Marco duduk di kursi kebesarannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi seraya mengetuk pelan jemarinya ke atas meja. Pandangan Marco lurus ke depan seperti tengah memikirkan sesuatu hal. Tampak raut wajah pria itu begitu dingin. Hingga saat suara ketukan pintu terdengar—Marco langsung mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu dan menginstruksi untuk masuk.“Tuan Marco.” Efrat, asisten Marco melangkah mendekat pada Marco. Dia menundukkan kepalanya kala tiba di depan Marco.“Apa kau sudah tahu tentang Angela?” Suara Marco bertanya dengan nada dingin dan tatapan yang tak lepas pada asistennya yang berdiri di hadapannya itu.Bisa dikatakan ini adalah hal yang gila. Setelah sekian lama Marco tidak bertemu dengan Angela, dia malah ingin tahu kehidupan Angela. Terlebih kala Angela telah memiliki seorang putra yang sudah besar. Marco menafsir, usia Xander sudah di atas 10 tahun. Hal itu yang membuat rasa penasaran Marco semakin bertambah.“Sudah, Tuan. Saya sudah tahu tentang kehidupan
“Mom, kenapa kau melamun seperti itu?” Suara Xander menegur ibunya yang duduk di kursi kebesarannya dengan wajah yang melamun dan tampak memikirkan sesuatu.“Sayang? Kau di sini?” Angela terkejut kala melihat kedatangan putranya ada di kantornya. Dengan cepat Angela langsung membenarkan posisi duduknya dan memaksakan senyuman di wajahnya.“Aku hanya mampir sebentar.” Xander duduk di hadapan ibunya. Lalu dengan santai dia menyilangkan kaki kanan dan bertumpu pada kaki kirinya. “Apa yang tadi kau pikirkan, Mom?” tanyanya lagi dengan nada dingin dan tersirat meminta sang ibu menjelaskan padanya.“Tadi Mommy hanya memikirkan project kerja sama perusahaan kita dengan Russel Group, Sayang.” Angela terus mengulas senyuman di wajahnya. “Ah, ya. Menurutmu bagaimana Audrey Russel? Putri kecil Paman Athes yang persis seperti boneka itu. Dia cantik dan menggemaskan, ya?” ucapnya yang mengalihkan pembicaraan.Xander mengembuskan napas kasar. “Gadis kecil itu menyebalkan dan berisik. Aku tidak meny
Suara dentuman musik memekak telinga. Aroma tembakau bercampur anggur mahal begitu menyeruak ke indra penciuman semua orang yang ada di klub malam itu. Terlihat semua orang yang ada di klub malam itu tampak bersenang-senang. Mereka tertawa bersama seolah tak memiliki masalah di kehidupan mereka. Lantai dansa pun penuh dengan pasangan yang menari bersama.Jika semua orang duduk dengan canda tawa kebahagiaan, lain halnya dengan Angela yang duduk di kursi depan bartender dengan raut wajah yang begitu frustrasi. Wanita itu sejak tadi tak henti-hentinya menenggak vodka. Lagi dan lagi, Angela meminta bartender untuk memberikan minuman untuknya. Meski kepalanya semakin memberat, akibat terlalu banyak minum alkohol, tapi dia sama sekali tidak peduli jika harus mabuk.“Nona, Anda sudah terlalu banyak minum. Nanti Anda kesulitan untuk pulang, Nona,” kata sang bartender mengingatkan Angela.Sudah tak lagi bisa dihitung berapa gelas vodka yang Angela minum. Dan ini sudah kesekian kali sang barten
“Kenapa kau harus berterima kasih padaku, Angela?”Suara Marco bertanya dengan tatapan yang terhunus begitu dingin pada Angela. Kata-kata Angela yang mengucapkan ‘Terima kasih telah memberikan Xander untukku.’ Membuat raut wajah Marco berubah. Sepasang iris mata Marco menajam. Nada bicaranya tegas dan tersirat memaksa Angela untuk menjelaskan padanya.Angela yang mabuk berat, memberikan tatapan sayu pada Marco. Tepat di saat tubuhnya nyaris ambruk, Marco segera menangkap tubuh Angela. Kini jarak mereka begitu dekat. Tubuh Angela menempel pada tubuh Marco. Aroma parfume Marco begitu menyeruak ke indra penciuman Angela.“Kau kenapa tidak mengganti parfume-mu, hm? Ini aroma yang sama seperti dulu.” Angela mengendus tubuh Marco. Pun Marco bergeming dan seolah membiarkan Angela menciumnya. “Ah, iya. Sepertinya memang kau tidak suka mengganti-ganti barang lamamu, ya? Nomor ponselmu yang lama saja masih aktif.” Angela tersenyum simpul dengan mata sayunya. “Kau hanya suka mengganti-ganti wani
“Kau sudah bangun rupanya, Angela?”Suara bariton menegur membuat Angela terkesiap. Raut wajah wanita itu tampak begitu terkejut. Tampak sepasang iris matanya begitu panik. Angela tidak lagi bisa menutupi bahwa dirinya dilanda kepanikan bercampur dengan rasa takut kala melihat sosok pria yang ada di hadapnnya itu adalah Marco. Pria yang dia hindari malah ada di hadapannya.Sesaat, Angela menarik napas dalam-dalam. Mengatur dirinya agar mampu mengatasi dirinya kala berada di depan pria itu. Angela mulai mengangkat dagunya, dan menatap dingin Marco yang ada di hadapannya.“Kenapa kau ada di sini, Marco?” tanya Angela dengan nada dingin dan sorot mata tajam pada Marco.Marco tak langsung menjawab. Dia melangkah mendekat pada Angela. Seakan ingin mengikis jarak di antara mereka. Namun, sayangnya setiap kali Marco melangkah satu langkah maka Angela sudah melangkah dua kali. Angela seakan menjauh dan menghindar dari Marco. Sayangnya, sekeras apa pun Angela menghindar, Angela tak mampu bisa
“Kau pikir aku mudah percaya dengan kebohonganmu itu, Angela? Tadi malam jelas kau mengatakan Xander adalah putraku! Hentikan sandiwaramu, Angela Lawrence! Aku sudah mengetahui semuanya!”Suara Marco berseru dengan lantang, keras, dan begitu tegas sontak membuat tubuh Angela menegang. Terlihat jelas wajah cantik wanita itu begitu pucat. Pancaran matanya menunjukkan ketakutan luar biasa yang menelusup ke dalam diri.Bahkan tubuhnya seperti diterpa badai hebat. Nyaris ambruk. Jika saja Angela tak menguatkan dirinya sendiri, sudah pasti wanita itu terjatuh. Jantung Angela seakan berhenti. Tenggorokannya tercekat. Lidahnya begitu kelu, dan tak tahu bagaimana harus menyusun sebuah kata-kata.“M-Marco—”“Jika kau masih beralasan lagi, aku bersumpah akan menarik paksa Xander dan melakukan test DNA sendiri!” seru Marco meninggikan suaranya. Pria itu langsung memotong ucapan Angela. Seakan Marco tak mau lagi mendengar alasan yang lolos dari Angela.Sudah cukup satu malam ini Marco bersabar sam
“Xander membutuhkan ayahnya! Selama ini dia sudah cukup tinggal dengan ibunya! Sekarang biarkan Xander tinggal bersamaku! Jika kau mencegah maka kita akan bertemu di pengadilan!”Suara Marco berseru begitu lantang, dan tegas. Sepasang iris matanya terhunus begitu tajam pada Angela. Rahang pria itu mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat.“Tapi aku yang melahirkannya! Aku yang membesarkannya, Marco! Kau tidak berhak mengambil Xander dariku!” bentak Angela berapi-api. Ya, sampai mati pun Angela tidak akan memberikan Xander untuk Marco. Putranya adalah hidupnya. Sampai titik darah penghabisan, Angela akan terus berjuang demi mempertahankan Xander. Apa pun akan Angela lakukan agar putra tunggalnya selalu ada di sisinya.Senyuman sinis di wajah Marco terlukis mendengar ucapan Angela. Kini Marco mendekat pada Angela. Mengikis jarak di antara mereka. Tampak tatapan Marco begitu dingin.“Kau memang yang melahirkan Xander. Tapi untuk hal membesarkan, kau yang menyembunyikan dariku. Jika dulu
“Menikahlah denganku, Angela. Masalah ini akan selesai kalau kita menikah. Kau akan tetap tinggal dengan Xander dan aku juga bisa tinggal dengan Xander.”Sebuah kalimat yang lolos dari mulut Marco nyaris membuat Angela tertawa. Tentu Angela tahu itu hanyalah sebuah omong kosong belaka. Marco menikahinya? Sangat konyol! Setelah tiga belas tahun berpisah, pria di depannya ini mengajaknya menikah tanpa dosa.“Jangan bicara seperti orang tidak waras, Marco!” seru Angela menekankan.“Apa selama kamu mengenalku lama aku menyukai bicara main-main?” Marco melangkah mendekat pada Angela. Pria itu berdiri di depan Angela. Menatap lekat mata Angela dengan tatapan dingin, dan penuh ketegasan. “Tiga belas tahun kita tidak bertemu bukanlah waktu yang singkat. Dan meski sudah tiga belas tahun kita tidak lagi bertemu, sifatku masih tetap sama, Angela. Tidak berubah. Aku bukan pria yang menyukai bermain-main dengan ucapanku.”Angela terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Marco.Ya, mereka memang be