~Akan ada selalu maaf yang tercipta~
Makan malam itu berjalan walau cukup alot. Cika berkali-kali mengulangi doanya. Risa yang mendengar lirih suara Cika menyikut."Apa-apaan sih?" protes Cika."Buat jaga-jaga loh. Jadi, kalau ada racunnya, racunnya hilang."Risa menepuk jidatnya. Pasalnya kalau Cika memang curiga ada racun di makanan itu, kenapa ia makan dengan lahap? Cika mengambil udang besar, bebek panggang bahkan ia juga mengambil satu mangkuk penuh sup kepiting. Di antara semuanya, makanan Cika yang paling banyak."Luh gimana sih Cik? Katanya Luh takut diracun, tapi kenapa justru makanan kamu yang paling banyak?" Risa mengerutkan dahinya."Aku kerasukan sepertinya Ris.""Kerasukan apa?""Jin tukang makan."Risa menyikut Cika lagi. Ia merasa malu pada Delia. Ia merasa jika Delia pasti menganggap mereka selama ini tidak pernah makan enak. Namun, Delia justru hanya santai m~Orang jahat seperti apapun, bisa berubah menjadi baik, jika waktunya tepat~Sagita memperhatikan sekali lagi ruangan itu. Ia menyadari sesuatu. Ia melihat sebuah boneka yang berukuran cukup besar jatuh luruh di atas lantai. Sagita mengerutkan dahinya. Seingat iya, posisi boneka itu tidak ada di sana. Boneka itu seharusnya lebih ke arah kanan sedikit. Sagita tahu dan sadar jika boneka itu bergeser dari posisinya semula saat ia masuk ke dalam ruangan itu.Saat Sagita masuk ke dalam ruangan itu, boneka itu memang sudah ada di lantai, namun posisinya tampak sedikit berubah. Sagita maju mendekati boneka itu. Itu adalah sebuah boneka beruang besar yang bulunya bewarna ungu. Sagita menyentuh boneka itu dan bulunya terasa lembut sekali. Ia lalu mencoba untuk menegakkan boneka besar itu, dan seketika Sagita menarik napas lega.Tepat di bagian bawah boneka itu seorang bayi tertidur pulas sambil mengulum jempolnya. Sagita tertawa kecil sambil me
~Cobalah untuk tidak pelit pada teman sendiri, tapi jangan juga memeras teman dengan dalih persahabatan~Bruuuk!Yoga memeluk Jidan dengan erat. Ia merasa bahagia sekali. Raut wajahnya menunjukkan raut bahagia yang belum pernah ia seperti itu. Jidan membalas pelukan itu dengan canggung. Lama mereka selama ini berteman, namun tentu jarang berpelukan. Bahkan tidak pernah seingat Jidan.Di kebun sedang ramai-ramainya. Semua orang tampak melihat ke arah Yoga dan Jidan. Jidan berusaha melepaskan pelukan Yoga. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri."Kamu kenapa heh? Sakit?" Jidan bertanya pada Yoga."Delia menerimaku. Dia menerima lamaranku. Kami akan menikah. Akan menikah Jidan. Kau percaya itu? Terima kasih banyak. Terima kasih banyak."Baru berkata seperti itu dan belum sempat melihat ekspresi Jidan, Yoga langsung berlari ke arah Sagita, Cika dan Risa. Mereka bertiga ada di dalam ruanga kerja kebun itu. Pintu te
~Kejadian tak terduga bisa terjadi kapanpun~Hari-hari selanjutnya berjalan sempurna. Jidan dan Sagita sibuk dengan persiapan pernikahan mereka. Cika dan Risa juga tidak kalah sibuk membantu Sagita mempersiapkan semuanya. Mereka ingin pernikahan itu nantinya di adakan di kebun itu dengan konsep wedding garden.Konsep itu adalah konsep yang dipilih Sagita. Mereka bahkan tidak perlu menggunakan jasa dekorasi, mereka bisa menggunakan semua bunga yang ada di kebun itu. Konsep itu juga disetujui Jidan. Lebih tepatnya Jidan setuju apapun konsepnya selama ini tetap bisa menikah dengan Sagita.Yoga juga tidak kalah sempurna hari-harinya. Ia juga mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Delia. Bahkan satu kabar baik muncul, instruktur pengajar mengurus bayi menghubunginya. Instruktur itu berkata jika uang pendaftaran Yoga dan Jidan tidak hangus, mereka boleh kembali lagi kapanpun mereka mau. Delia yang mendengar rencana Yoga untuk belajar mengurus ba
~Hujan deras membawa cerita~Risa dan Cika mengusap peluh yang ada di dahi mereka. Nyatanya mengirim undangan juga menghabiskan tenaga. Mereka harus jalan dari rumah ke rumah, pintu ke pintu untuk memastikan undangan yang mereka antarkan sampai ke semua undangan.Hari ini jalur pembagian undangan mereka ada di jalan samping kanan dan kiri rumah Jidan. Beberapa tetangga Jidan memang sudah mengenal Cika dan Risa. Apalagi belakangan ini, keduanya sering naik sepeda keliling kompleks perumahan Jidan dengan alasan untuk olahraga sore.Semua undangan sudah tersebar. Cika dan Risa merasa lega. Setidaknya mereka sudah melakukan tugas hari itu dengan baik. Cika merasa dirinya sangat bersemangat hari itu. Mereka berdua lalu mulai kembali mengayuh sepeda, kembali ke kebun. Sayangnya baru beberapa goesan, Risa mengingat sesuatu."Cika!""Apa?""Kita lupa.""Lupa apa?""Ada satu lagi Cik. Satu
~Hujan selalu membawa kisah cinta yang baru~Hujan masih tetap deras. Cika dan Risa semakin ketar-ketir, apa lagi langit mengeluarkan kilat beberapa kali. Mereka berdua hanya memakai baju lengan panjang biasa, tidak ada yang memakai jaket. Dingin mulai masuk ke tulang."Hei, ambil ini."Seorang pemuda mengulurkan payung pada Cika dan Risa. Cika dan Risa saling tatap. Mereka tidak menyangka jika pemuda tampan yang mampu membuat mereka terpana tadi mau berbaik hati memberikan payung."Enggak. Kami enggak mungkin pulang pakai payung. Mana bisa. Kamikan naik sepeda." Cika berbicara dengan nada setengah berteriak. Pasalnya jika tidak berteriak, suaranya akan kalah dengan suara hujan."Yang nyuruh kalian pulang naik sepeda siapa?" Pemuda itu bertanya."oh, kamu mau nganterin kita naik mobil?" Cika bertanya dengan polos."Sakit Luh? Siapa yang mau nganterin kamu naik mobil? Aku cuman mau nyuruh kali
~Masalah yang satu selesai, maka masalah yang lain akan muncul. Selama manusia masih hidup, maka masalah akan tetap ada~Yoga memarkirkan mobilnya di depan kebun Jidan. Ia lalu buru-buru menuju ke arah Jidan yang sibuk menggunting beberapa daun pohon. Wajah Yoga tampak panik.Udara pagi terasa segar, tapi tidak dengan wajah Yoga pagi itu. Kesegaran pagi itu seolah menguap dengan sesuatu yang ada di dalam kepalanya. Yoga menuju ke arah Jidan dengan langkah yang terburu-buru."Jidan!" Yoga memanggil Jidan. Jidan yang sibuk menggunting daun-daun tanaman menoleh ke arah Yoga. Ini masih terlalu pagi Yoga ada di tempat ini. Biasanya sepagi ini Yoga berada di jalan menuju ke kantornya."Tumben sepagi ini kamu udah di sini. Cika, Risa sama Sagita aja belum datang. Kenapa? Mau numpang ngopi? Atau mau numpang sarapan? Emang ibunya kamu enggak masak?" Jidan bertanya sambil tetap menggunting beberapa daun tanaman."Ini gawat
~Bersyukurlah jika saat masalah datang Tuhan memberimu banyak bantuan dan banyak teman untuk menghadapinya. Karena setiap musibah selalu ada kemudahan untuk melaluinya, selama kita tidak berputus asa~Tanaman-tanaman yang ada di depan Jidan, mati semua. Tanaman itu lanas. Beberapa tanaman yang lanas adalah tanaman-tanaman yang harganya cukup mahal. Jidan mengerutkan dahinya. Tangannya sigap memerika semua tanaman-tanaman itu, daunnya, layu dan batangnya menghitam.Jidan bahkan memeriksa baunya, keningnya tambah berkerut, ia bahkan mendengus kesal sambil mengepalkan tangannya. Semua ini benar-benar masalah yang tak terduga bagi Jidan. Jelas dia mengalami kerugian."Ada apa dengan tanaman-tanaman ini Kak?" Cika bertanya sambil tetap menutup mulutnya."Ada yang meracun tanaman-tanamam ini. Semua tanaman ini langsung mati."Jawaban Jidan membuat semuanya kaget. Sagita juga tidak mau kalah. Ia cepat memeriksa sem
~Teman yang baik, tidak akan membiarkan temannya sendirian dalam melalui kesulitan~Di istirahat makan siang, Yoga buru-buru ke tempat Jidan. Ia ingin memastikan kabar dari Cika yang mengatakan jika kebun Jidan diserang oleh ninja tadi malam. Ninja itu menebarkan racun ke banyak pot sehingga banyak tanaman yang mati.Yoga awalnya mengira jika Cika main-main. Hari gini mana ada ninja. Cika pasti mengarang, namun Yoga tidak punya pilihan lain selain percaya pada ucapan Cika setelah menghubungi Jiran. Jidan tidak menyangkal perkataan Cika."Serius ninja? Emang ini tahun kapan masih ada ninja? Ninja apa? Ninja hatori?" tanya Yoga dengan wajah penasaran. Namun wajah penasarannya berubah menjadi cemas begitu melihat wajah kusut Jidan."Nih, lihat aja video ini. Kamu silakan simpulkan sendiri."Jidan menyerahkan laptopnya. Anis yang mendapatkan video itu dari CCTV yang ia cari tadi pagi. Di laptop itu terputar sebuah vid