Saat pagi menyapa, Miranda sudah disibukkan berada di dapur membuat pasta untuk Athes dan Audrey. Pagi ini Miranda khusus membuatkan sarapan untuk Athes dan Audrey. Dia bangun lebih awal, demi membuat masakan. Menjelang pernikahan, Miranda tidak begitu disibukan dengan menulis. Karena sebelumnya Miranda sudah menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang tertunda.Miranda lebih banyak mengurus Athes dan putri mereka serta memeriksa sejauh mana persiapan pernikahan mereka. Awalnya Miranda memang menginginkan yang sederhana saja, namun Miranda tidak memiliki pilihan selain menuruti keinginan keluarganya dan keluarga Athes yang menginginkan pesta yang meriah. Karena banyaknya permintaan pesta pernikahannya meriah, maka Miranda pun memastikan bahwa pesta pernikahannya haruslah sempurna.“Selesai,” Miranda berucap riang kala sudah selesai memasak Fettuccine Alfredo.Fettuccine Alfredo adalah salah satu menu pasta yang Audrey sukai. Masih banyak jenis pasta yang Audrey sukai, namun pagi ini Mira
“Ah,” Miranda meringis perih kala telunjuknya terkena pisau. Kini dirinya tengah memasak. Mengingat Audrey sangat lahap jika dirinya yang membuatkan makanan. Namun, karena tidak hati-hati pisau terkena di telunjuknya.“Sayang? Kau kenapa?” Athes berdiri di ambang pintu dapur, menatap Miranda yang tengah meniup telunjuk. Tepat di saat mata Athes menangkap darah mengalir di telunjuk Miranda, dengan cepat Athes menghampiri Miranda. Mengambil tangan Miranda. Lalu membawanya ke wastafel. “Kenapa kau tidak hati-hati,” lanjutnya seraya membuka keran wastafel.“Ah.” Miranda menahan perih ketika air menyentuh telunjuknya. Saat darah yang mengalir dari telunjuk Miranda telah berhenti, Athes langsung meminta pelayan mengambilkan kotak obat. Kini Athes membalut telunjuk Miranda dengan plester.“Masih perih?” tanya Athes sembari memberikan kecupan di telunjuk Miranda.Senyum di bibir Miranda terlukis melihat Athes yang begitu perhatian padanya. “Aku tidak apa-apa, Athes. Nanti perihnya juga hilang
Athes turun dari mobil, dia melangkah dengan wajah dingin dan sorot mata tajam memendung kemarahannya. Tampak para pengawal Athes yang melihat Athes datang langsung menundukkan kepala mereka tak berani menatap Athes.“Di mana putriku? Kenapa kalian menjaga satu anak kecil saja tidak bisa!” seru Athes dengan geraman tertahan. Tatapannya kian menajam pada para pengawalnya.“T-Tuan, kami sedang melacak keberadaan mobil yang membawa Nona Audrey,” jawab salah satu pengawal dengan raut wajah yang tampak ketakutan.“Berikan aku hasil rekaman CCTV mobil yang membawa putriku sekarang!” seru Athes tegas.Sang pengawal langsung memberikan laptop, dan memutarkan rekaman CCTV tepat di halaman belakang sekolah. Tepat di saat rekaman CCTV sudah terputar, pengawal itu langsung mengarahkannya pada Athes.Sesaat Athes menajamnya penglihatannya ke layar laptop yang telah terputar hasil rekaman CCTV. Athes masih diam meski raut wajahnya begitu menunjukkan kemarahannya. Di rekaman CCTV itu terlihat jelas
Athes melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Mengabaikan lampu mereka. Pria itu tidak peduli dengan aturan lalu lintas. Saat ini yang Athes pikirkan adalah bagaimana keadaan Miranda dan Audrey.Sepanjang jalan Athes tidak henti mengumpat kasar kala Miranda tidak menjawab telepon darinya. Beruntung Athes masih bisa melacak GPS di ponsel dan mobil yang dipakai oleh Miranda. Jika tidak, maka amarahnya akan semakin meledak. Ditambah Miranda pergi tanpa menghubungi dirinya.Suara dering ponsel terdengar. Athes segera melihat ke layar tertera nama Henrik di sana. Tanpa menunggu Athes langsung menjawab.“Kau sudah menemukan keberadaan Miranda dan putriku?” seru Athes dingin kala panggilan terhubung.“Tuan, titik GPS mengarah ke sebuah tebing yang jauh dari pusat kota. Anda segera ambil jalur kiri. Tidak akan lama lagi Anda sampai,” jawab Henrik dari seberang sana. Tanpa menjawab, Athes langsung menutup panggilan itu. Seketika rahang Athes mengetat mendengar titik GPS keberadaan Miranda
Athes mondar mandir gelisah di depan ruang UGD dengan raut wajah begitu panik. Tampak Athes yang ketakutan. Bayangan hal buruk yang terjadi pada Miranda dan Audrey tak henti muncul dalam benaknya. Berkali-kali Athes mengumpati kebodohannya. Andai dia tahu Valerie seperti ini maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Kesalahannya di masa lalu mengakibatkan Miranda dan Audrey dalam bahaya. Athes tidak menyangka Valerie akan berbuat hal yang seperti ini.Athes menyugar rambutnya kasar. Dia tidak bisa tenang. Pandangannya terus melihat ke pintu ke arah pintu UGD. Ketakutan menelusup ke dalam dirinya. Hal yang membuat Athes cemas ketika dia merasakan detak jantung Miranda melemah. Athes memejamkan mata sesaat, menepis semua hal buruk yang muncul dalam pikirannya. Dia yakin bahwa Miranda dan Audrey pasti akan selamat. Tidak akan terjadi sesuatu pada mereka.Ceklek!Suara pintu terbuka ruang UGD terbuka, sontak Athes langsung berlari ketika melihat sang dokter berdiri di ambang ruang UGD.“Ba
Berita tentang Valerie masuk rumah sakit jiwa telah ramai terdengar pada publik. Seluruh media beberapa kali ingin meminta penjelasan dari Athes tentang Valerie yang berniat mencelakai Miranda. Namun, sayangnya Athes masih belum mau ditemui sedikit pun. Setiap kali media ingin bertemu dengan Athes, para pengawal selalu menghadang mereka masuk. Bahkan ruangan di mana Miranda dirawat telah dikosongkan satu koridor. Athes tidak mau ada gangguan sedikit pun. Itu kenapa di lantai di mana ruang rawat Miranda berada, tidak ada lagi pasien lainnya.Athes khusus meminta pihak rumah sakit untuk mengosongkan lantai di mana ruang rawat Miranda berada. Lepas dari masalah tentang Valerie yang berniat melukai Miranda, alasan lain Athes masih belum mau ditemui para media adalah karena Athes hanya fokus pada pemulihan Miranda dan Audrey.Hingga detik ini baik Miranda ataupun Audrey masih belum juga sadar. Hal itu juga yang telah membuat hidup Athes terpuruk. Berkali-kali Athes bertanya pada dokter ka
Sudah satu minggu Miranda masih belum juga membuka matanya. Selama satu minggu ini, Athes bagaikan mayat hidup yang terus berjuang. Selama satu minggu ini sudah ribuan kali Athes bertanya pada dokter kenapa Miranda tak kunjung membuka mata. Namun, sang dokter tidak bisa menjawab karena memang kondisi Miranda masih kritis.Segala dokter Athes datangkan dari banyak negara hanya demi membuat Miranda membuka mata, tetapi kenyataannya Athes tidak mendapatkan hasil. Hingga detik ini Miranda masih dalam keadaan kritis.Sungguh, Athes benar-benar merasa dirinya sudah mati. Satu minggu ini dia begitu tersiksa tidak bisa mendengar suara wanita yang begitu dia cintai. Senyuman, wajah, dan segala tentang Miranda begitu Athes rindukan.Namun, Athes tetap menyadari dirinya tidak boleh egois. Dia harus mengingat Audrey yang sangat membutuhkannya. Selama satu minggu ini, Athes terpaksa mengatakan pada Audrey bahwa Miranda sedang pergi sebentar. Mau tidak mau Athes harus berbohong pada putri kecilnya.
“Dokter, detak jantung pasien kembali.”Semua orang yang ada di sana terkejut mendengar perawat mengatakan detak jantung Miranda kembali. Athes dan Helen langsung menghampiri Miranda, menatapnya penuh dengan harap. Pun sang dokter segera memeriksakan keadaan Miranda.Tampak Athes dan Helen tidak bisa tenang. Mereka terus menatap Miranda yang tengah dalam pemeriksaan. Meski detak jantung Miranda telah kembali, wajah mereka masih terlihat begitu takut. Bahkan terlihat jelas Athes terlihat sangat frustrasi.Namun, tiba-tiba di saat dokter tengah memeriksa keadaan Miranda tanpa sengaja tatapan Athes teralih pada jemari Miranda yang mulai bergerak perlahan. Raut wajah Athes terkejut. Dia langsung menghampiri Miranda. Mengabaikan sang dokter yang tengah memeriksakan keadaan Miranda.“Sayang, aku tahu kau mendengarku. Buka matamu, Miranda. Demi aku dan Audrey. Buka matamu, Sayang.” Athes memeluk Miranda. Dia tak memedulikan air matanya jatuh menyentuh kulit Miranda. Mengabaikan dokter dan pe