“Xander?”Mata Angela terbelalak terkejut melihat putranya melangkah mendekat padanya. Tampak wajah Angela memucat. Rasa cemas, dan panik menjalar dalam dirinya. Jantungnya berdegup kencang. Napas Angela memburu. Bahkan pikiran Angela tak mampu berpikir jernih kala melihat putranya.Jika Angela dilanda kepanikan, lain halnya dengan Marco yang sejak tadi hanya memasang wajah tenang. Namun, di balik wajah tenang Marco—dia menatap Xander dengan begitu lekat.“Kenapa kalian menipuku? Kenapa?!” Suara Xander bertanya dengan nada tinggi, dan keras. Tatapan pemuda itu terhunus begitu tajam pada Angela dan Marco.“X-Xander—” Tenggorokan Angela tercekat. Lidahnya kelu. Otaknya tak mampu merangkai kata-kata. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya. Ya, Angela tidak tahu apa yang dia katakan pada putranya itu. Dia sulit mengatakan kebenaran. Dan dia pun tak mungkin lagi berbohong dalam keadaan seperti ini.Marco mengembuskan napas panjang. Dia menatap Angela yang tak mampu menjawab ucapan Xander
Langit cerah mulai tertutupi awan gelap. Angin berembus menyentuh pepohonan. Pun dedaunan jatuh memenuhi hamparan jalanan luas. Cuaca terlihat begitu menyejukkan. Musim gugur tampak begitu indah. Kini Marco melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Bersama dengan Audrey—yang duduk di sampingnya. Gadis kecil itu tengah tertidur pulas.Sepulang dari rumah Angela, Marco segera membawa Audrey pulang karena harus mengantarkan gadis kecil itu ke rumahnya. Beruntung saat kekacauan tadi terjadi, Audrey masih tertidur pulas di kamar Xander. Paling tidak Audrey tidak melihat pertengkaran terjadi.Sejenak, Marco mengembuskan napas panjang. Pikirannya memikirkan tentang Xander—putranya yang kini melarikan diri. Sebenarnya Marco bisa saja meminta anak buahnya mencari Xander. Namun, Marco memilih untuk membiarkan Xander menenangkan diri. Pun Marco mencegah Angela mencari Xander.Untuk sementara Marco akan membiarkan Xander menangkan diri. Tapi akan tiba saatnya nanti Marco mencari putranya itu.M
Suara ketukan pintu membuat Athes, dan Miranda yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Tampak Miranda mengerjapkan matanya beberapa kali. Raut wajah bingung Miranda begitu terlihat kala mendengar suara ketukan pintu itu. Terlebih di kala Athes menghidupkan lampu di atas nakas, Miranda langsung melihat ke jam dinding—wktu menunjukkan pukul dua belas malam. Tak biasanya pelayan mengetuk pintu semalam ini.“Athes, kenapa pelayan mengetuk pintu malam-malam seperti ini?” ujar Miranda seraya menguap. Dia masih sangat mengantuk.“Mungkin pelayan ingin memberi tahu kalau Henrik datang,” jawab Athes menduga. Ya, ketika Athes sudah tahu tentang Xander; dia langsung meminta asistennya untuk mencari keberadaan Xander.“Henrik?” Kening Miranda mengerut dalam, tatapannya menatap Athes dengan tatapan tak mengerti. “Kenapa Henrik datang larut malam seperti ini, Athes?” tanyanya.“Ada pekerjaan yang aku minta dia kerjakan dalam waktu dekat.” Athes menjawab sembari mengecup kening Miranda. Athes
“Tuan Marco.” Sang pelayan menyapa Marco yang baru saja tiba dengan sopan. Kini Marco tengah berada di mansion rumah Angela. Pria itu sengaja mendatangi Angela karena ingin melihat keadaan Angela. Marco tahu Angela begitu terpuruk karena hingga detik ini Xander belum juga pulang ke rumah. Dan tujuannya kali ini mendatangi Angela karena ingin memastikan keadaan wanita itu baik-baik saja. Hatinya merasa tak nyaman kala Angela terus menangis.“Di mana Angela?” tanya Marco dingin, dan raut wajah tanpa ekspresi.“Nyonya Angela berada di ruang keluarga, Tuan. Sejak tadi Nyonya Angela tidak henti-hentinya menangis,” jawab sang pelayan memberi tahu seraya menundukkan kepalanya.Marco mengembuskan napas berat mendengar apa yang dikatakan oleh sang pelayan. Sebelumnya Marco memang meminta Angela untuk tidak mencari Xander. Tentu Marco melakukan ini karena Marco ingin membiarkan Athes berbicara pada Xander lebih dulu. Mungkin jika Xander seusia Audrey maka masalah tak akan serumit ini.“Aku akan
“Athes, tadi malam kau pulang jam berapa?”Suara Miranda bertanya seraya melangkah mendekati Athes yang tengah duduk di sofa. Sebelum duduk, Miranda membawakan cangkir kopi ekspreso untuk sang suami. Pun Athes menerima kopi dari Miranda sambil mengucapkan terima kasih. Tadi malam Athes pergi meninggalkannya dengan alasan ada pekerjaan yang harus dikerjakan oleh suaminya itu. Awalnya Miranda menunggu tapi akhirnya Miranda ketiduran. Wanita hamil memang tidak mudah bergadang.“Aku pergi menemui Xander.”Raut wajah Miranda berubah mendengar apa yang diucapkan oleh Athes. Tampak sepasang iris mata silver Miranda menatap lekat Athes dengan tatapan menuntut penjelasan. Tentu saja Miranda bingung sekaligus terkejut mendengar Athes menemui Xander.“Kau menemui Xander?” ulang Miranda memastikan.Athes menganggukkan kepalanya. “Xander adalah anak Marco dan Angela. Dulu Marco adalah kekasih Angela. Mereka berpisah karena ego mereka. Tepatnya saat waktu itu Marco mengantar Audrey, dia mengatakan
“Nyonya.” Sang pelayan menyapa Angela yang baru saja tiba di rumah. Hari ini Angela menyibukan diri di kantornya. Entah kenapa Angela ingin menyibukkan diri dari pekerjaannya.Mungkin lebih tepatnya, Angela mau melupakan semua masalah yang sempat menghampirinya. Kesalahpahaman telah berakhir. Angela memberikan ruang pada Marco untuk lebih dekat dengan Xander. Itu kenapa Angela memilih menyibukan diri di kantor. Walau tak dipungkiri ada sesuatu hal dari dalam relung hati Angela terdalam. Hal di mana sulit Angela ungkapkan. Karena Angela tahu dirinya tak mungkin terbelenggu dalam masa lalu.“Di mana Xander?” Angela bertanya pada sang pelayan yang berdiri di hadapannya.“Tuan Xander ada di kamarnya, Nyonya,” jawab sang pelayan itu.Angela menganggukkan kepalanya. “Apa hari ini Marco datang?” tanyanya lagi. Karena Angela tahu Marco sering menemui Xander. Tentu Angela tak akan pernah melarang Marco yang ingin dekat dengan Xander.“Tuan Marco siang ini tidak datang, tapi tadi beliau menele
Marco menatap Angela yang masih tertidur dalam dekapannya. Wajah Angela terlihat begitu cantik. Hidung mancung. Bibir ranum seksi. Di usia Angela yang telah di atas tiga puluh tahun ini membuat wanita itu semakin cantik. Aura wajahnya begitu menawan, dan memesona. Marco tak menampik akan hal itu. Tiga belas tahun dirinya tidak bertemu dengan Angela tapi nyatanya Angela semakin mempesona.Kini Marco membawa tangannya membelai pipi Angela. Tampak senyuman samar di wajah Marco terlukis membayangkan kejadian tadi malam. Siapa yang mengira ciuman yang dia sengaja berikan untuk membuktikan perasaan Angela, membuat mereka malah berakhir di ranjang.Gelora hasrat tak mampu tertahan. Baik Marco dan Angela tidak bisa mengendalikan diri—kala tubuh mereka terbakar oleh panasnya gairah yang telah mereka ciptakan sendiri. Mereka saling meluapkan kerindukan mereka. Menyingkirkan ego yang selama ini terbelenggu dalam diri mereka masing-masing. Bahkan tadi malam, Marco melakukan pergulatan panas denga
“Morning, Sayang.”Angela menyapa hangat Xander yang sudah duduk di ruang makan. Wanita itu melangkah masuk ke dalam ruang makan bersama dengan Marco. Tampak kening Xander mengerut dalam melihat ibunya bersama dengan ayahnya. Bahkan di kala Marco dan Angela sudah duduk di kursi meja makan, tatapan Xander tak henti menatap kedua orang tuanya yang terlihat begitu berbeda hari ini. Padahal Xander sangat tahu kalau selama ini kedua orang tuanya itu tak sedekat ini. Tapi kenapa mereka bisa bersama? Ribuan pertanyaan menyerbu pikiran Xander.“Kenapa kalian bisa bersama pagi ini?”Suara Xander bertanya pada Marco dan Angela. Xander mengingat tadi malam ayahnya yang ingin menemuinya malah tidak datang. Akan tetapi, Xander tak menghubungi ayahnya itu. Xander pikir ayahnya tengah sibuk. Dan sekarang tiba-tiba saja Xander dikejutkan ayah dan ibunya bersama bahkan terlihat sangatlah dekat.“Memangnya Mommy tidak boleh bersama dengan Daddy?” Angela mengulas senyuman di wajahnya. “Ayo kita sarapan,