~Teman adalah pemberi solusi terbaik, walau terkadang solusi itu hanya berupa gelak tawa~
"Yakin kamu udah siap buat ke Kalimantan? Udah siap sama konsekuensinya?" Yoga bertanya pada Jidan yang sibuk dengan bakso yang ada di depannya."Kamu kok jadi mengalihkan pembicaraan? Aku lagi bahas masalah Danar dan Delia yang menikah hari ini di Bali. Kenapa kamu malah bahas Kalimantan?"Wajah Yoga seketika tampak kesal. Bakso di depannya yang terlihat lezat jadi seperti makanan basi seketika begitu mendengar nama Delia dan Danar disebut. Sulit untuk menyembunyikan rasa sakit hatinya."Kamu itu kenapa sih Yoga?""Aku gimana apanya? Kamu itu yang gimana? Malah bahas Danar sama Delia. Ya biar aja mereka nikah di Bali hari ini. Mau mereka nikah di Bali, mau nikah di Mars, nikah di galaksi lain sekalipun, emangnya aku peduli? Enggak! Semoga ada angin topan badai di nikahan mereka. Biar porak-poranda itu pernikahan."~Ketika Bos sudah memberi perintah, bantahan apapaun terkadang tidak akan berguna~Sagita tergopoh-gopoh menemui Bos Don di dalam ruangannya. Bahkan ia sampai lupa mengetuk pintu. Untungnya Bos Don hanya sedang menelepon."Ini Sagita. Pintu ini, punya fungsi loh. Fungsinya selain jadi akses keluar masuk, juga bisa buat diketuk. Nih ya saya contohin."Tok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan pintu dari tangan Bos Don. Sayangnya Sagita terlanjur tidak tertarik dengan basa-basi Bos Don."Maaf Bos! Maaf! Saya cuman kaget dengan informasi yang dibawa sama Kak Ecal."Bos Don berkecak pinggang. Lalu, ia mengelus kepalanya yang botak. Ia memperhatikan raut wajah Sagita dengan cermat. Wajahnya Sagita terlihat khawatir."Kamu maunya apa?" tanya Bos Don pada Sagita."Kan Bos janji kalau saya ke Bali menemani Nyonya Besar, saya enggak perlu lagi ke Kalimantan. Nanti Kak Jidan bisa pergi bareng sama Ka
~Jika hatimu sedih dan sakit, cobalah menyibukkan diri. Itu adalah cara yang cukup ampuh untuk melukapan sejenak sedihmu~"Mas Danar," perkataan Sagita terjeda. Namun, begitu mengetahui jika masalah yang akan mereka bahas adalah tentang Danar, Yoga dan Jidan langsung memasang wajah kesal. Entah mengapa mereka merasa sial jika harus membahas tentang Danar."Mas Danar ternyata sudah menikah dengan Delia di Bali."Kali ini Yoga dan Jidan saling tatap. Mereka masing-masing bertanya dalam hati, tahu darimana Sagita? Apa ada orang lain yang memberi tahu?"Kamu tahu darimana?" Yoga yang tidak sabar bertanya."Sagita hadir di pernikahan mereka. Pesta yang dituju oleh Nyonya Besar yang ada di Bali, ternyata adalah pesatnya Mas Danar dan Delia."Jidan mengusap wajahnya, sungguh sebuah kebetulan yang sangat tak terduga. Mereka berdua bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Sagita saat ada di pernikahan itu.
~Bandara adalah tempat banyak hal menakjubkan terjadi~Mata Cika berkaca-kaca. Seolah tidak terima dengan keberangkatan Sagita ke Kalimantan. Tangannya lemas memegang koper yang akan dibawa oleh Sagita."Kak Sagita cuman ke Kalimantan. Bukan ke Mars, ke Jupiter, ke Pluto. Paling Minggu depan udah balik." Risa berkata sambil menjulurkan lidahnya ke Cika. Ia mengejek Cika yang ingin menangis. Sagita melirik ke jam tangannya dia menunggu kedatangan Jidan."Kalian beneran mau ikut nganterin Kakak ke bandara?" Sagita memastikan lagi. Risa dan Cika mengangguk."Iya. Kita mau ikut Kak. Nantikan baliknya bisa bareng sama Kak Yoga. Ya semoga pas pulangnya bisa ditraktir Kak Yoga makan ayam penyet.""Enggak usah ngarep kamu Cik.""Halah. Kalau ditraktir ayam penyet kamu juga senengkan Ris. Itukan sama-sama makanan favorit kita. Aku jadi kepikiran, gimana kalau kita cari jodoh tukang jualan ayam penyet aja? Kan lu
~Serapi apapun kejahatan disembunyikan, ada masanya kejahatan itu mencuat sendiri ke permukaan. Dan bila hal itu sudah tiba, hanya masalah waktu kejahatan itu akan terbalaskan~"Sebentar ya, aku mau ke toilet dulu." Sagita berkata pada semuanya. Suasana bandara masih terlihat ramai dengan kesibukan orang-orang yang berlalu-lalang."Ikut!" teriak Cika."Ikut!" Yoga juga ikut teriak memperagakan cara Cika teriak. Jidan menepuk bibir Yoga, sementara wajah Cika sudah cemberut duluan."Dasar anak bebek. Kemana-mana mau ikut.""Kak Yoga bawel!" Cika berlalu sambil menarik tangan Sagita. Mereka berjalan berdua menuju ke toilet. Toilet wanita di bandara itu tengah sepi. Hanya ada Sagita dan Cika di dalamnya. Sagita merapikan hijabnya dan merapikan sedikit riasan tipis yang ada di wajahnya."Cklek!" bunyi pintu terbuka terdengar. Suara high heels yang dihentakkan ke lantai sangat jelas terdengar di telinga. Sagita men
~Ketika kita mendapatkan sesuatu, bisa jadi kita justru telah kehilangan banyak untuk sesuatu yang kita dapatkan itu~"Kamu mau buat aku malu? Iya?" Delia menatap Danar dengan tatapan penuh amarah. Ia kecewa mengetahui jika Danar masih menyayangi Sagita. Mobil yang mereka naiki berdua berjalan pelan. Menyisakan seorang sopir yang bingung melihat dua penumpang di belakangnya yang naik ke mobil dengan kaeadaan penuh emosi. Untunglah sopir itu adalah sopir pribadi Delia. Jadi, ia sudah paham situasinya dan memilih untuk tidak ikut campur."Jawab aku Danar! Jangan hanya diam!" Delia semakin kalap melihat Danar yang terus saja diam."Apa kamu tidak kasihan dengan Sagita? Dia aku tinggalin gitu aja? Demi siapa? Demi kamu, kan? Aku cuman mau ngomong empat mata sama dia untuk minta maaf. Itu aja. Aku mau kami tetap saling menjalin silaturahmi yang baik. Kasihan Sagita. Dia itu yatim piatu. Tidak punya keluarga yang bisa diandalkan. Hanya aku d
~Biarkan hidup mengalir apa adanya, biarkan masalah terselesaikan dengan ajaibnya, jangan pernah melawan takdir yang ada~"Kamu enggak apa-apa Git?" Jidan bertanya pada Sagita yang ada di sebelahnya. Air mata Sagita sedari tadi masih mengalir. Ia berusaha agar tidak menangis lagi karena Danar, tapi memang kali ini tangisannya bukan untuk Danar, tapi untuk Jidan."Enggak apa-apa Kak."Pesawat itu baru saja lepas landas. Sagita dan Jidan bergerak menuju ke salah satu kawasan di Kalimantan, meninggalkan Risa, Cika dan Yoga yang masih penuh dengan emosi. Tidak banyak yang mereka bahas setelah pertengkaran bersama Delia dan Danar. Jidan dan Sagita harus bergegas naik ke pesawat. Lagipula memang tidak ada lagi yang perlu dibahas. Bagi mereka semua, satu fakta penting telah terkuak. Delia adalah orang yang berada di balik Jidan yang babak belur dihajar preman. Siapa sangka? Wanita pintar, lembut dan terlihat baik hati itu sanggup berurusan dengan p
~Cinta harus diperjuangkan, jangan hanya didiamkan untuk kemudian berlalu begitu saja~"Selamat datang di tanah Borneo, Jidan dan Sagita. Perkenalkan nama saya Sokim. Salah satu anggotanya Bos Don yang sudah lama ditersangkakan di bumi Kalimantan." Jidan menjabat tangan pria yang bernama Sokim ini. Jika Jidan menebak, usianya pasti ada di angka empat puluhan."Saya Jidan. Dan ini Sagita. Kami dikirim ke Bos Don untuk tugas di sini. Enggak tahu sampai kapan, jelasnya sampai semua masalah beres." Jidan berkata dengan tegas."Halo Pak Sokim. Nama bapak bagus.""Halo Nona cantik. Baru kamu yang bilang begitu. Sisanya bilang nama saya aneh. Kalau begitu, ayo naik ke dalam mobilku. Malam ini kalian akan menginap di rumahku. Istriku sudah memasak gulai ikan lezat di rumah. Kalian pasti suka. Ayo naik."Pak Sokim, orang yang berkulit hitam dan kumisnya tebal. Walau demikian, wajahnya manis karena selalu tersenyum. Tipikal orang
~Setiap perjalanan memiliki rintangannya masing-masing. Hadapilah, sebab tujuanmu sudah menunggu~Glodak! Glodak!Sagita berpegangan erat di dalam mobil. Sedari tadi mobil itu melewati jalanan yang penuh berbatuan. Debu-debu bertebangan dimana-mana. Sagita merasa jika jauh sekali tempat yang mereka tuju sekarang."Ini jalan yang benar Pak Sokim?" tanya Jidan memastikan. Pasalnya samping kanan kiri yang ia lihat hanya pohon sawit saja. Tidak ada rumah penduduk yang mereka lewati."Benar Jidan. Ya ini jalannya. Memang kita harus melewati perkebunan sawit ini dulu. Baru setelah itu, kita akan masuk ke rumah penduduk dan bertemu dengan salah satu orang penting di sana." Pak Sokim menjelaskan."Jauh sekali Jidan rasa ini. Sepi lagi.""Memang begitu. Kalian terlalu sering tinggal di kota.""Aku kira Kalimantan tidak akan sesunyi ini.""Memang tidaj sesunyi ini Nona Sagita. Tapi kalau di bagian