~Kejadian tak terduga bisa terjadi kapanpun~
Hari-hari selanjutnya berjalan sempurna. Jidan dan Sagita sibuk dengan persiapan pernikahan mereka. Cika dan Risa juga tidak kalah sibuk membantu Sagita mempersiapkan semuanya. Mereka ingin pernikahan itu nantinya di adakan di kebun itu dengan konsep wedding garden.Konsep itu adalah konsep yang dipilih Sagita. Mereka bahkan tidak perlu menggunakan jasa dekorasi, mereka bisa menggunakan semua bunga yang ada di kebun itu. Konsep itu juga disetujui Jidan. Lebih tepatnya Jidan setuju apapun konsepnya selama ini tetap bisa menikah dengan Sagita.Yoga juga tidak kalah sempurna hari-harinya. Ia juga mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Delia. Bahkan satu kabar baik muncul, instruktur pengajar mengurus bayi menghubunginya. Instruktur itu berkata jika uang pendaftaran Yoga dan Jidan tidak hangus, mereka boleh kembali lagi kapanpun mereka mau. Delia yang mendengar rencana Yoga untuk belajar mengurus ba~Hujan deras membawa cerita~Risa dan Cika mengusap peluh yang ada di dahi mereka. Nyatanya mengirim undangan juga menghabiskan tenaga. Mereka harus jalan dari rumah ke rumah, pintu ke pintu untuk memastikan undangan yang mereka antarkan sampai ke semua undangan.Hari ini jalur pembagian undangan mereka ada di jalan samping kanan dan kiri rumah Jidan. Beberapa tetangga Jidan memang sudah mengenal Cika dan Risa. Apalagi belakangan ini, keduanya sering naik sepeda keliling kompleks perumahan Jidan dengan alasan untuk olahraga sore.Semua undangan sudah tersebar. Cika dan Risa merasa lega. Setidaknya mereka sudah melakukan tugas hari itu dengan baik. Cika merasa dirinya sangat bersemangat hari itu. Mereka berdua lalu mulai kembali mengayuh sepeda, kembali ke kebun. Sayangnya baru beberapa goesan, Risa mengingat sesuatu."Cika!""Apa?""Kita lupa.""Lupa apa?""Ada satu lagi Cik. Satu
~Hujan selalu membawa kisah cinta yang baru~Hujan masih tetap deras. Cika dan Risa semakin ketar-ketir, apa lagi langit mengeluarkan kilat beberapa kali. Mereka berdua hanya memakai baju lengan panjang biasa, tidak ada yang memakai jaket. Dingin mulai masuk ke tulang."Hei, ambil ini."Seorang pemuda mengulurkan payung pada Cika dan Risa. Cika dan Risa saling tatap. Mereka tidak menyangka jika pemuda tampan yang mampu membuat mereka terpana tadi mau berbaik hati memberikan payung."Enggak. Kami enggak mungkin pulang pakai payung. Mana bisa. Kamikan naik sepeda." Cika berbicara dengan nada setengah berteriak. Pasalnya jika tidak berteriak, suaranya akan kalah dengan suara hujan."Yang nyuruh kalian pulang naik sepeda siapa?" Pemuda itu bertanya."oh, kamu mau nganterin kita naik mobil?" Cika bertanya dengan polos."Sakit Luh? Siapa yang mau nganterin kamu naik mobil? Aku cuman mau nyuruh kali
~Masalah yang satu selesai, maka masalah yang lain akan muncul. Selama manusia masih hidup, maka masalah akan tetap ada~Yoga memarkirkan mobilnya di depan kebun Jidan. Ia lalu buru-buru menuju ke arah Jidan yang sibuk menggunting beberapa daun pohon. Wajah Yoga tampak panik.Udara pagi terasa segar, tapi tidak dengan wajah Yoga pagi itu. Kesegaran pagi itu seolah menguap dengan sesuatu yang ada di dalam kepalanya. Yoga menuju ke arah Jidan dengan langkah yang terburu-buru."Jidan!" Yoga memanggil Jidan. Jidan yang sibuk menggunting daun-daun tanaman menoleh ke arah Yoga. Ini masih terlalu pagi Yoga ada di tempat ini. Biasanya sepagi ini Yoga berada di jalan menuju ke kantornya."Tumben sepagi ini kamu udah di sini. Cika, Risa sama Sagita aja belum datang. Kenapa? Mau numpang ngopi? Atau mau numpang sarapan? Emang ibunya kamu enggak masak?" Jidan bertanya sambil tetap menggunting beberapa daun tanaman."Ini gawat
~Bersyukurlah jika saat masalah datang Tuhan memberimu banyak bantuan dan banyak teman untuk menghadapinya. Karena setiap musibah selalu ada kemudahan untuk melaluinya, selama kita tidak berputus asa~Tanaman-tanaman yang ada di depan Jidan, mati semua. Tanaman itu lanas. Beberapa tanaman yang lanas adalah tanaman-tanaman yang harganya cukup mahal. Jidan mengerutkan dahinya. Tangannya sigap memerika semua tanaman-tanaman itu, daunnya, layu dan batangnya menghitam.Jidan bahkan memeriksa baunya, keningnya tambah berkerut, ia bahkan mendengus kesal sambil mengepalkan tangannya. Semua ini benar-benar masalah yang tak terduga bagi Jidan. Jelas dia mengalami kerugian."Ada apa dengan tanaman-tanaman ini Kak?" Cika bertanya sambil tetap menutup mulutnya."Ada yang meracun tanaman-tanamam ini. Semua tanaman ini langsung mati."Jawaban Jidan membuat semuanya kaget. Sagita juga tidak mau kalah. Ia cepat memeriksa sem
~Teman yang baik, tidak akan membiarkan temannya sendirian dalam melalui kesulitan~Di istirahat makan siang, Yoga buru-buru ke tempat Jidan. Ia ingin memastikan kabar dari Cika yang mengatakan jika kebun Jidan diserang oleh ninja tadi malam. Ninja itu menebarkan racun ke banyak pot sehingga banyak tanaman yang mati.Yoga awalnya mengira jika Cika main-main. Hari gini mana ada ninja. Cika pasti mengarang, namun Yoga tidak punya pilihan lain selain percaya pada ucapan Cika setelah menghubungi Jiran. Jidan tidak menyangkal perkataan Cika."Serius ninja? Emang ini tahun kapan masih ada ninja? Ninja apa? Ninja hatori?" tanya Yoga dengan wajah penasaran. Namun wajah penasarannya berubah menjadi cemas begitu melihat wajah kusut Jidan."Nih, lihat aja video ini. Kamu silakan simpulkan sendiri."Jidan menyerahkan laptopnya. Anis yang mendapatkan video itu dari CCTV yang ia cari tadi pagi. Di laptop itu terputar sebuah vid
~Menjadi orang yang tidak bisa diandalkan itu terkadang penting ~"Aku bantu kakak jadi detektif ya. Aku ahli loh dalam memecahkan kasus. Detektif Conan itu, dulunya belajarnya bareng sama aku." Cika berkata pada Yoga. Sementara yang diajak berbicara, menolehpun tidak."Ya Kak, ya kak, ya kak. Iya deh pokoknya. Oke?" Cika menyerocos lagi. Yoga masih takzim dengan video yang ada di laptop."Gini aja deh, kalau kita bagi tugas gimana? Kakak periksa di sayap sebelah kiri. Cika periksa di sayap sebelah kanan."Yoga masih diam. Maskud Cika sayap sebelah kiri dan sayap sebelah kanan itu adalah bagian kompleks, ada bagian kompleks sebelah kiri dan ada kompleks sebelah kanan. Kenapa Cika memilih kompleks sebelah kanan? Sederhana, karena ada Doni dan Dino di sana.Sayangnya Yoga sudah memiliki sebuah ilmu tenaga dalam khusus. Ilmu yang dia asah sejak berkenalan dengan Cika. Ilmu itu bernama ilmu masa bodo atau ilmu bodo am
~Jika kita berniat membantu seseorang, maka jalan kita akan dimudahkan~Yoga menganggap ini sebuah kemajuan. Apalagi saat ia beranjak pergi ke balik tembok pembatas kompleks itu. Jelas ada jejak seseorang yang berjalan ke arah sana. Yoga memperhatikan dari rumput-rumpu yang tampak habis terinjak-injak. Walau sudah lama, namun rumput itu membekas. Yoga lalu memaparkan analisisnya."Bisa dipastikan jika orang itu lewat dari sini. Dan dia tidak sengaja menyenggol pot bunga dan menjatuhkannya. Siapapun orang itu, hampir bisa dipastikan dia laki-laki dan masih muda.""Kakak tahu darimana?" Cika mulai penasaran dengan semua perkataan Yoga."Tembok pagar ini cukup tinggi Cika. Susah kalau cewek yang naik. Apalagi sebelahnya langsung parit. Kakak saja yang cowok harus pakai tangga. Ini pasti cowok yang jago manjat. Dan kenapa masih muda? Karena butuh tenaga untuk bisa memanjat dan melewati paret itu. Kalau sudah tua yang ada o
~Terkadang lebih sulit meminta manusia untuk diam daripada meminta mereka untuk berbicara~Jidan sudah tahu semuanya dari Yoga. Sore itu juga Yoga dan Cika pamit pulang. Mereka sangat berterima kasih atas bantuan Doni dan Dino. Duo kembar itu sudah banyak membantu misi Yoga dalam mencari petunjuk.Jidan mengepalkan tangannya. Ia tidak menyangka jika Danar terlibat dalam semuanya. Cepat Jidan mengetahui situasi yang ada. Danar memang ingin menghancurkan rencana pernikahannya dengan Sagita."Oh, ini semua ulah Danar rupanya. Kita lihat saja, dia tidak akan berhasil menggertakku. Dia tidak akan berhasil membuat pernikahan ini gagal. Justru Danar akan menyesal. Menyesal telah melakukan ini semua." Jidan berkata dengan tegas.Saat itu mereka tengah ada di ruangan kerja yang ada di tengah kebun. Dalam ruangan itu hanya ada Cika, Yoga dan Jidan. Jidan sengaja tidak melibatkan yang lainnya. Ia tidak ingin menimbulkan kepanikan.