“Oh ya?”
“Kalau kamu inget, aku nggak pernah flirting atau bahkan tidur sama perempuan lain setelah ketemu sama kamu.”
Badai menarik tangannya dan kembali mengambil potongan pizza di kotak yang ada di atas meja. Sedangkan Padma berdeham beberapa kali karena merasa tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, sehingga Badai pun berinisiatif menyodorkan gelas pada Padma.
“Nih, minum dulu.”
Padma menurut dan mengucapkan, “Makasih.”
Pembicaraan mengenai bagaimana Badai yang sudah tobat dari titelnya sebagai buaya darat itu berhenti begitu saja.
Badai memilih untuk bertanya kenapa Padma menonton film remaja tersebut yang dibalas Padma dengan, “Pengen aja. Jadi inget-inget wak
Kita memang bisa berkhianat dengan ucapan yang keluar dari mulut kita. Namun, reaksi tubuh adalah salah satu yang tak bisa kita ajak berkompromi.Seperti debaran jantung Padma.Sisa akhir pekan itu dihabiskan Padma untuk menyendiri di rumahnya. Pada Badai dan Asa ia beralasan ingin beristirahat dulu sekaligus beres-beres barang yang baru sampai dikirim dengan kargo dari Bali.Hal itu tidak sepenuhnya bohong. Nyatanya barang-barang itu memang baru tiba di Minggu siang tersebut. Tapi Padma tidak membongkarnya dan hanya membiarkannya teronggok di ruang belakang dekat dapurnya.Sampai Senin pagi ini, Padma malah lebih banyak melamunnya dibanding beraktivitas seperti biasa.“Bu, ada Bu Mili baru sampai.”“Mili?” Padma
“Kamu kenapa ngeliatin aku begitu banget?”“Emang aku ngeliatin kamu kayak gimana?”“Kayak penuh pertimbangan, ini kambing enaknya dibikin sate atau kambing guling ya?”Derai tawa Padma masuk ke telinga Badai dan kekhawatiran lelaki itu seketika sirna. Rasanya lega bisa melihat Padma tertawa hanya dengan lelucon recehnya.“Enak dong kalau kamu beneran kambing. Gede, pasti banyak dagingnya.”“Tapi kalau kegedean dagingnya alot nggak sih?”“Nggak tahu, aku kan bukan peternak kambing.”Kali ini Badai-lah yang tertawa. Andai saja Badai bisa membaca pikiran Padma, pastilah saat ini ia takkan tertawa.
“Asa, Mama mau ke toilet dulu ya. Kamu di sini sama Opa dan Oma dulu, nggak apa-apa kan?”Asa tentu saja mengangguk. Ia selalu senang berada di antara kedua orangtua Padma yang mengatakan padanya untuk dipanggil sebagai Opa dan Oma—karena bagi mereka, cucu Alkadri Tanaka juga cucu mereka.“Sebentar ya.” Padma mengusap pipi Asa dan anak itu sangat menyukainya. Ekspresinya yang senang hingga memejamkan mata mengingatkan Padma akan seekor kucing lucu yang pasti juga akan memejamkan matanya jika ada manusia yang mengusap dagunya.Padma pamit pada kedua orangtuanya dan berjalan menuju rumah Arsa dan Mili. Saat ia tak sengaja menoleh ke meja yang ia tinggalkan, seorang pramusaji datang dan menaruh dua gelas minuman di sana.“Ke mana Badai?” gumamnya sambil mencari sosok lel
“Ayo, dadah dulu ke Papa sama Mama Padma.”Asa menuruti permintaan Shua dan melambaikan tangannya dari mobil sang tante ke arah ayah dan tantenya tersebut.Pesta ulang tahun Mili sudah selesai sejak dua jam yang lalu. Tapi keluarga inti ditambah Badai dan keluarga Shua, bertahan di sana karena obrolan yang tak kenal ujung.Hingga akhirnya Shua tak sengaja mendengar Badai bicara pada Padma, untuk mengatakan pada Asa kalau mereka akan jalan-jalan dulu sebelum pulang. Shua berinisiatif untuk menolong sang sahabat dan sepupu.“Asa nginep di rumahku aja,” kata Shua tadi dengan yakinnya.Si tamu yang terlambat karena harus menangani kliennya yang rewel tersebut langsung tersenyum tanpa malu untuk membantu memuluskan apa pun rencana kedua janda da
Deru napas yang tersengal karena lupa bernapas, membuat Padma yang semula terpejam, kini membuka matanya.Badai masih selembut yang Padma ingat. Rasanya seperti ditarik ke masa lalu, ketika mereka masih berhubungan dan mereka masih bebas mencium satu sama lain.Meskipun seringnya adalah Badai yang menciumnya duluan dan Padma kadang-kadang memperingatinya soal perjanjian hubungan mereka.Seperti saat ini.Dengan tangan kanannya, Padma mendorong dada Badai. “Sebentar lagi lampu merahnya habis, Dai.”“Oh, ya.”Badai berdeham dan kembali duduk dengan benar di kursinya. Lima detik kemudian lampu lalu lintas berubah jadi hijau dan Badai segera kembali melajukan mobilnya.“Kamu mau makan s
“Emangnya bumil yang usia kandungannya kayak kamu ini… bener-bener selincah kamu ya?”Padma menggeleng pelan mendengar pertanyaan konyol dari Yogas. “Emangnya aku harus duduk selama 24 jam?”“Aku ngeri anakmu kecapekan.” Yogas menatap perut Padma yang memang sudah cukup besar. Wajar saja, HPL-nya tinggal menghitung hari lagi.Tiga hari lagi ibu Padma akan menemaninya di sini, berjaga-jaga kalau Padma membutuhkan bantuannya kapan saja ketika anaknya merasa siap untuk dilahirkan dan melihat dunia.“Nggaklah. Anakku kan kuat,” puji Padma sambil mengusap perutnya. “Santai sih, Yogas. Aku kan cuma menata buku di rak doang, itu pun maksimal buku yang kubawa cuma tiga dengan jarak dari kontainer ke rak hanya satu setengah meter.”
"Kamu yakin aku tungguin di sini?”“Kalau kamu mau keluar, keluar sana.”Nada galak Padma membuat Badai meringis dan tetap bertahan di tempatnya ketika Padma masih harus menunggu.Lelaki itu sudah tak menghitung berapa jam lamanya ia mendampingi Padma. Di sampingnya, ada ibu Padma dan Catra yang juga sejak tadi mendampingi Padma.“Nggak apa-apa, Badai. Kalau Padma maunya didampingin kamu, kamu di sini aja,” ucap ibu Catra dengan keibuan. “Perempuan mau melahirkan itu butuh didampingi sama siapa yang bisa menguatkan dia. Kalau kamu yang bisa menguatkan Padma, ya nggak apa-apa toh?”Padma menatap ibu mertuanya yang berdiri di sisi kirinya dengan penuh haru seraya mengucapkan terima kasih tanpa suara. Seperti mengerti, pe
“Kamar anakku belum jadi waktu aku tinggal.”“Siapa suruh kamu baru nata ulang kamar itu mepet?” Mili menjitak kepala Padma dan hanya disahuti dengan decakan.Hari ini hari kedua Padma di rumah sakit. Rencananya, besok atau lusa ia sudah diperbolehkan pulang. Jadilah hari ini Mili yang menunggui Padma bersama dengan suaminya, Arsa.Sebenarnya Padma juga sudah bisa pulang hari ini, tapi para orangtua yang protektif dan proses kehamilannya yang sempat berkendala, membuat Padma akhirnya mengiakan saja permintaan mereka semua.Para orangtua sudah diminta oleh Padma beristirahat dulu dan untungnya, mereka menurut. Meskipun kegembiraan atas cucu pertama tentu saja tetap membuat semangat mereka meledak-ledak.“Habisnya aku kelamaan mikirin penataanny