~Malam dan wanita terkadang tidak bersahabat, sebab terkadang di luar sana, malam menawarkan bahaya~Malam itu Sagita harus bergegas menuju ke sebuah apotek. Cika yang diam saja seharian sekarang malah mulai demam. Sagita dan Risa tidak tahu penyebabnya kenapa. Namun, jelas hal itu tidak bisa dibiarkan. Tadinya Sagita memaksa Cika untuk pergi berobat ke dokter. Namun, Cika menolak, ia mengatakan jika dirinya hanya butuh obat penurun demam."Biar Risa saja yang ke apotek Kak." Risa menawarkan diri."Tidak. Kamu di sini saja temani Cika. Biar kakak aja yang beli. Kebetulan sekalian ada yang kakak mau beli juga di warung. Kamu jaga Cika baik-baik ya, kalau ada apa-apa, cepat panggil taksi, bawa Cika ke rumah sakit.""Iya Kak. Ini Cika demam pasti karena dia cuman diem melulu. Ya gitu emang orang biasanya, kalau biasanya cerewet terus enggak cerewet lagi, eh malah demam.""Hush! Kakak mikirnya malah sebaliknya, mungki
~Selama ada teman di sampingmu, maka semuanya aman~Malam itu menjadi malam yang menyibukkan bagi Jidan. Ia sibuk mencari Sagita di tempat penjualan toko obat yang lainnya. Namun nihil, Sagita tidak ada di manapun dan bahkan handphonenya tetap tidak aktif. Jidan bahkan kembali lagi ke rumah Sagita memastikan jika Sagita sudah pulang atau belum, dan nyatanya belum. Jidan mencoba menghubungi Risa apakah Sagita menyusulnya ke rumah sakit, jawaban Risa justru tambah panik. Panik karena tahu Sagita tidak ditemukan."Kamu serius Risa? Sagita enggak nyusul ke sana?" Jidan bertanya dengan nada cemas."Enggak Kak. Enggak ada Kak Sagita di sini. Ini Risa juga bingung harus gimana. Soalnya dokter bilang Cika kena gejala tifus dan harus di rawat inap.""Apa?" Jidan kaget dengan pernyataan Risa barusan. Bagaimana bisa Cika terkena tipus. Ia bingung harus apa sekarang."Yasudah. Kamu jangan panik Risa. Kamu urus saja Cika
~Orang jahat bisa dari siapa saja, termasuk dari mantan suami~Cukup lama Danar mengemudi, hal ini membuat Sagita khawatir. Ia yang tidak bisa melihat sama sekali karena matanya tertutup merasa was-was. Semakin jauh jarak yang diambil Danar, maka semakin jauh pula Sagita dibawa entah kemana."Hentikan mobil ini Mas! Kamu mau apa Mas? Kamu mau bunuh saya? Silakan! Kalau kamu bunuh saya juga tidak akan ada yang peduli."Danar memang hanya menutup mata Sagita. Ia tidak menutup mulut Sagita. Ia seolah membiarkan Sagita berkata apapun yang ia mau. Sagita ketakutan. Ia bahkan sangat ketakutan sekali. Namun Sagita mencoba untuk tetap tenang dan tidak panik. Walau memang sulit untuk tidak panik dalam situasi seperti ini."Mas Danar! Hati kamu itu terbuat dari apa sebenarnya?"Diam. Danar masih diam. Ia seolah senang saja mendengar suara Sagita. Seolah tidak terganggu."Apa yang kamu inginkan Mas? Kalau kamu mau
~Kita bisa memilih mau makan apa, memilih mau jadi apa, memilih mau pergi kemana, tapi kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta~"Kamu tidur saja Risa. Semua sudah aman. Kita akan tenang di sini. Ada banyak penjaga. Papa sudah menyediakannya untuk hal seperti ini. Urusan Cika, kamu jangan khawatir, ada perawat yang akan menjaga. Oh iya, tadi dokter bilang jika Cika bisa jadi bukan hanya tifus biasa, katanya ia juga keracunan makanan. Sebaiknya kalian jangan jajan sembarangan lagi. Kondisi yang buruk bisa semakin membuat tubuh kalian jadi sakit. Ayo tidur saja.""Risa tidak bisa tidur Kak Delia. Risa memikirkan Kak Sagita. Dimana Kak Sagita sekarang. Jika benar ia diculik oleh Kak Danar, kemana Kak Danar membawanya? Kenapa Kak Danar tega sekali pada Kak Sagita?""Danar itu sudah tidak waras, udah gak ada otaknya. Otaknya udah gak bisa berpikir normal lagi. Semoga Sagita bisa meloloskan diri dari Danar.""Kenapa K
~Yang hilang akan ditemukan, cepat atau lambat, asal percaya dan yakin saat mencarinya. Mencari sepenuh hati, mencari segenap janji~Malam itu berjalan lambat sekali. Jidan bahkan sama sekali tidak bisa memejamkan matanya untui tidur. Hal itu berbeda dengan Yoga yang sudah terlelap di kursi belakang mobil. Jam sudah pukul 3 pagi. Sudah 3 jam Yoga dan Jidan mencari Sagita, namun tidak ada hasil apa-apa. Tubuh mereka terlalu lelah dan Yoga memutuskan agar mereka tidur di mobil malam itu.Jidan mengusap wajahnya. Ia ngeri memikirkan apa yang akan dilakukan Danar pada Sagita. Apa Danar akan membunuhnya? Menjatuhkannya ke jurang? Atau Danar akan melecehkan Sagita? Apapun bisa dilakukan Danar pada Sagita malam itu. Hal itulah yang membuat Jidan merasa tidak bisa tidur. Ia terlampau khawatir.Plak! Plak!Yoga menendang Jidan, matanya pejam tapi kakinya masih bisa menendang. Tidur meringkuk di mobil seperti itu memang sulit. Ia tidak bisa
~Dalam keadaan paling malang, terkadang seseorang hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa diandalkan selain diri sendiri dan Tuhan~Sagita mulai lapar, bahkan ia mulai haus. Saat ini ia seperti dipaksa berpuasa. Danar benar-benar tidak berperasaan, ia bahkan tidak memberi Sagita minum sama sekali."Sial! Kamu seharusnya datang tadi malam. Bukan malah tidak jadi datang. Aku sudah membawa wanita itu. Memang hanya ada satu, tidak jadi tiga. Tapi satu saja sepertinya cukup untuk sekarang. Aku mau uang DP nya saja juga tidak apa. Tapi kamu malah tidak datang. Masa ia aku jual murah wanita ini." Danar berkata dengan nada kesal dengan orang yang entah ada dimana. Ia berbicara dengan handphone.Danar kesal ia membanting handphonya. Ia merasa sesak ingin buang air kecil. Dan tanpa pikir panjang Danar keluar dari dalam mobil. Ia tidak menutup pintu mobilnya, sengaja membiarkan pintu mobil itu terbuka. Hal itu dimanfaatkan ol
~Menyalahkan diri sendiri atas situasi rumit yang tengah terjadi jelas bukan solusi~"Hei Risa. Gimana kondisi kamu? Aku tahu dari mamanya Kak Jidan kalau kamu ada di sini. Suasana kebun kacau sekali. Beberapa tetangga bahkan menyarankan orangtua Kak Jiran untuk membuat selebaran tentang pembatalan acara pernikahan Kak Jiran. Kamu yang kuat ya. Aku berdoa semoga Kak Sagita bisa segera ditemukan." Dino berkata dengan wajah serius. Risa tampak mengusap air matanya yang jatuh ke pipi."Cika bagaimana Risa? Apa dia baik-baik saja?" Dino bertanya."Iya. Dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan dari Cika, Dino. Bahkan mama papa Cika juga sudah datang. Mereka sedang menemani Cika di dalam. Justru yang aku khawatirkan adalah Kak Sagita. Sampai saat ini belum ada kabarnya. Aku takut ada hal buruk yang menimpa Kak Sagita. Seharusnya memang aku saja yang beli obatnya, bukan malah Kak Sagita.""Ayolah Risa. Kamu jangan s
~Dalam kesulitan bantuan sekecil apapun akan sangat berarti~"Apa? Baik, kami segera akan ke sana sekarang." Yoga berkata di handphonenya."Ada apa?" Jidan mengerutkan dahinya."Kita ambil jalan kiri di simpang depan." Yoga memerintah Jidan."Sagita ditemukan?" Jidan yang fokus menyetir langsung bertanya."Tidak tahu. Tapi itu bisa jadi Sagita.""Apa maksudmu Yoga?""Aku bilang aku tidak tahu Jidan. Tadi orang suruhan papa Delia menghubungiku, ada mayat seorang wanita tak dikenali di sebuah sungai yang mengalir tepat di jalan itu. Saat ini polisi sedang mencoba mengavakuasi mayat itu dari sungai. Orang suruhan papa Delia mendapatkan kabar itu dari temannya, ia belum bisa memastikan apakah itu Sagita atau bukan."CiiiitMobil itu direm mendadak. Yoga untung memakai sabuk pengaman. Jika tidak, wajahnya pasti sudah membentur dashboard mobil. Wajah Jidan langsung berkeringat