Menjelang pernikahan, Angela disibukkan dengan menentukan dekorasi yang paling tepat untuk pesta pernikahannya. Awalnya Angela ingin konsep pernikahannya nanti adalah garden party. Namun, Angela langsung mengubahnya.Wanita itu akhirnya memutuskan untuk mengadakan pesta pernikahan di hotel berbintang lima. Tentu alasannya karena Angela memiliki banyak rekan bisnis. Pun sama halnya dengan Marco. Rasanya tidak mungkin kalau dirinya dan Marco tak mengundang rekan bisnis mereka.Jika pernikahan itu diadakan di outdoor dengan tema garden party, maka besar kemungkinan para tamu akan dibatasi. Lain halnya jika konsep pernikahan mereka berada di hotel mewah. Mereka akan bisa mengundang ribuan para tamu undangan. Dan Angela yakin Marco akan lebih setuju menikah di hotel mewah daripada konsep outdoor dengan tema garden party.“Nyonya Angela.” Seorang pelayan menghampiri Angela yang tengah duduk di ruang keluarga sambil fokus dengan iPad di tangannya. Angela tengah sibuk melihat beberapa konsep
Miranda tersenyum hangat melihat Angela yang begitu cantik. Gaun pengantin dengan taburan berlian sukses membuat Angela seperti putri kerajaan. Pun Helen yang ada di sana menatap kagum penampilan Angela saat ini. Cantik. Memesona.Gaun pengantin Angela persis seperti gaun pengantin yang dipakai seorang putri kerajaan kala menikah. Hari ini adalah hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Angela dan Marco. Hari di mana Angela dan Marco akan mengucapkan janji suci pernikahan.“Angela, kau cantik sekali. Aku yakin Marco pasti akan semakin jatuh cinta padamu,” ucap Helen memuji penampilan Angela.“Benarkah, Helen? Aku takut kalau penampilanku terlalu berlebihan, dan Marco tidak menyukainya,” ujar Angela dengan wajah yang cemas.Senyuman hangat dan tulus di wajah Miranda terlukis. Detik selanjutnya Miranda mendekat pada Angela seraya mengelus lembut lengan Angela dan berkata, “Marco tidak mungkin tidak menyukai wanita secantikmu, Angela. Aku yakin Marco pasti menyukai penampilanmu. Kau sangat c
Beberapa bulan kemudian.Castel Sant’Angelo, Roma, Italia. Helen menelusuri kastil bersama dengan suami dan anaknya. Tampak wajah Dakota begitu bahagia kala berkeliling kastil. Sebuah kasil besar yang berdiri di Lungotevere Castello. Kastil ini sering dikenal dengan Castel San Angelo. Castel San Angelo sendiri merupakan bangunan besar berbentuk bundar, bangunan ini sendiri dikelilingi oleh semacam kolam besar. Sehingga untuk masuk ke dalam kastil tersebut Anda harus melalui sebuah jembatan utama yang ada di depan kastil, jembatan yang besar dengan patung yang ada di kiri dan kanan. Membuat kastil nampak megah bila dilihat dari luar.“Dakota, pelan-pelan, Sayang. Jangan berlari. Nanti kau jatuh, Nak,” seru Helen kala melihat Dakota berlari-lari menelusuri kastil.“Dakota tidak akan terjatuh, Sayang. Dia pasti berhanti-hati. Tenang saja.” Darren merengkuh bahu Helen, dan memberikan kecupan di pipi sang istri.Helen tersenyum. Lalu dia menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami. “
Lima tahun kemudian.“Zack, Mama tidak mau lagi sampai kau berkelahi dengan temanmu. Bukankah Mama sudah bilang kau tidak boleh bertindak kekerasan? Kalau memang temanmu salah harusnya kau laporkan pada guru bukan malah memukulnya!”Suara Miranda berseru pada putra keduanya. Tampak raut wajah Miranda menunjukkan jelas kemarahan. Nada bicaranya memang pelan, tapi tersirat tegas dan tak ingin dibantah.“Ma, ini bukan salahku. Dia curang, Ma. Saat bermain basket, dia sengaja mendorongku. Dia ingin aku jatuh dan mengambil alih bolaku. Dia memang sudah seharusnya aku pukul.”Zack menjawab seraya melipatkan tangan di depan dada. Bibirnya mengerucut memprotes ibunya. Bocah laki-laki itu merasa apa yang dia lakukan tidaklah salah. Temannya yang telah bermain curang. Sudah sepantasnya dia memberikan pukulan pada orang yang curang.Miranda memijat pelipisnya. Kepalanya pusing putranya itu memiliki sifat yang keras mirip seperti Athes. Sungguh, setiap hari Miranda harus bersabar karena selalu sa
Brakkk!Suara benda yang dibanting keras sontak membuat Miranda yang baru saja melangkah keluar kamar langsung terkejut. Refleks, Miranda berjalan cepat menghampiri sumber suara itu berasal. Dan seketika kala Miranda tiba di ruang tamu—dia terkejut melihat Audrey—putri sulungnya menbanting tumpukan buku hingga berserakan ke lantai.“Astaga, Sayang, kau kenapa membanting buku-bukumu seperti ini?” Suara Miranda berseru menatap tegas putri sulungnya yang tampak tengah marah.“Mama! Aku ingin menikah sekarang saja dengan Xander! Ayo bilang Papa, segera nikahkan aku dengan Xander!” Audrey melipat tangan di depan dada. Bibirnya tertekuk manja seperti biasanya. Wajah gadis cantik itu memancarkan kemarahannya.Kening Miranda mengerut, menatap bingung Audrey. Lantas wanita itu melangkah mendekat pada putrinya itu. “Ada apa, Sayang? Kenapa kau tiba-tiba pulang malah meminta menikah dengan Xander? Kau dan Xander memang dijodohkan, tapi kalian berdua belum cukup umur untuk menikah, Nak.” Miranda
“Mom, I’m home!” Dakota—gadis kecil cantik melangkah masuk ke dalam rumah masih lengkap dengan seragam sekolahnya. Di belakang gadis itu ada dua pengasuh yang selalu menemaninya. Lantas Dakota melangkah menuju ruang makan. Gadis itu memiliki feeling kalau ibunya pasti ada di ruang makan. Karena di jam-jam seperti ini pasti ibunya selalu menyiapkan makanan.“Mom, aku sudah pulang.” Dakota kembali bersuara karena tadi ibunya tak mendengarnya. Dan benar saja, ketika Dakota tiba di ruang makan, ibunya itu tengah sibuk menata makanan. Jarak depan rumah ke ruang makan memang sangat jauh. Tak heran jika ibunya tak mendengar dirinya.“Oh, Sayang? Kau sudah pulang?” Helen langsung memeluk Dakota hangat dan memberikan kecupan lembut di kening putrinya itu.“Sudah, Mom. Aku sudah pulang. Mommy masak apa? Aku lapar sekali,” ujar Dakota seraya mengurai pelukannya.Helen tersenyum. “Mommy membuat pasta, salmon, steak, dan masih banyak lainnya. Ayo duduk. Sebentar lagi pasti Daddy dan adikmu turun.
“Mommy, aku ingin barbie baru. Yang kemarin aku sudah bosan, Mommy.” Suara gadis kecil berambut cokelat tebal panjang nan indah memprotes bosan pada koleksi barbie-barbie miliknya. Tampaknya gadis kecil itu tak mau lagi bermain dengan koleksi berbie-barbie miliknya. Padahal total barbie yang dimiliki gadis kecil itu sangat banyak.“Sayang, barbie milikmu kan sudah keluaran terbaru. Kenapa kau sudah bosan? Baru saja kemarin barbie-mu diantar. Tidak mungkin Mommy membelikan yang baru lagi, sedangkan koleksimu sangat banyak dan sangat bagus, Sayang,” ujar Angela dengan suara lembut pada putrinya.“No, Mommy. Aku sudah bosan dengan barbie lamaku. Aku ingin barbie baruku, Mommy,” ucap gadis kecil itu dengan bibir yang mencebik kesal. Nada bicaranya terdengar manja dan keras kepala. Seolah tersirat apa yang diinginkan adalah hal yang wajib dituruti.Angela menghela napas dalam meredakan rasa kesal yang terbendung dalam dirinya. Xena Marco Foster adalah putri bungsu Angela dan Marco. Usia Xe
“Athes, apa kau masih sibuk?” Miranda duduk di ranjang tepat di samping Athes yang sejak tadi sibuk pada iPad yang ada di tangannya. Entah pekerjaan apa yang sedang diurus sang suami. Belakangan ini memang kesibukan suaminya itu berkali-kali lipat.“Tinggal sedikit lagi. Kau tidurlah duluan, Sayang. Nanti aku akan menyusul,” jawab Athes tanpa mengalihkan pandangannya dari iPad-nya itu.Miranda mendesah pelan. “Ini sudah malam, Athes. Kau mau tidur jam berapa? Belakangan ini kenapa kau selalu saja bergadang. Kau bisa belanjutkan pekerjaanmu lagi besok.”Mendengar keluhan Miranda membuat Athes langsung meletakkan iPad-nya itu ke atas nakas. Athes tak ingin membuat istrinya itu marah padanya. Detik selanjutnya, Athes menarik tangan sang istri, berbaring di ranjang dalam posisi Athes memeluk Miranda.“Maaf. Ada beberapa project baru yang tidak bisa ditunda. Itu kenapa belakangan ini aku sangat sibuk.” Athes mengecupi pipi Miranda. Memeluk erat dan hangat istrinya itu. “Ya sudah, lebih bai