“Surat panggilan sidang?” Reza terkejut ketika ia mendapatkan amplop coklat yang berisi surat dari pengadilan agama. Ya, panggilan sidang.“Apa, Reza? surat panggilan sidang apa?” tanya Eneng penasaran, lalu menghampiri anaknya itu yang masih dengan kaku, membuka isi amplop tersebut, lalu dibacanya surat itu.DEGReza tersentak ketika tahu isi dari surat itu, ia sampai mundur satu langkah ke belakang karena saking terkejutnya bahwa surat itu adalah surat panggilan sidang gugatan cerai yang dilayangkan oleh Nisa.Sebab memang sudah satu bulan sejak masalah Bu Wawat, Nisa sudah tidak ada lagi menghubungi Reza, begitu juga dengan sebaliknya, Reza sama sekali tidak ada chat atau apa pun untuk sekadar basa-basi bertanya kabar Nisa yang masih syah menjadi istrinya.Bahkan sudah berbulan-bulan juga Nisa sudah tidak mendapatkan nafkah lahir yang tak seberapa itu, dan juga tentunya nafkah bathin yang tak pernah ia dapatkan.“Bun, Nisa menggugat cerai aku Bun, hiks hiks hiks.” Reza
“Bunda kenapa? Jantungnya sakit lagi?” tanya Toni ketika mendapati istrinya yang terbaring di atas ranjang dan lebih banyak diam, tidak seperti biasanya yang langsung saja menyambut kedatangan sang suami atau marah-marah kepada Reza.Eneng masih dia, terpaku, belum menjawab pertanyaan suaminya itu sepatah kata pun, wajahnya masih menunjukkan rasa emosi berlebih, memerah.“Mau ayah antar berobat?” tanya Toni lagi menawarkan seraya mengambil posisi duduk di samping istrinya ketika ia baru saja selesai mandi, ya karena ketika datang tadi dari kantor, Toni langsung pergi ke kamar kerjanya, menyimpan tasnya di sana, lalu masuk ke dalam kamar istrinya, mengambil baju dan membersihkan tubuhnya di kamar mandi dalam kamar itu.Tanpa menoleh sedikit pun kepada istrinya, karena Toni menganggap bahwa istrinya sedang tidur, karena membalikkan tubuhnya menghadap dinding, akan tetapi setelah Toni selesai dan santai, ia bisa lebih jelas melihat istrinya yang ternyata sejak tadi tidak tidur, m
“Ayah mau tanya sama kamu, jadi benar dengan semua yang Nisa katakan kepada pengadilan mengenai dirinya bahwa dia masih virgin? Dia masih perawan dan kamu masih belum berhasil menjebolkannya?” Toni menunggu jawaban dari Reza.Yaa meskipun ia sudah mendapat jawaban dan penjelasan dari istrinya, akan tetapi ia ingin bertanya langsung kepada sang istri bahwa apa yang dikatakan oleh istrinya itu adalah benar adanya.Reza terdiam saja, ketika ayahnya bertanya demikian, ya bagaimana pun kekuatan lelaki di atas ranjang adalah sebuah aib bagi lelaki tersebut, apalagi sampai usia pernikahannya satu tahun, sudah pasti ada yang tidak beres.“Jawab, Reza! apa memang benar dengan apa yang Nisa katakan mengenai kamu?” Toni mendesak Reza karena tak kunjung dijawab pertanyaannya itu.“Iya, Ayah, Nisa memang masih virgin, aku belum berhasil menjebolkannya,” jawab Reza dengan terpaksa, dan menundukkan wajahnya, takut dan malu, ya keduanya menjadi satu, kini harga dirinya sebagai lelaki turun d
“Bagus, emang udah seharusnya kamu melepaskan wanita durhaka itu, gak tahu diuntung, masalah harga diri kamu dan bunda di kampungnya di Nisa, gampanglah nanti tinggal kita bujuk saja Uwa Ineu untuk menyebarkan gossip lain…“kalau masalah gossip lebih baik andalkan Uwa Ineu aja, karena kalau Uwa Wawat, dia gak bakal mau,” tutur Eneng yang kini juga menghampiri Reza dan Toni di kamar anaknya itu.“Eh, bunda, iya, bun, siap. Lagi pula emang aku juga capek sama si Nisa itu, dia banyak ngatur ini itu, kerjaannya dulu di rumah Cuma nangis dan marah-marah aja,” sahut Reza yang sepertinya kini sudah mudah sekali terpengaruh oleh Bundanya.Padahal beberapa jam lalu, ia masih belum bisa menerima untuk berpisah dengan Nisa, akan tetapi kini berbeda lagi, ia lebih patuh dan tunduk apa yang diperintahkan oleh bundanya sendiri dari pada keinginannya, karena memang menurutnya, bagi Reza yang bergantung penuh pada bundanya, itu artinya ia harus patuh dengan segala apa pun yang menyangkut masa
“Jadi bu Nisa sudah menggugat Reza? sejak kapan? Kok saya tidak tahu sama sekali?” kini Reza memberondongi Riri dan Nisa pertanyaan, menatap kedua wanita yang ada di hadapannya itu secara bergantian.“Saya juga gak tahu, Pak Den, baru tahu tadi ketika Nisa bilang kalau dia udah dapat surat panggilan sidang,” jawab Riri menjelaskan.“Iya, benar dengan apa yang dikatakan Bu Riri, Pak, saya masih merahasiakan semuanya dulu dari semua orang, sebab kemarin masih ragu, takut dengan keputusan saya ini adalah salah dan keliru,” sahut Nisa yang kini ikut berbicara.“Gak kok, Bu, ini adalah keputusan yang tepat, sudah seharusnya juga keluar dari kondisi toxic seperti itu, gak ada gunanya juga kan bertahan dalam hubungan yang selalu disetir oleh orang ketiga?” balas Deden menimpali ucapan Nisa.“Terus kapan panggilan sidangnya, Nis?” tanya Riri yang juga memang belum tahu, karena tadi ia hanya focus pada keputusan Nisa saja.“Tiga hari lagi, semoga aja dilancarkan dan semoga aja si Re
“Eh, Bu Aisyah, mau beli sayur, bu?” tanya ibu tukang sayur, sementara ketiga ibu lainnya tadi hanya diam saja, karena orang yang sedang digosipin ada di depan mata.“Iya saya nyari brokoli, Nisa pengin itu katanya, ada, Bu?” tanya Bu Aisyah lagi kepada ibu tukang sayur.“Ada, bu, ini ada kok,” jawab ibu tukang sayur seraya menyerahkan sayuran yang diminta oleh ibunya Nisa.“Ehm, Bu Aisyah, memangnya benar kalau Nisa itu melayangkan gugatan cerai Reza ke pengadilan agama?” salah satu ibu berdaster merah bertanya, setelah sebelumnya berdehem terlebih dulu.Ibunya Nisa sontak saja menoleh ke arah sang penanya.“Iya, benar, Nisa yang menggugat cerai Reza,” jawab Bu Aisyah singkat dan padat.“Kenapa alasannya, Bu? Kenapa Nisa sampai nekat meminta cerai dari Reza, padahal kata Bu Ine kehidupan Nisa di kota itu dibuat enak oleh mertuanya, dikasih rumah dan mobil,” celetuk ibu berdaster kuning yang kini sudah mulai berani bertanya juga setelah sebelumnya didahului oleh ibu berda
“Wajar aja kalau adik saya marah-marah aja ke si Nisa, orang jelas dia yang selalu buat gara-gara aja, dari mulai ngasih makan anaknya dengan ikan asing, terus malah KB (keluarga berencana) juga, padahal kan dia tahu kalau adik saya itu pengin cepat punya cucu…“eh, tapi malah ditunda segala macem, alasan belum siap atau inilah, itulah, dan masalah si Nisa yang sekarang jadi kurus, ya wajar juga, karena dia diet, kenapa malah nyalahin keponakan dan anak saya,” cerocos Bu Ineu bersungut-sungut kembali kepada ibu-ibu di tukang sayur itu.“Wah, seriusan, Bu Ineu?” tanya Bu Rini, salah satu tetangga dekat Bu Ineu yang cukup bar-bar dan selalu ingin tahu dengan urusan orang lain, ratu gossip.“Ya, seriuslah ngapain juga saya bohong, gak ada gunanya, kalau gak percaya, tanya aja sana langsung sama si Nisa orangnya kalau berani,” jawab Bu Ineu dengan ketus, seraya memicingkan matanya, ya ia sengaja mengompori Bu Rini agar langsung melabrak Nisa.Karena ia tahu bahwa Nisa sudah past
“Mana si Nisa? suruh keluar sini! jangan di dalam aja,” ucap Bu Rini, menantang Nisa untuk keluar dari rumahnya sendiri, sementara itu, Bu Aisyah sendiri merasa bingung dengan tetangganya ini yang dikenal sebagai ratu gossip malah mendatangi rumahnya dan menanyakan Nisa, untuk apa juga ingin bertemu dengan Nisa.“Ada masalah apa, Bu Rini ingin bertemu dengan anak saya?” tanya Bu Aisyah lagi kepada Bu Rini yang dengan segudang prestasi yang sudah disandang olehnya, sebagai ratu gossip di kampungnya itu, yang tak terelakkan lagi.“Saya perlunya ke si Nisa, bukan ke Bu Aisyah,” bantah Bu Rini lagi, tidak mau meladeni Bu Aisyah sebagai ibunya Nisa.“Nisa, keluar kamu!” kali ini suara Bu Rini lebih keras dari sebelumnya, ia berteriak sekeras mungkin agar bisa didengar oleh Nisa, sementara itu Bu Aisyah hanya geleng-geleng kepala saja mendapati tetangganya yang ini.Sehingga tak lama kemudian, orang yang ditunggu oleh Bu Rini pun, keluar juga, ya, Nisa keluar dari rumahnya dengan p