Mengabaikan sang dokter yang tengah memeriksakan keadaan Miranda.“Sayang, aku tahu kau mendengarku. Buka matamu, Miranda. Demi aku dan Audrey. Buka matamu, Sayang.” Athes memeluk Miranda. Dia tak memedulikan air matanya jatuh menyentuh kulit Miranda. Mengabaikan dokter dan pe
Sudah tiga hari Miranda siuman. Selama masa pemulihan Miranda begitu dijaga ketat oleh dokter. Tentu saja ini karena Athes selalu mencemaskannya. Setiap hari Athes meminta dokter memastikan bahwa Miranda dan kandungannya baik-baik saja.Beruntung, memang keadaan Miranda mulai berangsur membaik. Kemarin, Audrey, putri mereka telah diperbolehkan pulang. Karena memang Audrey sudah lebih dulu siuman. Itu kenapa Audrey sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Saat Audrey masih berada di rumah sakit, setiap harinya Miranda begitu mencemaskan putri kecilnya itu. Pun Athes masih belum memberikan Miranda bertemu dengan Audrey. Pasalnya, Athes tidak ingin Audrey melihat keadaan Miranda yang sakit dan masih berwajah pucat.Tepatnya hari ini, ketika wajah Miranda sudah jauh lebih baik—Athes memperbolehkan Miranda bertemu dengan Audrey. Terpaksa Athes membohongi Audrey. Dia mengatakan pada putri kecilnya itu bahwa Miranda akan menemui Audrey jika Audrey telah pulih. Terbukti apa yang diucapkan oleh
Athes melangkah keluar dari ruang dokter, menuju ruang rawat Miranda. Sesaat dia melirik arlojinya sekilas—waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tadi pagi dokter sudah ke ruang rawat Miranda, mengatakan Miranda sudah diperbolehkan pulang ke rumah.Akan tetapi Athes tak bisa langsung tenang begitu saja. Dia mendatangi ruang dokter, memastikan keadaan Miranda. Dia tidak mau sampai terjadi sesuatu pada Miranda. Terlebih kondisi Miranda yang tengah mengandung. Membuat Athes tentu semakin overprotective.Saat Athes baru saja tiba di ruang rawat Miranda, langkah kaki Athes terhenti melihat Darren yang ada di depan ruang rawat Miranda. Mereka saling menatap dingin satu sama lainnya. Kini Athes melangkah mendekat ke arah Darren.“Kenapa kau tidak masuk ke dalam?” Suara Athes bertanya dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi. Menatap Darren yang berdiri di hadapannya.“Di dalam ada Helen dan Dakota yang menemani Miranda dan Audrey,” jawab Darren dengan nada datar dan dingin. “Aku ingin
Marco turun dari mobilnya. Dia mengancingkan jasnya—lalu melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah sakit jiwa—ada seseorang yang Marco ingin temui di rumah sakit ini. Baru saja dia kembali dari Singapore, pria itu langsung mengunjungi rumah sakit ini kala mendengar suatu berita yang benar-benar membuat amarahnya tak tertahan.“Selamat siang, Tuan. Apa Anda Tuan Marco yang sebelumnya menghubungi saya?” tanya sang perawat dengan sopan seraya menatap Marco yang berdiri di hadapannya.Marco menganggukkan kepalanya. “Bagaimana keadaan Valerie?” tanyanya dingin dengan sorot mata tajam.Tujuan Marco ke rumah sakit jiwa ini karena dia ingin bertemu dengan Valerie. Saat Marco berada di Singapore, dia sudah mendengar berita Valerie menculik Audrey. Pun dia mendengar Miranda dan Audrey jatuh dari tebing. Meski Marco tidak berada di Roma tapi Marco selalu mendengar kabar tentang Miranda dan Audrey dari anak buahnya.“Keadaan Nona Valerie terbilang buruk, Tuan. Setiap malam dia hanya berteriak te
Kediaman mewah milik Athes tampak begitu ramai dengan banyaknya para keluarga yang datang. Beberapa pelayan sejak tadi mondar mandir menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan.Hari ini adalah hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Miranda dan Athes. Hari di mana Miranda dan Athes akan mengucapkan janji pernikahan.Setelah begitu banyaknya masalah yang menghampiri mereka nyatanya mereka berhasil melalui semua itu. Air mata penderitaan kini telah tergantikan dengan kebahagiaan.“Nona Miranda. Anda cantik sekali. Kulit wajah Anda sangat halus dan terawat,” ujar sang makeup artist yang tengah merias wajah Miranda.Kini Miranda tengah duduk di depan meja rias. Sang makeup artist terkenal yang khusus didatangkan demi memoles wajah Miranda di hari pernikahan tampak sempurna. Walau sebenarnya, Miranda tidak membutuhkan riasan tebal. Wanita itu memiliki wajah yang mirip layaknya boneka. Mata yang besar nan indah. Bulu mata lentik. Hidung mancung dan mungil. Serta rambut pirang panjangnya yang
“Nona Audrey, ayo kita ke Tuan Athes dan Nyonya Miranda. Nanti mereka mencarimu, Nona,” kata Meri—pengasuh Audrey yang sejak tadi terus menemani Audrey yang kini tengah memakan cake.“Nanti saja. Aku ingin di sini,” jawab Audrey dengan riang.“Bagaimana kalau kita ke Tuan Darren dan Nyonya Helen? Tadi Nyonya Miranda berpesan agar Nona tidak jauh-jauh dari Tuan Darren dan Nyonya Helen,” ujar Meri yang mulai gelisah.Sebelumnya Miranda telah berpesan pada pengasuh Audrey agar tidak membawa jauh-jauh Audrey dari Darren dan Helen selama proses resepsi pernikahan. Namun, nyatanya Audrey mudah sekali bosan.Sejak tadi Audrey lebih menyukai berkeliling mencari makanan manis kesukaannya. Padahal sang pengasuh itu sudah memberi tahu Audrey untuk tidak perlu berkeliling. Para pelayan tentu akan menghidangkan makanan untuk Audrey, tapi tetap saja Audrey menolak. Seperti saat ini, Audrey tengah berjalan-jalan sambil memakan cake yang ada di tangannya.Hal yang membuat Audrey bosan karena sejak ta
“Marco.”Angela bergumam pelan memanggil pria yang begitu dia kenal. Tatapannya menatap Marco dengan lekat dan tersirat penuh arti. Namun kekelaman dan kepedihan seolah hanyut dalam netra mata amber Angela. Bagaikan air yang telah membeku karena diterpa badai salju.Sedangkan Marco yang masih menggendong Audrey tatapannya menatap sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya. Rambut cokelat panjang yang tergerai begitu indah. Tinggi semampai bagaikan model internasional. Kala netra mata Marco bertemu dengan netra mata Angela tersirat menunjuk percikan-percikan yang bermakna begitu dalam terlihat di pancaran keduanya orang itu.“Apa kabar, Angela? Lama tidak bertemu.” Marco akhirnya menyapa dengan suara pelan dan tersirat tegas.Ya, sapaan Marco pada Angela sukses membuat Athes dan Miranda menatap keduanya. Tatapan tersirat penuh arti. Bahkan Athes dan Miranda tidak menyangka Marco dan Angela saling mengenal.“Kalian saling mengenal?” sapa Athes seraya melihat Marco dan Angela bersama