~Kita bisa memilih mau makan apa, memilih mau jadi apa, memilih mau pergi kemana, tapi kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta~
"Kamu tidur saja Risa. Semua sudah aman. Kita akan tenang di sini. Ada banyak penjaga. Papa sudah menyediakannya untuk hal seperti ini. Urusan Cika, kamu jangan khawatir, ada perawat yang akan menjaga. Oh iya, tadi dokter bilang jika Cika bisa jadi bukan hanya tifus biasa, katanya ia juga keracunan makanan. Sebaiknya kalian jangan jajan sembarangan lagi. Kondisi yang buruk bisa semakin membuat tubuh kalian jadi sakit. Ayo tidur saja.""Risa tidak bisa tidur Kak Delia. Risa memikirkan Kak Sagita. Dimana Kak Sagita sekarang. Jika benar ia diculik oleh Kak Danar, kemana Kak Danar membawanya? Kenapa Kak Danar tega sekali pada Kak Sagita?""Danar itu sudah tidak waras, udah gak ada otaknya. Otaknya udah gak bisa berpikir normal lagi. Semoga Sagita bisa meloloskan diri dari Danar.""Kenapa K~Yang hilang akan ditemukan, cepat atau lambat, asal percaya dan yakin saat mencarinya. Mencari sepenuh hati, mencari segenap janji~Malam itu berjalan lambat sekali. Jidan bahkan sama sekali tidak bisa memejamkan matanya untui tidur. Hal itu berbeda dengan Yoga yang sudah terlelap di kursi belakang mobil. Jam sudah pukul 3 pagi. Sudah 3 jam Yoga dan Jidan mencari Sagita, namun tidak ada hasil apa-apa. Tubuh mereka terlalu lelah dan Yoga memutuskan agar mereka tidur di mobil malam itu.Jidan mengusap wajahnya. Ia ngeri memikirkan apa yang akan dilakukan Danar pada Sagita. Apa Danar akan membunuhnya? Menjatuhkannya ke jurang? Atau Danar akan melecehkan Sagita? Apapun bisa dilakukan Danar pada Sagita malam itu. Hal itulah yang membuat Jidan merasa tidak bisa tidur. Ia terlampau khawatir.Plak! Plak!Yoga menendang Jidan, matanya pejam tapi kakinya masih bisa menendang. Tidur meringkuk di mobil seperti itu memang sulit. Ia tidak bisa
~Dalam keadaan paling malang, terkadang seseorang hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa diandalkan selain diri sendiri dan Tuhan~Sagita mulai lapar, bahkan ia mulai haus. Saat ini ia seperti dipaksa berpuasa. Danar benar-benar tidak berperasaan, ia bahkan tidak memberi Sagita minum sama sekali."Sial! Kamu seharusnya datang tadi malam. Bukan malah tidak jadi datang. Aku sudah membawa wanita itu. Memang hanya ada satu, tidak jadi tiga. Tapi satu saja sepertinya cukup untuk sekarang. Aku mau uang DP nya saja juga tidak apa. Tapi kamu malah tidak datang. Masa ia aku jual murah wanita ini." Danar berkata dengan nada kesal dengan orang yang entah ada dimana. Ia berbicara dengan handphone.Danar kesal ia membanting handphonya. Ia merasa sesak ingin buang air kecil. Dan tanpa pikir panjang Danar keluar dari dalam mobil. Ia tidak menutup pintu mobilnya, sengaja membiarkan pintu mobil itu terbuka. Hal itu dimanfaatkan ol
~Menyalahkan diri sendiri atas situasi rumit yang tengah terjadi jelas bukan solusi~"Hei Risa. Gimana kondisi kamu? Aku tahu dari mamanya Kak Jidan kalau kamu ada di sini. Suasana kebun kacau sekali. Beberapa tetangga bahkan menyarankan orangtua Kak Jiran untuk membuat selebaran tentang pembatalan acara pernikahan Kak Jiran. Kamu yang kuat ya. Aku berdoa semoga Kak Sagita bisa segera ditemukan." Dino berkata dengan wajah serius. Risa tampak mengusap air matanya yang jatuh ke pipi."Cika bagaimana Risa? Apa dia baik-baik saja?" Dino bertanya."Iya. Dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan dari Cika, Dino. Bahkan mama papa Cika juga sudah datang. Mereka sedang menemani Cika di dalam. Justru yang aku khawatirkan adalah Kak Sagita. Sampai saat ini belum ada kabarnya. Aku takut ada hal buruk yang menimpa Kak Sagita. Seharusnya memang aku saja yang beli obatnya, bukan malah Kak Sagita.""Ayolah Risa. Kamu jangan s
~Dalam kesulitan bantuan sekecil apapun akan sangat berarti~"Apa? Baik, kami segera akan ke sana sekarang." Yoga berkata di handphonenya."Ada apa?" Jidan mengerutkan dahinya."Kita ambil jalan kiri di simpang depan." Yoga memerintah Jidan."Sagita ditemukan?" Jidan yang fokus menyetir langsung bertanya."Tidak tahu. Tapi itu bisa jadi Sagita.""Apa maksudmu Yoga?""Aku bilang aku tidak tahu Jidan. Tadi orang suruhan papa Delia menghubungiku, ada mayat seorang wanita tak dikenali di sebuah sungai yang mengalir tepat di jalan itu. Saat ini polisi sedang mencoba mengavakuasi mayat itu dari sungai. Orang suruhan papa Delia mendapatkan kabar itu dari temannya, ia belum bisa memastikan apakah itu Sagita atau bukan."CiiiitMobil itu direm mendadak. Yoga untung memakai sabuk pengaman. Jika tidak, wajahnya pasti sudah membentur dashboard mobil. Wajah Jidan langsung berkeringat
~Jangan berputus asa~Sagita terbangun dari tidurnya. Tangannya terasa sakit karena kembali diikat oleh Danar. Danar memang kemarin sempat membuka ikatan itu agar Sagita bisa makan dan ke kamar mandi. Namun setelah itu ia kembali mengikat tangan Sagita. Sagita tidak bisa berkutik.Pagi itu langit tampak mendung, tampaknya hujan akan turun. Sagita bisa melihatnya dari balik jendela. Rumah itu, Sagita tidak tahu ada dimana. Ia hanya melihat ada ladang luas dan juga pepohonan besar di sekitar rumah. Sagita sudah berusaha kabur, namun usahanya sia-sia. Di mobil baik di rumah itu, ia gagal mencoba kabur. Danar ssperti sudah tahu rencana dan gerak-gerik yang akan dibuat Sagita. Ia bahkan memasang paku pada bagian luar jendela agar Sagita tidak bisa membuka jendela itu.Dimana Danar? Apa dia ada di rumah itu juga? Atau dia keluar rumah? Sagita juga tidak tahu. Rumah itu terdengar sepi sekali. Seperti tidak ada orang lain selain Sagita di sana
~Ujian apa yang datang pada manusia tidaklah penting, yang terpenting adalah bagaimana manusia itu menyikapi setiap ujian yang datang~Proses pencarian Sagita sangat amat menguras tenaga dan pikiran. Mereka semua memang tidak ingin menyerah, walau pada kenyataannya petunjuk dimana Sagita belum juga didapatkan. Ada beberapa orang yang dicurigai sebagai Sagita. Bahkan salah satunya mayat yang ditemukan di sungai. Untungnya mayat itu memang bukan Sagita. Orang suruhan papa Delia memang sudah mengkonfirmasinya."Ini memang melelahkan. Tapi kita jangan putus asa." Dino yang sedang menyetir berkata. Ada Doni di sampingnya dan ada Risa yang duduk di kursi belakang. Risa tengah sibuk mengecek sosial media. Guna mengetahui sejauh mana banner online tentang hilangnya Kak Sagita itu efektif."Bagaimana Risa? Apa ada info dari media sosial? Siapa tahu ada yang melihat Sagita." Doni bertanya pada Risa."Tidak ada. Meskipun fo
~Orang yang jahat terkadang sudah tahu jika yang ia lakukan adalah kejahatan dan merugikan orang lain, namun memang begitulah mereka~Ckrek!Pintu kamar tempat Sagita disekap terbuka. Kini terang sudah bagi Sagita siapa tamu yang datang. Tamu itu jelas bukan bala bantuan bagi Sagita. Justru sebaliknya, tamu itu adalah orang yang sangat diwaspadai Sagita selama ini. Ibu dan bapaknya Danar. Sagita menahan napas begitu melihat kedua orang ini."Hai, menantu kesayangan kami. Apa kabar? Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merindukan kami? Kurang ajar sekali kamu ya. Kamu sudah buat hidup Danar menderita, hidup kami menderita, dan sekarang kamu mau menikah sama Jidan? Yang juga teman suamimu itu? Aduh Sagita. Kamu ini benar-benar kurang ajar. Selama ini ternyata kamu selera juga dengan Jidan. Gila kamu ya!" Ibunya Danar berkata seperti itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah kepala Sagita. Sagita hanya diam, ia tidak berniat untuk adu argumen dengan wani
~Hal buruk bisa terjadi kapanpun, lebih baik membereskannya daripada hanya marah-marah~"Kamu mau makan apa Ris?" Dino bertanya pada Risa. Risa menggeleng."Loh, jangan gitu dong. Kamu harus makan. Mencari Kak Sagita kita butuh tenaga." Dino berkata dengan lembut. Di sampingnya duduk Doni yang malah sudah sibuk mengambil emping dan kacang. Ia mulai mengunyah. Saat itu mereka memang tengah ada di salah satu rumah makan Padang."Aku enggak selera. Kalian saja yang makan.""Kamu jangan gitu Ris. Ini sudah malam. Sudah waktunya makan malam. Setelah makan malam ini, kita lalu lanjutkan pencarian sejenak, setalah itu kita pulang kembali mengantar kamu ke rumah Kak Delia."Risa mengerutkan dahinya seolah dia tidak senang dengan apa yang dikatakan oleh Dino barusan. Dino yang melihat ekspresi Risa langsung jadi salah tingkah. Ia sampai menggeser duduknya lebih dekat ke arah Doni. Doni juga jadi ikut salah tingkah.