~Bersyukurlah jika saat masalah datang Tuhan memberimu banyak bantuan dan banyak teman untuk menghadapinya. Karena setiap musibah selalu ada kemudahan untuk melaluinya, selama kita tidak berputus asa~
Tanaman-tanaman yang ada di depan Jidan, mati semua. Tanaman itu lanas. Beberapa tanaman yang lanas adalah tanaman-tanaman yang harganya cukup mahal. Jidan mengerutkan dahinya. Tangannya sigap memerika semua tanaman-tanaman itu, daunnya, layu dan batangnya menghitam. Jidan bahkan memeriksa baunya, keningnya tambah berkerut, ia bahkan mendengus kesal sambil mengepalkan tangannya. Semua ini benar-benar masalah yang tak terduga bagi Jidan. Jelas dia mengalami kerugian."Ada apa dengan tanaman-tanaman ini Kak?" Cika bertanya sambil tetap menutup mulutnya."Ada yang meracun tanaman-tanamam ini. Semua tanaman ini langsung mati."Jawaban Jidan membuat semuanya kaget. Sagita juga tidak mau kalah. Ia cepat memeriksa sem~Teman yang baik, tidak akan membiarkan temannya sendirian dalam melalui kesulitan~Di istirahat makan siang, Yoga buru-buru ke tempat Jidan. Ia ingin memastikan kabar dari Cika yang mengatakan jika kebun Jidan diserang oleh ninja tadi malam. Ninja itu menebarkan racun ke banyak pot sehingga banyak tanaman yang mati.Yoga awalnya mengira jika Cika main-main. Hari gini mana ada ninja. Cika pasti mengarang, namun Yoga tidak punya pilihan lain selain percaya pada ucapan Cika setelah menghubungi Jiran. Jidan tidak menyangkal perkataan Cika."Serius ninja? Emang ini tahun kapan masih ada ninja? Ninja apa? Ninja hatori?" tanya Yoga dengan wajah penasaran. Namun wajah penasarannya berubah menjadi cemas begitu melihat wajah kusut Jidan."Nih, lihat aja video ini. Kamu silakan simpulkan sendiri."Jidan menyerahkan laptopnya. Anis yang mendapatkan video itu dari CCTV yang ia cari tadi pagi. Di laptop itu terputar sebuah vid
~Menjadi orang yang tidak bisa diandalkan itu terkadang penting ~"Aku bantu kakak jadi detektif ya. Aku ahli loh dalam memecahkan kasus. Detektif Conan itu, dulunya belajarnya bareng sama aku." Cika berkata pada Yoga. Sementara yang diajak berbicara, menolehpun tidak."Ya Kak, ya kak, ya kak. Iya deh pokoknya. Oke?" Cika menyerocos lagi. Yoga masih takzim dengan video yang ada di laptop."Gini aja deh, kalau kita bagi tugas gimana? Kakak periksa di sayap sebelah kiri. Cika periksa di sayap sebelah kanan."Yoga masih diam. Maskud Cika sayap sebelah kiri dan sayap sebelah kanan itu adalah bagian kompleks, ada bagian kompleks sebelah kiri dan ada kompleks sebelah kanan. Kenapa Cika memilih kompleks sebelah kanan? Sederhana, karena ada Doni dan Dino di sana.Sayangnya Yoga sudah memiliki sebuah ilmu tenaga dalam khusus. Ilmu yang dia asah sejak berkenalan dengan Cika. Ilmu itu bernama ilmu masa bodo atau ilmu bodo am
~Jika kita berniat membantu seseorang, maka jalan kita akan dimudahkan~Yoga menganggap ini sebuah kemajuan. Apalagi saat ia beranjak pergi ke balik tembok pembatas kompleks itu. Jelas ada jejak seseorang yang berjalan ke arah sana. Yoga memperhatikan dari rumput-rumpu yang tampak habis terinjak-injak. Walau sudah lama, namun rumput itu membekas. Yoga lalu memaparkan analisisnya."Bisa dipastikan jika orang itu lewat dari sini. Dan dia tidak sengaja menyenggol pot bunga dan menjatuhkannya. Siapapun orang itu, hampir bisa dipastikan dia laki-laki dan masih muda.""Kakak tahu darimana?" Cika mulai penasaran dengan semua perkataan Yoga."Tembok pagar ini cukup tinggi Cika. Susah kalau cewek yang naik. Apalagi sebelahnya langsung parit. Kakak saja yang cowok harus pakai tangga. Ini pasti cowok yang jago manjat. Dan kenapa masih muda? Karena butuh tenaga untuk bisa memanjat dan melewati paret itu. Kalau sudah tua yang ada o
~Terkadang lebih sulit meminta manusia untuk diam daripada meminta mereka untuk berbicara~Jidan sudah tahu semuanya dari Yoga. Sore itu juga Yoga dan Cika pamit pulang. Mereka sangat berterima kasih atas bantuan Doni dan Dino. Duo kembar itu sudah banyak membantu misi Yoga dalam mencari petunjuk.Jidan mengepalkan tangannya. Ia tidak menyangka jika Danar terlibat dalam semuanya. Cepat Jidan mengetahui situasi yang ada. Danar memang ingin menghancurkan rencana pernikahannya dengan Sagita."Oh, ini semua ulah Danar rupanya. Kita lihat saja, dia tidak akan berhasil menggertakku. Dia tidak akan berhasil membuat pernikahan ini gagal. Justru Danar akan menyesal. Menyesal telah melakukan ini semua." Jidan berkata dengan tegas.Saat itu mereka tengah ada di ruangan kerja yang ada di tengah kebun. Dalam ruangan itu hanya ada Cika, Yoga dan Jidan. Jidan sengaja tidak melibatkan yang lainnya. Ia tidak ingin menimbulkan kepanikan.
~Tidak mau berbicara terkadang bukan karena sakit~"Cik, sini! Ikut bantu kasih makan ikan." Risa melambaikan tangan ke arah Cika. Cika nyengir dan mendekat ke arah mereka. Ia lalu mengambil segenggam pakan ikan lalu menyaburkannya ke kolam. Ikan-ikan itu tampak menyerbu ke pakan yang disebar oleh Cika."Gimana tadi? Aku denger dari Kak Jidan, kamu bantu Kak Yoga cari fakta di luar. Ada ketemu petunjuk siapa pelakunya?" Anis bertanya pada Cika dengan wajah penasaran. Cika menarik napas dalam-dalam, ia tidak menyangka jika hal itulah yang langsung dibahas oleh Anis."Eh, lihat itu, ikan lelenya lucu!" Cika menunjuk ke salah satu ikan yang berenang ke permukaan. Ia seolah berusaha untuk membelokkan pertanyaan Anis. Namun, bukan Anis namanya kalau menyerah begitu saja."Heh, aku nanya kamu. Kamu jawab dulu. Nggak sopan ih, ditanya kok malah gak jawab."Risa mengangguk atas perkataan Anis, ia merasa sutuju jika Cika h
~Cinta akan menemukan jalan ceritanya sendiri~Jidan menepuk jidatnya begitu Sagita menceritakan tentang keanehan Cika selama di rumah. Sagita khawatir jika ada hal buruk yang menimpah Cika. Wajar, Cika tidak pernah seperti ini sebelumnya."Kamu tenang saja. Cika pasti baik-baik aja kok. Jangan terlalu khawatir." Jiran mencoba meyakinkan Sagita. Sagita hanya mengangguk dan setelahnya segera Jidan menemui Cika."Cik." Jidan memanggil ke Cika sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia tidak mau ada yang mendengar obrolan mereka. Saat ini mereka tengah berada di bagian kebun paling ujung. Cukup aman untuk berbicara."Cik.""Hmmm.""Cik.""Eummm.""Astaga! Kamu kakak panggil loh Cik.""Iya.""Dijawab Cik.""Kan udah.""Masa cuman Iya. Kakak minta kamu buat tutup mulut sama masalah Danar, masalah tanaman yang mati di kebun ini. Bukan berart
~Malam dan wanita terkadang tidak bersahabat, sebab terkadang di luar sana, malam menawarkan bahaya~Malam itu Sagita harus bergegas menuju ke sebuah apotek. Cika yang diam saja seharian sekarang malah mulai demam. Sagita dan Risa tidak tahu penyebabnya kenapa. Namun, jelas hal itu tidak bisa dibiarkan. Tadinya Sagita memaksa Cika untuk pergi berobat ke dokter. Namun, Cika menolak, ia mengatakan jika dirinya hanya butuh obat penurun demam."Biar Risa saja yang ke apotek Kak." Risa menawarkan diri."Tidak. Kamu di sini saja temani Cika. Biar kakak aja yang beli. Kebetulan sekalian ada yang kakak mau beli juga di warung. Kamu jaga Cika baik-baik ya, kalau ada apa-apa, cepat panggil taksi, bawa Cika ke rumah sakit.""Iya Kak. Ini Cika demam pasti karena dia cuman diem melulu. Ya gitu emang orang biasanya, kalau biasanya cerewet terus enggak cerewet lagi, eh malah demam.""Hush! Kakak mikirnya malah sebaliknya, mungki
~Selama ada teman di sampingmu, maka semuanya aman~Malam itu menjadi malam yang menyibukkan bagi Jidan. Ia sibuk mencari Sagita di tempat penjualan toko obat yang lainnya. Namun nihil, Sagita tidak ada di manapun dan bahkan handphonenya tetap tidak aktif. Jidan bahkan kembali lagi ke rumah Sagita memastikan jika Sagita sudah pulang atau belum, dan nyatanya belum. Jidan mencoba menghubungi Risa apakah Sagita menyusulnya ke rumah sakit, jawaban Risa justru tambah panik. Panik karena tahu Sagita tidak ditemukan."Kamu serius Risa? Sagita enggak nyusul ke sana?" Jidan bertanya dengan nada cemas."Enggak Kak. Enggak ada Kak Sagita di sini. Ini Risa juga bingung harus gimana. Soalnya dokter bilang Cika kena gejala tifus dan harus di rawat inap.""Apa?" Jidan kaget dengan pernyataan Risa barusan. Bagaimana bisa Cika terkena tipus. Ia bingung harus apa sekarang."Yasudah. Kamu jangan panik Risa. Kamu urus saja Cika