Athes melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Mengabaikan lampu mereka. Pria itu tidak peduli dengan aturan lalu lintas. Saat ini yang Athes pikirkan adalah bagaimana keadaan Miranda dan Audrey.Sepanjang jalan Athes tidak henti mengumpat kasar kala Miranda tidak menjawab telepon darinya. Beruntung Athes masih bisa melacak GPS di ponsel dan mobil yang dipakai oleh Miranda. Jika tidak, maka amarahnya akan semakin meledak. Ditambah Miranda pergi tanpa menghubungi dirinya.Suara dering ponsel terdengar. Athes segera melihat ke layar tertera nama Henrik di sana. Tanpa menunggu Athes langsung menjawab.“Kau sudah menemukan keberadaan Miranda dan putriku?” seru Athes dingin kala panggilan terhubung.“Tuan, titik GPS mengarah ke sebuah tebing yang jauh dari pusat kota. Anda segera ambil jalur kiri. Tidak akan lama lagi Anda sampai,” jawab Henrik dari seberang sana. Tanpa menjawab, Athes langsung menutup panggilan itu. Seketika rahang Athes mengetat mendengar titik GPS keberadaan Miranda
Athes mondar mandir gelisah di depan ruang UGD dengan raut wajah begitu panik. Tampak Athes yang ketakutan. Bayangan hal buruk yang terjadi pada Miranda dan Audrey tak henti muncul dalam benaknya. Berkali-kali Athes mengumpati kebodohannya. Andai dia tahu Valerie seperti ini maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Kesalahannya di masa lalu mengakibatkan Miranda dan Audrey dalam bahaya. Athes tidak menyangka Valerie akan berbuat hal yang seperti ini.Athes menyugar rambutnya kasar. Dia tidak bisa tenang. Pandangannya terus melihat ke pintu ke arah pintu UGD. Ketakutan menelusup ke dalam dirinya. Hal yang membuat Athes cemas ketika dia merasakan detak jantung Miranda melemah. Athes memejamkan mata sesaat, menepis semua hal buruk yang muncul dalam pikirannya. Dia yakin bahwa Miranda dan Audrey pasti akan selamat. Tidak akan terjadi sesuatu pada mereka.Ceklek!Suara pintu terbuka ruang UGD terbuka, sontak Athes langsung berlari ketika melihat sang dokter berdiri di ambang ruang UGD.“Ba
Berita tentang Valerie masuk rumah sakit jiwa telah ramai terdengar pada publik. Seluruh media beberapa kali ingin meminta penjelasan dari Athes tentang Valerie yang berniat mencelakai Miranda. Namun, sayangnya Athes masih belum mau ditemui sedikit pun. Setiap kali media ingin bertemu dengan Athes, para pengawal selalu menghadang mereka masuk. Bahkan ruangan di mana Miranda dirawat telah dikosongkan satu koridor. Athes tidak mau ada gangguan sedikit pun. Itu kenapa di lantai di mana ruang rawat Miranda berada, tidak ada lagi pasien lainnya.Athes khusus meminta pihak rumah sakit untuk mengosongkan lantai di mana ruang rawat Miranda berada. Lepas dari masalah tentang Valerie yang berniat melukai Miranda, alasan lain Athes masih belum mau ditemui para media adalah karena Athes hanya fokus pada pemulihan Miranda dan Audrey.Hingga detik ini baik Miranda ataupun Audrey masih belum juga sadar. Hal itu juga yang telah membuat hidup Athes terpuruk. Berkali-kali Athes bertanya pada dokter ka
Sudah satu minggu Miranda masih belum juga membuka matanya. Selama satu minggu ini, Athes bagaikan mayat hidup yang terus berjuang. Selama satu minggu ini sudah ribuan kali Athes bertanya pada dokter kenapa Miranda tak kunjung membuka mata. Namun, sang dokter tidak bisa menjawab karena memang kondisi Miranda masih kritis.Segala dokter Athes datangkan dari banyak negara hanya demi membuat Miranda membuka mata, tetapi kenyataannya Athes tidak mendapatkan hasil. Hingga detik ini Miranda masih dalam keadaan kritis.Sungguh, Athes benar-benar merasa dirinya sudah mati. Satu minggu ini dia begitu tersiksa tidak bisa mendengar suara wanita yang begitu dia cintai. Senyuman, wajah, dan segala tentang Miranda begitu Athes rindukan.Namun, Athes tetap menyadari dirinya tidak boleh egois. Dia harus mengingat Audrey yang sangat membutuhkannya. Selama satu minggu ini, Athes terpaksa mengatakan pada Audrey bahwa Miranda sedang pergi sebentar. Mau tidak mau Athes harus berbohong pada putri kecilnya.
“Dokter, detak jantung pasien kembali.”Semua orang yang ada di sana terkejut mendengar perawat mengatakan detak jantung Miranda kembali. Athes dan Helen langsung menghampiri Miranda, menatapnya penuh dengan harap. Pun sang dokter segera memeriksakan keadaan Miranda.Tampak Athes dan Helen tidak bisa tenang. Mereka terus menatap Miranda yang tengah dalam pemeriksaan. Meski detak jantung Miranda telah kembali, wajah mereka masih terlihat begitu takut. Bahkan terlihat jelas Athes terlihat sangat frustrasi.Namun, tiba-tiba di saat dokter tengah memeriksa keadaan Miranda tanpa sengaja tatapan Athes teralih pada jemari Miranda yang mulai bergerak perlahan. Raut wajah Athes terkejut. Dia langsung menghampiri Miranda. Mengabaikan sang dokter yang tengah memeriksakan keadaan Miranda.“Sayang, aku tahu kau mendengarku. Buka matamu, Miranda. Demi aku dan Audrey. Buka matamu, Sayang.” Athes memeluk Miranda. Dia tak memedulikan air matanya jatuh menyentuh kulit Miranda. Mengabaikan dokter dan pe
Sudah tiga hari Miranda siuman. Selama masa pemulihan Miranda begitu dijaga ketat oleh dokter. Tentu saja ini karena Athes selalu mencemaskannya. Setiap hari Athes meminta dokter memastikan bahwa Miranda dan kandungannya baik-baik saja.Beruntung, memang keadaan Miranda mulai berangsur membaik. Kemarin, Audrey, putri mereka telah diperbolehkan pulang. Karena memang Audrey sudah lebih dulu siuman. Itu kenapa Audrey sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Saat Audrey masih berada di rumah sakit, setiap harinya Miranda begitu mencemaskan putri kecilnya itu. Pun Athes masih belum memberikan Miranda bertemu dengan Audrey. Pasalnya, Athes tidak ingin Audrey melihat keadaan Miranda yang sakit dan masih berwajah pucat.Tepatnya hari ini, ketika wajah Miranda sudah jauh lebih baik—Athes memperbolehkan Miranda bertemu dengan Audrey. Terpaksa Athes membohongi Audrey. Dia mengatakan pada putri kecilnya itu bahwa Miranda akan menemui Audrey jika Audrey telah pulih. Terbukti apa yang diucapkan oleh
Athes melangkah keluar dari ruang dokter, menuju ruang rawat Miranda. Sesaat dia melirik arlojinya sekilas—waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tadi pagi dokter sudah ke ruang rawat Miranda, mengatakan Miranda sudah diperbolehkan pulang ke rumah.Akan tetapi Athes tak bisa langsung tenang begitu saja. Dia mendatangi ruang dokter, memastikan keadaan Miranda. Dia tidak mau sampai terjadi sesuatu pada Miranda. Terlebih kondisi Miranda yang tengah mengandung. Membuat Athes tentu semakin overprotective.Saat Athes baru saja tiba di ruang rawat Miranda, langkah kaki Athes terhenti melihat Darren yang ada di depan ruang rawat Miranda. Mereka saling menatap dingin satu sama lainnya. Kini Athes melangkah mendekat ke arah Darren.“Kenapa kau tidak masuk ke dalam?” Suara Athes bertanya dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi. Menatap Darren yang berdiri di hadapannya.“Di dalam ada Helen dan Dakota yang menemani Miranda dan Audrey,” jawab Darren dengan nada datar dan dingin. “Aku ingin
Marco turun dari mobilnya. Dia mengancingkan jasnya—lalu melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah sakit jiwa—ada seseorang yang Marco ingin temui di rumah sakit ini. Baru saja dia kembali dari Singapore, pria itu langsung mengunjungi rumah sakit ini kala mendengar suatu berita yang benar-benar membuat amarahnya tak tertahan.“Selamat siang, Tuan. Apa Anda Tuan Marco yang sebelumnya menghubungi saya?” tanya sang perawat dengan sopan seraya menatap Marco yang berdiri di hadapannya.Marco menganggukkan kepalanya. “Bagaimana keadaan Valerie?” tanyanya dingin dengan sorot mata tajam.Tujuan Marco ke rumah sakit jiwa ini karena dia ingin bertemu dengan Valerie. Saat Marco berada di Singapore, dia sudah mendengar berita Valerie menculik Audrey. Pun dia mendengar Miranda dan Audrey jatuh dari tebing. Meski Marco tidak berada di Roma tapi Marco selalu mendengar kabar tentang Miranda dan Audrey dari anak buahnya.“Keadaan Nona Valerie terbilang buruk, Tuan. Setiap malam dia hanya berteriak te