~Menyalahkan diri sendiri atas situasi rumit yang tengah terjadi jelas bukan solusi~
"Hei Risa. Gimana kondisi kamu? Aku tahu dari mamanya Kak Jidan kalau kamu ada di sini. Suasana kebun kacau sekali. Beberapa tetangga bahkan menyarankan orangtua Kak Jiran untuk membuat selebaran tentang pembatalan acara pernikahan Kak Jiran. Kamu yang kuat ya. Aku berdoa semoga Kak Sagita bisa segera ditemukan." Dino berkata dengan wajah serius. Risa tampak mengusap air matanya yang jatuh ke pipi."Cika bagaimana Risa? Apa dia baik-baik saja?" Dino bertanya."Iya. Dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan dari Cika, Dino. Bahkan mama papa Cika juga sudah datang. Mereka sedang menemani Cika di dalam. Justru yang aku khawatirkan adalah Kak Sagita. Sampai saat ini belum ada kabarnya. Aku takut ada hal buruk yang menimpa Kak Sagita. Seharusnya memang aku saja yang beli obatnya, bukan malah Kak Sagita.""Ayolah Risa. Kamu jangan s~Dalam kesulitan bantuan sekecil apapun akan sangat berarti~"Apa? Baik, kami segera akan ke sana sekarang." Yoga berkata di handphonenya."Ada apa?" Jidan mengerutkan dahinya."Kita ambil jalan kiri di simpang depan." Yoga memerintah Jidan."Sagita ditemukan?" Jidan yang fokus menyetir langsung bertanya."Tidak tahu. Tapi itu bisa jadi Sagita.""Apa maksudmu Yoga?""Aku bilang aku tidak tahu Jidan. Tadi orang suruhan papa Delia menghubungiku, ada mayat seorang wanita tak dikenali di sebuah sungai yang mengalir tepat di jalan itu. Saat ini polisi sedang mencoba mengavakuasi mayat itu dari sungai. Orang suruhan papa Delia mendapatkan kabar itu dari temannya, ia belum bisa memastikan apakah itu Sagita atau bukan."CiiiitMobil itu direm mendadak. Yoga untung memakai sabuk pengaman. Jika tidak, wajahnya pasti sudah membentur dashboard mobil. Wajah Jidan langsung berkeringat
~Jangan berputus asa~Sagita terbangun dari tidurnya. Tangannya terasa sakit karena kembali diikat oleh Danar. Danar memang kemarin sempat membuka ikatan itu agar Sagita bisa makan dan ke kamar mandi. Namun setelah itu ia kembali mengikat tangan Sagita. Sagita tidak bisa berkutik.Pagi itu langit tampak mendung, tampaknya hujan akan turun. Sagita bisa melihatnya dari balik jendela. Rumah itu, Sagita tidak tahu ada dimana. Ia hanya melihat ada ladang luas dan juga pepohonan besar di sekitar rumah. Sagita sudah berusaha kabur, namun usahanya sia-sia. Di mobil baik di rumah itu, ia gagal mencoba kabur. Danar ssperti sudah tahu rencana dan gerak-gerik yang akan dibuat Sagita. Ia bahkan memasang paku pada bagian luar jendela agar Sagita tidak bisa membuka jendela itu.Dimana Danar? Apa dia ada di rumah itu juga? Atau dia keluar rumah? Sagita juga tidak tahu. Rumah itu terdengar sepi sekali. Seperti tidak ada orang lain selain Sagita di sana
~Ujian apa yang datang pada manusia tidaklah penting, yang terpenting adalah bagaimana manusia itu menyikapi setiap ujian yang datang~Proses pencarian Sagita sangat amat menguras tenaga dan pikiran. Mereka semua memang tidak ingin menyerah, walau pada kenyataannya petunjuk dimana Sagita belum juga didapatkan. Ada beberapa orang yang dicurigai sebagai Sagita. Bahkan salah satunya mayat yang ditemukan di sungai. Untungnya mayat itu memang bukan Sagita. Orang suruhan papa Delia memang sudah mengkonfirmasinya."Ini memang melelahkan. Tapi kita jangan putus asa." Dino yang sedang menyetir berkata. Ada Doni di sampingnya dan ada Risa yang duduk di kursi belakang. Risa tengah sibuk mengecek sosial media. Guna mengetahui sejauh mana banner online tentang hilangnya Kak Sagita itu efektif."Bagaimana Risa? Apa ada info dari media sosial? Siapa tahu ada yang melihat Sagita." Doni bertanya pada Risa."Tidak ada. Meskipun fo
~Orang yang jahat terkadang sudah tahu jika yang ia lakukan adalah kejahatan dan merugikan orang lain, namun memang begitulah mereka~Ckrek!Pintu kamar tempat Sagita disekap terbuka. Kini terang sudah bagi Sagita siapa tamu yang datang. Tamu itu jelas bukan bala bantuan bagi Sagita. Justru sebaliknya, tamu itu adalah orang yang sangat diwaspadai Sagita selama ini. Ibu dan bapaknya Danar. Sagita menahan napas begitu melihat kedua orang ini."Hai, menantu kesayangan kami. Apa kabar? Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merindukan kami? Kurang ajar sekali kamu ya. Kamu sudah buat hidup Danar menderita, hidup kami menderita, dan sekarang kamu mau menikah sama Jidan? Yang juga teman suamimu itu? Aduh Sagita. Kamu ini benar-benar kurang ajar. Selama ini ternyata kamu selera juga dengan Jidan. Gila kamu ya!" Ibunya Danar berkata seperti itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah kepala Sagita. Sagita hanya diam, ia tidak berniat untuk adu argumen dengan wani
~Hal buruk bisa terjadi kapanpun, lebih baik membereskannya daripada hanya marah-marah~"Kamu mau makan apa Ris?" Dino bertanya pada Risa. Risa menggeleng."Loh, jangan gitu dong. Kamu harus makan. Mencari Kak Sagita kita butuh tenaga." Dino berkata dengan lembut. Di sampingnya duduk Doni yang malah sudah sibuk mengambil emping dan kacang. Ia mulai mengunyah. Saat itu mereka memang tengah ada di salah satu rumah makan Padang."Aku enggak selera. Kalian saja yang makan.""Kamu jangan gitu Ris. Ini sudah malam. Sudah waktunya makan malam. Setelah makan malam ini, kita lalu lanjutkan pencarian sejenak, setalah itu kita pulang kembali mengantar kamu ke rumah Kak Delia."Risa mengerutkan dahinya seolah dia tidak senang dengan apa yang dikatakan oleh Dino barusan. Dino yang melihat ekspresi Risa langsung jadi salah tingkah. Ia sampai menggeser duduknya lebih dekat ke arah Doni. Doni juga jadi ikut salah tingkah.
~Wanita memang sangat sensitif perasaannya. Sulit bagi mereka mengandalkan logika dalam situasi genting dan menyedihkan~"Teman kamu itu kenapa sih Dek? Lagi ada masalah ya?" Seorang polisi yang tubuhnya paling gempal bertanya pada Dino."Iya Pak. Kami ini sedang mencari teman kami yang hilang. Namanya Sagita. Bapak tahu tentang kasus itu?" Dino akhirnya buka suara."Oh, itu. Saya tahu. Wanita yang hilang pas pergi beli obat itukan? Kami tahu dong, kami semua langsung diberitahu jika ada informasi tentang orang hilang. Apalagi yang namanya Sagita itu, dia sepertinya punya kenalan orang penting di sini. Buktinya komandan kami sampai memprioritaskan untuk mencari dia. Tapi ya memang begitu, untuk mencari seseorang yang hilang butuh waktu dan kesabaran. Karena orang yang hilang itu bisa ada dimana saja dan petugas polisi kita juga terbatas jumlahnya dan apalagi tugas kami ini bukan cuman hanya mencari orang hilang." Polisi gembul itu berk
~Berusahalah sampai batas mampu, sampai dimana tidak ada lagi upaya yang harus diupayakan. Menyerah bukan pilihan bagi orang-orang yang masih punya harapan~"Kamu harus kasih makan dia juga Danar, jangan sampai dia mati atau penyakitan. Nanti harganya jadi murah. Kamu juga yang rugi." Ibunya Danar memberi saran pada Danar. Danar yang sedang siap-siap untuk tidur mendengarkan. Mereka memang tidur di satu ruangan yang sama. Ruangan tengah. Itu karena memang hanya ada ruangan itu yang tidak dipakai selain ruangan yang dipakai Sagita, dapur dan juga kamar mandi. Selain itu, bersama seperti itu juga akan memudahkan mereka pergi jika tiba-tiba ada bahaya yang mengancam mereka."Itu benar kata ibu kamu Danar. Sebaiknya kamu kasih saja Sagita makan sekarang pakai sisa-sisa nasi yang tadi kita makan. Kasih minum juga biar ginjalnya tidak sakit. Kalau ginialnya sakit bahaya juga kita, sepertinya itu yang paling mahal.""Tidak Pak. Bukan ginjal y
~Pertolongan yang datang di waktu yang tepat layaknya sebuah keajaiban~Malam itu kembali Sagita harus tidur dengan tangan terikat. Danar kembali mengikat tangan Sagita dengan kencang. Setelah itu, ia lalu tidur. Kini ia bisa tidur dengan tenang karena menurutnya tidak mungkin Sagita bisa kabur. Marah-marah pada Sagita seharian ternyata juga membuat dirinya lelah. Danar memjamkan mata dan tidur dengan lelap. Ibu dan bapaknya juga. Bahkan mereka tidak terganggu dengan suara Danar dan Sagita yang tadi sempat berisik.Sagita tidak sama dengan Danar. Matanya masih terbuka. Matanya masih enggan untuk diajak tidur. Ia masih mengingat momen saat ia tidak sengaja malah melihat ke arah bola mata Danar. Bola mata yang menurut Sagita penuh api kesadisan.Kresek! Kresek! Kresek!Sagita tersentak, ia seperti mendengar sesuatu. Ia seperti mendengar suara seseorang yang menginjak rumput. Sagita segera mendekatkan diri ke dekat jendela deng