“Morning, Sayang.”Angela menyapa hangat Xander yang sudah duduk di ruang makan. Wanita itu melangkah masuk ke dalam ruang makan bersama dengan Marco. Tampak kening Xander mengerut dalam melihat ibunya bersama dengan ayahnya. Bahkan di kala Marco dan Angela sudah duduk di kursi meja makan, tatapan Xander tak henti menatap kedua orang tuanya yang terlihat begitu berbeda hari ini. Padahal Xander sangat tahu kalau selama ini kedua orang tuanya itu tak sedekat ini. Tapi kenapa mereka bisa bersama? Ribuan pertanyaan menyerbu pikiran Xander.“Kenapa kalian bisa bersama pagi ini?”Suara Xander bertanya pada Marco dan Angela. Xander mengingat tadi malam ayahnya yang ingin menemuinya malah tidak datang. Akan tetapi, Xander tak menghubungi ayahnya itu. Xander pikir ayahnya tengah sibuk. Dan sekarang tiba-tiba saja Xander dikejutkan ayah dan ibunya bersama bahkan terlihat sangatlah dekat.“Memangnya Mommy tidak boleh bersama dengan Daddy?” Angela mengulas senyuman di wajahnya. “Ayo kita sarapan,
“Aku berniat menjodohkan Xander dan Audrey. Apa kalian setuju?”Suara Marco berucap sontak membuat raut wajah Xander berubah. Pemuda itu yang tengah duduk di samping Marco langsung menatap tajam ayahnya itu. Xander hendak mengeluarkan suara namun tatapan penuh peringatan dari Angela—ibunya membuat Xander terpaksa mengurungkan niatnya.Tampak rahang Xander mengetat. Amarah yang terbendung pada pemuda itu tersulut mendengar apa yang diucapkan oleh ayahnya. Hal yang paling Xander benci di dunia ini harus menahan emosinya. Sungguh, Xander tak mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh ayahnya sampai mengeluarkan kata-kata konyol.Perkataan Marco itu sukses membuat Miranda dan Angela terkejut. Kedua wanita itu bahkan nyaris tak mampu merangkai kata-kata kala mendengar ucapan Marco. Sedangkan Athes yang duduk tenang sambil memangku Audrey tampak tak terkejut sedikit pun. Athes malah menatap lekat Marco. Seolah mengajak Marco berdiskusi.“Apa alasanmu ingin menjodohkan Xander dan Audrey?” Athe
“Miranda, kemungkinan hari ini aku akan pulang terlambat. Kau jangan menungguku. Tidurlah duluan. Kau sedang hamil. Dokter melarangmu tidur larut malam.”Athes berujar seraya memakai arloji di pergelangan tangannya. Pria itu tampak begitu terburu-buru. Sedangkan Miranda sejak tadi melamun. Wanita itu terdiam, dan tengah memikirkan sesuatu dalam benaknya. Pagi ini Miranda memang bangun lebih awal karena sang suami memiliki meeting penting. Akan tetapi tak dipungkiri suatu hal sejak kemarin mengganggu pikiran Miranda.“Miranda?” Athes menegur istrinya yang malah melamun. Tatapan pria itu menatap lekat mata Miranda. Tak bisa ditutupi, Athes melihat istrinya tengah memikirkan sesuatu.“Hm? Iya, Athes?” Miranda membuyarkan lamunannya kala mendengar suara Athes menegurnya.“Apa yang kau pikirkan?” Athes mendekat pada Miranda. Lalu pria itu menangkup kedua pipi Miranda. “Katakan padaku, apa yang mengganggu pikiranmu, hm?” tanyanya lagi.Miranda terdiam beberapa saat. Embusan napas panjang te
Menjelang pernikahan, Angela disibukkan dengan menentukan dekorasi yang paling tepat untuk pesta pernikahannya. Awalnya Angela ingin konsep pernikahannya nanti adalah garden party. Namun, Angela langsung mengubahnya.Wanita itu akhirnya memutuskan untuk mengadakan pesta pernikahan di hotel berbintang lima. Tentu alasannya karena Angela memiliki banyak rekan bisnis. Pun sama halnya dengan Marco. Rasanya tidak mungkin kalau dirinya dan Marco tak mengundang rekan bisnis mereka.Jika pernikahan itu diadakan di outdoor dengan tema garden party, maka besar kemungkinan para tamu akan dibatasi. Lain halnya jika konsep pernikahan mereka berada di hotel mewah. Mereka akan bisa mengundang ribuan para tamu undangan. Dan Angela yakin Marco akan lebih setuju menikah di hotel mewah daripada konsep outdoor dengan tema garden party.“Nyonya Angela.” Seorang pelayan menghampiri Angela yang tengah duduk di ruang keluarga sambil fokus dengan iPad di tangannya. Angela tengah sibuk melihat beberapa konsep
Miranda tersenyum hangat melihat Angela yang begitu cantik. Gaun pengantin dengan taburan berlian sukses membuat Angela seperti putri kerajaan. Pun Helen yang ada di sana menatap kagum penampilan Angela saat ini. Cantik. Memesona.Gaun pengantin Angela persis seperti gaun pengantin yang dipakai seorang putri kerajaan kala menikah. Hari ini adalah hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Angela dan Marco. Hari di mana Angela dan Marco akan mengucapkan janji suci pernikahan.“Angela, kau cantik sekali. Aku yakin Marco pasti akan semakin jatuh cinta padamu,” ucap Helen memuji penampilan Angela.“Benarkah, Helen? Aku takut kalau penampilanku terlalu berlebihan, dan Marco tidak menyukainya,” ujar Angela dengan wajah yang cemas.Senyuman hangat dan tulus di wajah Miranda terlukis. Detik selanjutnya Miranda mendekat pada Angela seraya mengelus lembut lengan Angela dan berkata, “Marco tidak mungkin tidak menyukai wanita secantikmu, Angela. Aku yakin Marco pasti menyukai penampilanmu. Kau sangat c
Beberapa bulan kemudian.Castel Sant’Angelo, Roma, Italia. Helen menelusuri kastil bersama dengan suami dan anaknya. Tampak wajah Dakota begitu bahagia kala berkeliling kastil. Sebuah kasil besar yang berdiri di Lungotevere Castello. Kastil ini sering dikenal dengan Castel San Angelo. Castel San Angelo sendiri merupakan bangunan besar berbentuk bundar, bangunan ini sendiri dikelilingi oleh semacam kolam besar. Sehingga untuk masuk ke dalam kastil tersebut Anda harus melalui sebuah jembatan utama yang ada di depan kastil, jembatan yang besar dengan patung yang ada di kiri dan kanan. Membuat kastil nampak megah bila dilihat dari luar.“Dakota, pelan-pelan, Sayang. Jangan berlari. Nanti kau jatuh, Nak,” seru Helen kala melihat Dakota berlari-lari menelusuri kastil.“Dakota tidak akan terjatuh, Sayang. Dia pasti berhanti-hati. Tenang saja.” Darren merengkuh bahu Helen, dan memberikan kecupan di pipi sang istri.Helen tersenyum. Lalu dia menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami. “
Lima tahun kemudian.“Zack, Mama tidak mau lagi sampai kau berkelahi dengan temanmu. Bukankah Mama sudah bilang kau tidak boleh bertindak kekerasan? Kalau memang temanmu salah harusnya kau laporkan pada guru bukan malah memukulnya!”Suara Miranda berseru pada putra keduanya. Tampak raut wajah Miranda menunjukkan jelas kemarahan. Nada bicaranya memang pelan, tapi tersirat tegas dan tak ingin dibantah.“Ma, ini bukan salahku. Dia curang, Ma. Saat bermain basket, dia sengaja mendorongku. Dia ingin aku jatuh dan mengambil alih bolaku. Dia memang sudah seharusnya aku pukul.”Zack menjawab seraya melipatkan tangan di depan dada. Bibirnya mengerucut memprotes ibunya. Bocah laki-laki itu merasa apa yang dia lakukan tidaklah salah. Temannya yang telah bermain curang. Sudah sepantasnya dia memberikan pukulan pada orang yang curang.Miranda memijat pelipisnya. Kepalanya pusing putranya itu memiliki sifat yang keras mirip seperti Athes. Sungguh, setiap hari Miranda harus bersabar karena selalu sa
Brakkk!Suara benda yang dibanting keras sontak membuat Miranda yang baru saja melangkah keluar kamar langsung terkejut. Refleks, Miranda berjalan cepat menghampiri sumber suara itu berasal. Dan seketika kala Miranda tiba di ruang tamu—dia terkejut melihat Audrey—putri sulungnya menbanting tumpukan buku hingga berserakan ke lantai.“Astaga, Sayang, kau kenapa membanting buku-bukumu seperti ini?” Suara Miranda berseru menatap tegas putri sulungnya yang tampak tengah marah.“Mama! Aku ingin menikah sekarang saja dengan Xander! Ayo bilang Papa, segera nikahkan aku dengan Xander!” Audrey melipat tangan di depan dada. Bibirnya tertekuk manja seperti biasanya. Wajah gadis cantik itu memancarkan kemarahannya.Kening Miranda mengerut, menatap bingung Audrey. Lantas wanita itu melangkah mendekat pada putrinya itu. “Ada apa, Sayang? Kenapa kau tiba-tiba pulang malah meminta menikah dengan Xander? Kau dan Xander memang dijodohkan, tapi kalian berdua belum cukup umur untuk menikah, Nak.” Miranda