Kediaman mewah milik Athes tampak begitu ramai dengan banyaknya para keluarga yang datang. Beberapa pelayan sejak tadi mondar mandir menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan.Hari ini adalah hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Miranda dan Athes. Hari di mana Miranda dan Athes akan mengucapkan janji pernikahan.Setelah begitu banyaknya masalah yang menghampiri mereka nyatanya mereka berhasil melalui semua itu. Air mata penderitaan kini telah tergantikan dengan kebahagiaan.“Nona Miranda. Anda cantik sekali. Kulit wajah Anda sangat halus dan terawat,” ujar sang makeup artist yang tengah merias wajah Miranda.Kini Miranda tengah duduk di depan meja rias. Sang makeup artist terkenal yang khusus didatangkan demi memoles wajah Miranda di hari pernikahan tampak sempurna. Walau sebenarnya, Miranda tidak membutuhkan riasan tebal. Wanita itu memiliki wajah yang mirip layaknya boneka. Mata yang besar nan indah. Bulu mata lentik. Hidung mancung dan mungil. Serta rambut pirang panjangnya yang
“Nona Audrey, ayo kita ke Tuan Athes dan Nyonya Miranda. Nanti mereka mencarimu, Nona,” kata Meri—pengasuh Audrey yang sejak tadi terus menemani Audrey yang kini tengah memakan cake.“Nanti saja. Aku ingin di sini,” jawab Audrey dengan riang.“Bagaimana kalau kita ke Tuan Darren dan Nyonya Helen? Tadi Nyonya Miranda berpesan agar Nona tidak jauh-jauh dari Tuan Darren dan Nyonya Helen,” ujar Meri yang mulai gelisah.Sebelumnya Miranda telah berpesan pada pengasuh Audrey agar tidak membawa jauh-jauh Audrey dari Darren dan Helen selama proses resepsi pernikahan. Namun, nyatanya Audrey mudah sekali bosan.Sejak tadi Audrey lebih menyukai berkeliling mencari makanan manis kesukaannya. Padahal sang pengasuh itu sudah memberi tahu Audrey untuk tidak perlu berkeliling. Para pelayan tentu akan menghidangkan makanan untuk Audrey, tapi tetap saja Audrey menolak. Seperti saat ini, Audrey tengah berjalan-jalan sambil memakan cake yang ada di tangannya.Hal yang membuat Audrey bosan karena sejak ta
“Marco.”Angela bergumam pelan memanggil pria yang begitu dia kenal. Tatapannya menatap Marco dengan lekat dan tersirat penuh arti. Namun kekelaman dan kepedihan seolah hanyut dalam netra mata amber Angela. Bagaikan air yang telah membeku karena diterpa badai salju.Sedangkan Marco yang masih menggendong Audrey tatapannya menatap sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya. Rambut cokelat panjang yang tergerai begitu indah. Tinggi semampai bagaikan model internasional. Kala netra mata Marco bertemu dengan netra mata Angela tersirat menunjuk percikan-percikan yang bermakna begitu dalam terlihat di pancaran keduanya orang itu.“Apa kabar, Angela? Lama tidak bertemu.” Marco akhirnya menyapa dengan suara pelan dan tersirat tegas.Ya, sapaan Marco pada Angela sukses membuat Athes dan Miranda menatap keduanya. Tatapan tersirat penuh arti. Bahkan Athes dan Miranda tidak menyangka Marco dan Angela saling mengenal.“Kalian saling mengenal?” sapa Athes seraya melihat Marco dan Angela bersama
Marco duduk di kursi kebesarannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi seraya mengetuk pelan jemarinya ke atas meja. Pandangan Marco lurus ke depan seperti tengah memikirkan sesuatu hal. Tampak raut wajah pria itu begitu dingin. Hingga saat suara ketukan pintu terdengar—Marco langsung mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu dan menginstruksi untuk masuk.“Tuan Marco.” Efrat, asisten Marco melangkah mendekat pada Marco. Dia menundukkan kepalanya kala tiba di depan Marco.“Apa kau sudah tahu tentang Angela?” Suara Marco bertanya dengan nada dingin dan tatapan yang tak lepas pada asistennya yang berdiri di hadapannya itu.Bisa dikatakan ini adalah hal yang gila. Setelah sekian lama Marco tidak bertemu dengan Angela, dia malah ingin tahu kehidupan Angela. Terlebih kala Angela telah memiliki seorang putra yang sudah besar. Marco menafsir, usia Xander sudah di atas 10 tahun. Hal itu yang membuat rasa penasaran Marco semakin bertambah.“Sudah, Tuan. Saya sudah tahu tentang kehidupan
“Mom, kenapa kau melamun seperti itu?” Suara Xander menegur ibunya yang duduk di kursi kebesarannya dengan wajah yang melamun dan tampak memikirkan sesuatu.“Sayang? Kau di sini?” Angela terkejut kala melihat kedatangan putranya ada di kantornya. Dengan cepat Angela langsung membenarkan posisi duduknya dan memaksakan senyuman di wajahnya.“Aku hanya mampir sebentar.” Xander duduk di hadapan ibunya. Lalu dengan santai dia menyilangkan kaki kanan dan bertumpu pada kaki kirinya. “Apa yang tadi kau pikirkan, Mom?” tanyanya lagi dengan nada dingin dan tersirat meminta sang ibu menjelaskan padanya.“Tadi Mommy hanya memikirkan project kerja sama perusahaan kita dengan Russel Group, Sayang.” Angela terus mengulas senyuman di wajahnya. “Ah, ya. Menurutmu bagaimana Audrey Russel? Putri kecil Paman Athes yang persis seperti boneka itu. Dia cantik dan menggemaskan, ya?” ucapnya yang mengalihkan pembicaraan.Xander mengembuskan napas kasar. “Gadis kecil itu menyebalkan dan berisik. Aku tidak meny
Suara dentuman musik memekak telinga. Aroma tembakau bercampur anggur mahal begitu menyeruak ke indra penciuman semua orang yang ada di klub malam itu. Terlihat semua orang yang ada di klub malam itu tampak bersenang-senang. Mereka tertawa bersama seolah tak memiliki masalah di kehidupan mereka. Lantai dansa pun penuh dengan pasangan yang menari bersama.Jika semua orang duduk dengan canda tawa kebahagiaan, lain halnya dengan Angela yang duduk di kursi depan bartender dengan raut wajah yang begitu frustrasi. Wanita itu sejak tadi tak henti-hentinya menenggak vodka. Lagi dan lagi, Angela meminta bartender untuk memberikan minuman untuknya. Meski kepalanya semakin memberat, akibat terlalu banyak minum alkohol, tapi dia sama sekali tidak peduli jika harus mabuk.“Nona, Anda sudah terlalu banyak minum. Nanti Anda kesulitan untuk pulang, Nona,” kata sang bartender mengingatkan Angela.Sudah tak lagi bisa dihitung berapa gelas vodka yang Angela minum. Dan ini sudah kesekian kali sang barten
“Kenapa kau harus berterima kasih padaku, Angela?”Suara Marco bertanya dengan tatapan yang terhunus begitu dingin pada Angela. Kata-kata Angela yang mengucapkan ‘Terima kasih telah memberikan Xander untukku.’ Membuat raut wajah Marco berubah. Sepasang iris mata Marco menajam. Nada bicaranya tegas dan tersirat memaksa Angela untuk menjelaskan padanya.Angela yang mabuk berat, memberikan tatapan sayu pada Marco. Tepat di saat tubuhnya nyaris ambruk, Marco segera menangkap tubuh Angela. Kini jarak mereka begitu dekat. Tubuh Angela menempel pada tubuh Marco. Aroma parfume Marco begitu menyeruak ke indra penciuman Angela.“Kau kenapa tidak mengganti parfume-mu, hm? Ini aroma yang sama seperti dulu.” Angela mengendus tubuh Marco. Pun Marco bergeming dan seolah membiarkan Angela menciumnya. “Ah, iya. Sepertinya memang kau tidak suka mengganti-ganti barang lamamu, ya? Nomor ponselmu yang lama saja masih aktif.” Angela tersenyum simpul dengan mata sayunya. “Kau hanya suka mengganti-ganti wani
“Kau sudah bangun rupanya, Angela?”Suara bariton menegur membuat Angela terkesiap. Raut wajah wanita itu tampak begitu terkejut. Tampak sepasang iris matanya begitu panik. Angela tidak lagi bisa menutupi bahwa dirinya dilanda kepanikan bercampur dengan rasa takut kala melihat sosok pria yang ada di hadapnnya itu adalah Marco. Pria yang dia hindari malah ada di hadapannya.Sesaat, Angela menarik napas dalam-dalam. Mengatur dirinya agar mampu mengatasi dirinya kala berada di depan pria itu. Angela mulai mengangkat dagunya, dan menatap dingin Marco yang ada di hadapannya.“Kenapa kau ada di sini, Marco?” tanya Angela dengan nada dingin dan sorot mata tajam pada Marco.Marco tak langsung menjawab. Dia melangkah mendekat pada Angela. Seakan ingin mengikis jarak di antara mereka. Namun, sayangnya setiap kali Marco melangkah satu langkah maka Angela sudah melangkah dua kali. Angela seakan menjauh dan menghindar dari Marco. Sayangnya, sekeras apa pun Angela menghindar, Angela tak mampu bisa