“Kau sudah bangun rupanya, Angela?”Suara bariton menegur membuat Angela terkesiap. Raut wajah wanita itu tampak begitu terkejut. Tampak sepasang iris matanya begitu panik. Angela tidak lagi bisa menutupi bahwa dirinya dilanda kepanikan bercampur dengan rasa takut kala melihat sosok pria yang ada di hadapnnya itu adalah Marco. Pria yang dia hindari malah ada di hadapannya.Sesaat, Angela menarik napas dalam-dalam. Mengatur dirinya agar mampu mengatasi dirinya kala berada di depan pria itu. Angela mulai mengangkat dagunya, dan menatap dingin Marco yang ada di hadapannya.“Kenapa kau ada di sini, Marco?” tanya Angela dengan nada dingin dan sorot mata tajam pada Marco.Marco tak langsung menjawab. Dia melangkah mendekat pada Angela. Seakan ingin mengikis jarak di antara mereka. Namun, sayangnya setiap kali Marco melangkah satu langkah maka Angela sudah melangkah dua kali. Angela seakan menjauh dan menghindar dari Marco. Sayangnya, sekeras apa pun Angela menghindar, Angela tak mampu bisa
“Kau pikir aku mudah percaya dengan kebohonganmu itu, Angela? Tadi malam jelas kau mengatakan Xander adalah putraku! Hentikan sandiwaramu, Angela Lawrence! Aku sudah mengetahui semuanya!”Suara Marco berseru dengan lantang, keras, dan begitu tegas sontak membuat tubuh Angela menegang. Terlihat jelas wajah cantik wanita itu begitu pucat. Pancaran matanya menunjukkan ketakutan luar biasa yang menelusup ke dalam diri.Bahkan tubuhnya seperti diterpa badai hebat. Nyaris ambruk. Jika saja Angela tak menguatkan dirinya sendiri, sudah pasti wanita itu terjatuh. Jantung Angela seakan berhenti. Tenggorokannya tercekat. Lidahnya begitu kelu, dan tak tahu bagaimana harus menyusun sebuah kata-kata.“M-Marco—”“Jika kau masih beralasan lagi, aku bersumpah akan menarik paksa Xander dan melakukan test DNA sendiri!” seru Marco meninggikan suaranya. Pria itu langsung memotong ucapan Angela. Seakan Marco tak mau lagi mendengar alasan yang lolos dari Angela.Sudah cukup satu malam ini Marco bersabar sam
“Xander membutuhkan ayahnya! Selama ini dia sudah cukup tinggal dengan ibunya! Sekarang biarkan Xander tinggal bersamaku! Jika kau mencegah maka kita akan bertemu di pengadilan!”Suara Marco berseru begitu lantang, dan tegas. Sepasang iris matanya terhunus begitu tajam pada Angela. Rahang pria itu mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat.“Tapi aku yang melahirkannya! Aku yang membesarkannya, Marco! Kau tidak berhak mengambil Xander dariku!” bentak Angela berapi-api. Ya, sampai mati pun Angela tidak akan memberikan Xander untuk Marco. Putranya adalah hidupnya. Sampai titik darah penghabisan, Angela akan terus berjuang demi mempertahankan Xander. Apa pun akan Angela lakukan agar putra tunggalnya selalu ada di sisinya.Senyuman sinis di wajah Marco terlukis mendengar ucapan Angela. Kini Marco mendekat pada Angela. Mengikis jarak di antara mereka. Tampak tatapan Marco begitu dingin.“Kau memang yang melahirkan Xander. Tapi untuk hal membesarkan, kau yang menyembunyikan dariku. Jika dulu
“Menikahlah denganku, Angela. Masalah ini akan selesai kalau kita menikah. Kau akan tetap tinggal dengan Xander dan aku juga bisa tinggal dengan Xander.”Sebuah kalimat yang lolos dari mulut Marco nyaris membuat Angela tertawa. Tentu Angela tahu itu hanyalah sebuah omong kosong belaka. Marco menikahinya? Sangat konyol! Setelah tiga belas tahun berpisah, pria di depannya ini mengajaknya menikah tanpa dosa.“Jangan bicara seperti orang tidak waras, Marco!” seru Angela menekankan.“Apa selama kamu mengenalku lama aku menyukai bicara main-main?” Marco melangkah mendekat pada Angela. Pria itu berdiri di depan Angela. Menatap lekat mata Angela dengan tatapan dingin, dan penuh ketegasan. “Tiga belas tahun kita tidak bertemu bukanlah waktu yang singkat. Dan meski sudah tiga belas tahun kita tidak lagi bertemu, sifatku masih tetap sama, Angela. Tidak berubah. Aku bukan pria yang menyukai bermain-main dengan ucapanku.”Angela terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Marco.Ya, mereka memang be
“Aku tidak mau makan!” Audrey melipatkan tangannya di depan dada. Gadis kecil itu menolak kala pengasuhnya menyuapi dirinya.“Nona, tadi pagi Anda makan sedikit. Siang ini kalau Anda tidak makan, nanti Tuan Athes dan Nyonya Miranda akan marah,” ucap Meri—pengasuh Audrey. Sudah sejak tadi Meri bersabar meminta Audrey untuk makan, tapi Audrey tetap tidak mau. Jika dibujuk maka Audrey akan semakin keras kepala.“Aku ingin bertemu dengan Kak Xander. Kalau aku belum bertemu dengan Kak Xander maka aku tidak akan mau makan!” ucap Audrey dengan bibir tertekuk dalam. Nada bicaranya penuh perintah. Gadis kecil itu memang terkenal dengan sifatnya yang begitu keras kepala. Audrey selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Jika tidak maka dia akan menangis dan merajuk seperti saat ini.“Ada apa ini?” Suara Miranda melangkah masuk ke dalam taman. Miranda baru saja pulang berbelanja dengan Helen, dia diberi tahu oleh pelayan kalau putri kecilnya berada di taman tengah disuapi oleh pengasuh.“Mama!” Aud
“Miranda, aku tidak bisa sarapan bersama denganmu dan Audrey. Aku ada meeting penting, dan malam ini aku juga pulang malam. Nanti aku akan meminta Henrik mencari keberadaan Angela. Aku belum tahu Angela masih ada di sini atau sudah kembali ke New York. Sejak pesta pernikahan kita, aku tidak lagi tahu kabarnya. Tapi seharusnya dia masih ada di sini. Jika dia sudah kembali ke New York, dia selalu berpamitan padaku.”Athes melangkah menghampiri Miranda yang tengah duduk di sofa. Pria itu sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Pagi ini Athes terburu-buru. Pasalnya Athes memiliki meeting penting. Dan tidak bisa dia hindari. Terpaksa keinginan putrinya yang merengek meminta bertemu dengan Xander ditunda sampai esok hari.“Belakangan ini kau selalu sibuk, Athes. Jangan lupa untuk minum vitaminmu. Aku tidak mau sampai kau sakit.” Miranda mendekat pada sang suami. Lalu merapikan dasi Athes yang kurang rapi.“I know. Kau tidak usah khawatir. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” Athes me
“Twinkle, twinkle, little star, how I wonder what you are. Up above the world so high. Like diamond in the sky. Twinkle, twinkle, little star. How I wonder what you are.” Audrey bernyanyi dengan begitu riang, dan gembira. Kini Audrey tengah berada di dalam mobil bersama dengan Marco—yang tengah melajukan mobil. Tampak Marco selalu mengulum senyumannya melihat sepanjang perjalanan Audrey selalu bernyanyi. Audrey memang gadis kecil yang periang. Bahkan Audrey mampu membuat semua orang di sekitarnya tertawa dengan tingkah lucunya.“Audrey, apa kau sangat bahagia karena ingin bertemu dengan Xander?” tanya Marco seraya melirik Audrey sekilas. Namun, pria itu tetap fokus melajukan mobilnya.“Iya, Paman. Aku sangat senang bertemu dengan Kak Xander,” jawab Audrey dengan begitu antusias, dan tersenyum riang. “Paman, aku ingin bertanya sesuatu pada Paman, tapi Paman harus jujur tidak boleh berbohong padaku.”Marco menaikkan alisnya mendengar ucapan Audrey yang terdengar serius, dan tidak main-
“Kak Xander.”Audrey memekik sampai melompat kegirangan kala melihat Xander. Gadis mungil itu langsung berlari menghamburkan tubuhnya ke tubuh Xander. Refleks, Xander terkejut kala Audrey memeluknya tiba-tiba.Sedangkan Angela dan Marco mereka bahkan sama-sama melukiskan sebuah senyuman samar di wajahnya mereka kala melihat Audrey memeluk Xander dengan begitu erat. Tampak gadis kecil itu begitu bahagia kala bertemu dengan Xander.“Lepaskan,” tukas Xander kesal kala Audrey memeluknya dengan sangat erat. Gadis mungil itu tentu hanya bisa memeluk pinggangnya saja. Tapi meski hanya bisa memeluk pinggangnya tetap saja Xander tidak suka!“Hey, apa kau tuli? Aku bilang jangan memelukku!” seru Xander kesal. Dia berusaha melepaskan pelukan Audrey tapi gadis kecil itu semakin mengeratkan pelukannya. Dia bisa saja bertindak kasar tetapi itu adalah hal yang tidak mungkin Xander lakukan saat ini.“Xander! Tidak boleh bicara seperti itu pada Audrey!” tegur Marco dan Angela yang kompak bersamaan kal