“Miranda, aku tidak bisa sarapan bersama denganmu dan Audrey. Aku ada meeting penting, dan malam ini aku juga pulang malam. Nanti aku akan meminta Henrik mencari keberadaan Angela. Aku belum tahu Angela masih ada di sini atau sudah kembali ke New York. Sejak pesta pernikahan kita, aku tidak lagi tahu kabarnya. Tapi seharusnya dia masih ada di sini. Jika dia sudah kembali ke New York, dia selalu berpamitan padaku.”Athes melangkah menghampiri Miranda yang tengah duduk di sofa. Pria itu sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Pagi ini Athes terburu-buru. Pasalnya Athes memiliki meeting penting. Dan tidak bisa dia hindari. Terpaksa keinginan putrinya yang merengek meminta bertemu dengan Xander ditunda sampai esok hari.“Belakangan ini kau selalu sibuk, Athes. Jangan lupa untuk minum vitaminmu. Aku tidak mau sampai kau sakit.” Miranda mendekat pada sang suami. Lalu merapikan dasi Athes yang kurang rapi.“I know. Kau tidak usah khawatir. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” Athes me
“Twinkle, twinkle, little star, how I wonder what you are. Up above the world so high. Like diamond in the sky. Twinkle, twinkle, little star. How I wonder what you are.” Audrey bernyanyi dengan begitu riang, dan gembira. Kini Audrey tengah berada di dalam mobil bersama dengan Marco—yang tengah melajukan mobil. Tampak Marco selalu mengulum senyumannya melihat sepanjang perjalanan Audrey selalu bernyanyi. Audrey memang gadis kecil yang periang. Bahkan Audrey mampu membuat semua orang di sekitarnya tertawa dengan tingkah lucunya.“Audrey, apa kau sangat bahagia karena ingin bertemu dengan Xander?” tanya Marco seraya melirik Audrey sekilas. Namun, pria itu tetap fokus melajukan mobilnya.“Iya, Paman. Aku sangat senang bertemu dengan Kak Xander,” jawab Audrey dengan begitu antusias, dan tersenyum riang. “Paman, aku ingin bertanya sesuatu pada Paman, tapi Paman harus jujur tidak boleh berbohong padaku.”Marco menaikkan alisnya mendengar ucapan Audrey yang terdengar serius, dan tidak main-
“Kak Xander.”Audrey memekik sampai melompat kegirangan kala melihat Xander. Gadis mungil itu langsung berlari menghamburkan tubuhnya ke tubuh Xander. Refleks, Xander terkejut kala Audrey memeluknya tiba-tiba.Sedangkan Angela dan Marco mereka bahkan sama-sama melukiskan sebuah senyuman samar di wajahnya mereka kala melihat Audrey memeluk Xander dengan begitu erat. Tampak gadis kecil itu begitu bahagia kala bertemu dengan Xander.“Lepaskan,” tukas Xander kesal kala Audrey memeluknya dengan sangat erat. Gadis mungil itu tentu hanya bisa memeluk pinggangnya saja. Tapi meski hanya bisa memeluk pinggangnya tetap saja Xander tidak suka!“Hey, apa kau tuli? Aku bilang jangan memelukku!” seru Xander kesal. Dia berusaha melepaskan pelukan Audrey tapi gadis kecil itu semakin mengeratkan pelukannya. Dia bisa saja bertindak kasar tetapi itu adalah hal yang tidak mungkin Xander lakukan saat ini.“Xander! Tidak boleh bicara seperti itu pada Audrey!” tegur Marco dan Angela yang kompak bersamaan kal
Xander menatap Audrey yang tertidur pulas di ranjangnya. Tadi setelah gadis kecil itu puas bermain, dia tertidur di sofa. Dan ketika Xander melihat Audrey tertidur di sofa, pemuda itu langsung memindahkan tubuh Audrey ke kamarnya. Bukan tentang peduli tapi Xander tidak mau Audrey menangis karena terjatuh dari sofa. Lebih baik baginya memindahkan gadis kecil yang cerewet itu ke dalam kamarnya.Sejenak, Xander terdiam menatap wajah polos Audrey. Pipi bulat kemerahan. Rambut pirang. Gadis kecil itu memang persis seperti boneka hidup. Jika saja Audrey tidak cerewet mungkin dirinya tidak keberatan kalau Audrey datang sesekali ke rumahnya. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah Audrey sering mengganggunya dengan ucapan-ucapan konyol.Demi Tuhan, ingin rasanya Xander segera kembali ke New York, dan tidak lagi bertemu dengan gadis cerewet itu. Namun entah kenapa ibunya belum mengajaknya kembali ke New York. Hingga mau tak mau dirinya masih terpenjara di Roma—kota yang sebenarnya indah t
“Xander?”Mata Angela terbelalak terkejut melihat putranya melangkah mendekat padanya. Tampak wajah Angela memucat. Rasa cemas, dan panik menjalar dalam dirinya. Jantungnya berdegup kencang. Napas Angela memburu. Bahkan pikiran Angela tak mampu berpikir jernih kala melihat putranya.Jika Angela dilanda kepanikan, lain halnya dengan Marco yang sejak tadi hanya memasang wajah tenang. Namun, di balik wajah tenang Marco—dia menatap Xander dengan begitu lekat.“Kenapa kalian menipuku? Kenapa?!” Suara Xander bertanya dengan nada tinggi, dan keras. Tatapan pemuda itu terhunus begitu tajam pada Angela dan Marco.“X-Xander—” Tenggorokan Angela tercekat. Lidahnya kelu. Otaknya tak mampu merangkai kata-kata. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya. Ya, Angela tidak tahu apa yang dia katakan pada putranya itu. Dia sulit mengatakan kebenaran. Dan dia pun tak mungkin lagi berbohong dalam keadaan seperti ini.Marco mengembuskan napas panjang. Dia menatap Angela yang tak mampu menjawab ucapan Xander
Langit cerah mulai tertutupi awan gelap. Angin berembus menyentuh pepohonan. Pun dedaunan jatuh memenuhi hamparan jalanan luas. Cuaca terlihat begitu menyejukkan. Musim gugur tampak begitu indah. Kini Marco melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Bersama dengan Audrey—yang duduk di sampingnya. Gadis kecil itu tengah tertidur pulas.Sepulang dari rumah Angela, Marco segera membawa Audrey pulang karena harus mengantarkan gadis kecil itu ke rumahnya. Beruntung saat kekacauan tadi terjadi, Audrey masih tertidur pulas di kamar Xander. Paling tidak Audrey tidak melihat pertengkaran terjadi.Sejenak, Marco mengembuskan napas panjang. Pikirannya memikirkan tentang Xander—putranya yang kini melarikan diri. Sebenarnya Marco bisa saja meminta anak buahnya mencari Xander. Namun, Marco memilih untuk membiarkan Xander menenangkan diri. Pun Marco mencegah Angela mencari Xander.Untuk sementara Marco akan membiarkan Xander menangkan diri. Tapi akan tiba saatnya nanti Marco mencari putranya itu.M
Suara ketukan pintu membuat Athes, dan Miranda yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Tampak Miranda mengerjapkan matanya beberapa kali. Raut wajah bingung Miranda begitu terlihat kala mendengar suara ketukan pintu itu. Terlebih di kala Athes menghidupkan lampu di atas nakas, Miranda langsung melihat ke jam dinding—wktu menunjukkan pukul dua belas malam. Tak biasanya pelayan mengetuk pintu semalam ini.“Athes, kenapa pelayan mengetuk pintu malam-malam seperti ini?” ujar Miranda seraya menguap. Dia masih sangat mengantuk.“Mungkin pelayan ingin memberi tahu kalau Henrik datang,” jawab Athes menduga. Ya, ketika Athes sudah tahu tentang Xander; dia langsung meminta asistennya untuk mencari keberadaan Xander.“Henrik?” Kening Miranda mengerut dalam, tatapannya menatap Athes dengan tatapan tak mengerti. “Kenapa Henrik datang larut malam seperti ini, Athes?” tanyanya.“Ada pekerjaan yang aku minta dia kerjakan dalam waktu dekat.” Athes menjawab sembari mengecup kening Miranda. Athes
“Tuan Marco.” Sang pelayan menyapa Marco yang baru saja tiba dengan sopan. Kini Marco tengah berada di mansion rumah Angela. Pria itu sengaja mendatangi Angela karena ingin melihat keadaan Angela. Marco tahu Angela begitu terpuruk karena hingga detik ini Xander belum juga pulang ke rumah. Dan tujuannya kali ini mendatangi Angela karena ingin memastikan keadaan wanita itu baik-baik saja. Hatinya merasa tak nyaman kala Angela terus menangis.“Di mana Angela?” tanya Marco dingin, dan raut wajah tanpa ekspresi.“Nyonya Angela berada di ruang keluarga, Tuan. Sejak tadi Nyonya Angela tidak henti-hentinya menangis,” jawab sang pelayan memberi tahu seraya menundukkan kepalanya.Marco mengembuskan napas berat mendengar apa yang dikatakan oleh sang pelayan. Sebelumnya Marco memang meminta Angela untuk tidak mencari Xander. Tentu Marco melakukan ini karena Marco ingin membiarkan Athes berbicara pada Xander lebih dulu. Mungkin jika Xander seusia Audrey maka masalah tak akan serumit ini.“Aku akan