“Jadi bu Nisa sudah menggugat Reza? sejak kapan? Kok saya tidak tahu sama sekali?” kini Reza memberondongi Riri dan Nisa pertanyaan, menatap kedua wanita yang ada di hadapannya itu secara bergantian.“Saya juga gak tahu, Pak Den, baru tahu tadi ketika Nisa bilang kalau dia udah dapat surat panggilan sidang,” jawab Riri menjelaskan.“Iya, benar dengan apa yang dikatakan Bu Riri, Pak, saya masih merahasiakan semuanya dulu dari semua orang, sebab kemarin masih ragu, takut dengan keputusan saya ini adalah salah dan keliru,” sahut Nisa yang kini ikut berbicara.“Gak kok, Bu, ini adalah keputusan yang tepat, sudah seharusnya juga keluar dari kondisi toxic seperti itu, gak ada gunanya juga kan bertahan dalam hubungan yang selalu disetir oleh orang ketiga?” balas Deden menimpali ucapan Nisa.“Terus kapan panggilan sidangnya, Nis?” tanya Riri yang juga memang belum tahu, karena tadi ia hanya focus pada keputusan Nisa saja.“Tiga hari lagi, semoga aja dilancarkan dan semoga aja si Re
“Eh, Bu Aisyah, mau beli sayur, bu?” tanya ibu tukang sayur, sementara ketiga ibu lainnya tadi hanya diam saja, karena orang yang sedang digosipin ada di depan mata.“Iya saya nyari brokoli, Nisa pengin itu katanya, ada, Bu?” tanya Bu Aisyah lagi kepada ibu tukang sayur.“Ada, bu, ini ada kok,” jawab ibu tukang sayur seraya menyerahkan sayuran yang diminta oleh ibunya Nisa.“Ehm, Bu Aisyah, memangnya benar kalau Nisa itu melayangkan gugatan cerai Reza ke pengadilan agama?” salah satu ibu berdaster merah bertanya, setelah sebelumnya berdehem terlebih dulu.Ibunya Nisa sontak saja menoleh ke arah sang penanya.“Iya, benar, Nisa yang menggugat cerai Reza,” jawab Bu Aisyah singkat dan padat.“Kenapa alasannya, Bu? Kenapa Nisa sampai nekat meminta cerai dari Reza, padahal kata Bu Ine kehidupan Nisa di kota itu dibuat enak oleh mertuanya, dikasih rumah dan mobil,” celetuk ibu berdaster kuning yang kini sudah mulai berani bertanya juga setelah sebelumnya didahului oleh ibu berda
“Wajar aja kalau adik saya marah-marah aja ke si Nisa, orang jelas dia yang selalu buat gara-gara aja, dari mulai ngasih makan anaknya dengan ikan asing, terus malah KB (keluarga berencana) juga, padahal kan dia tahu kalau adik saya itu pengin cepat punya cucu…“eh, tapi malah ditunda segala macem, alasan belum siap atau inilah, itulah, dan masalah si Nisa yang sekarang jadi kurus, ya wajar juga, karena dia diet, kenapa malah nyalahin keponakan dan anak saya,” cerocos Bu Ineu bersungut-sungut kembali kepada ibu-ibu di tukang sayur itu.“Wah, seriusan, Bu Ineu?” tanya Bu Rini, salah satu tetangga dekat Bu Ineu yang cukup bar-bar dan selalu ingin tahu dengan urusan orang lain, ratu gossip.“Ya, seriuslah ngapain juga saya bohong, gak ada gunanya, kalau gak percaya, tanya aja sana langsung sama si Nisa orangnya kalau berani,” jawab Bu Ineu dengan ketus, seraya memicingkan matanya, ya ia sengaja mengompori Bu Rini agar langsung melabrak Nisa.Karena ia tahu bahwa Nisa sudah past
“Mana si Nisa? suruh keluar sini! jangan di dalam aja,” ucap Bu Rini, menantang Nisa untuk keluar dari rumahnya sendiri, sementara itu, Bu Aisyah sendiri merasa bingung dengan tetangganya ini yang dikenal sebagai ratu gossip malah mendatangi rumahnya dan menanyakan Nisa, untuk apa juga ingin bertemu dengan Nisa.“Ada masalah apa, Bu Rini ingin bertemu dengan anak saya?” tanya Bu Aisyah lagi kepada Bu Rini yang dengan segudang prestasi yang sudah disandang olehnya, sebagai ratu gossip di kampungnya itu, yang tak terelakkan lagi.“Saya perlunya ke si Nisa, bukan ke Bu Aisyah,” bantah Bu Rini lagi, tidak mau meladeni Bu Aisyah sebagai ibunya Nisa.“Nisa, keluar kamu!” kali ini suara Bu Rini lebih keras dari sebelumnya, ia berteriak sekeras mungkin agar bisa didengar oleh Nisa, sementara itu Bu Aisyah hanya geleng-geleng kepala saja mendapati tetangganya yang ini.Sehingga tak lama kemudian, orang yang ditunggu oleh Bu Rini pun, keluar juga, ya, Nisa keluar dari rumahnya dengan p
“Jangan asal menuduh adik dan keponakan saya seperti itu!” Bu Ineu kini sudah berada di samping Bu Rini, ikut membantunya, dan ia merasa terpanggil juga ketika mendengar bahwa keponakannya itu tidak bisa menggauli Nisa dengan baik.Semakin riuh saja bisik-bisik tetangga di sana, ketika Bu Ineu datang, yang tentunya akan semakin ramai juga perdebatan di antara ketiganya, ya meskipun saat ini Bu Rini sudah tidak bisa mengatakan apa pun lagi, karena ia sudah kalah telak oleh Nisa.“Oh, jadi Bu Ineu yang mengompori Bu Rini ini.” Nisa menyimpulkan dengan ucapannya yang kini jauh lebih tenang, meskipun dilawan oleh dua orang sekaligus.“Kamu ini hanya anak kemarin sore, jangan ngelunjak sama orang tua, Nisa! pantas aja adik saya tidak suka dengan kamu, karena memang kamu ini ngelunjak, tidak tahu diuntung,” kini gentian, Bu Ineu yang memaki Nisa.“Duh, udahlah, Bu Ineu! Gak usah diperpanjang lagi, saya dan keluarga ibu sudah selesai semuanya, kenapa juga masih dibahas dan diperpanj
“Gimana, Teh? Aman kan semuanya? Udah beres?” baru saja Bu Ineu sampai di rumah Eneng, akan tetapi sang pemilik rumah sudah memberondongi tanya kepadanya, menanyakan hal yang memang ia tugaskan kepada Tetehnya itu untuk menyebarkan gossip mengenai Nisa.Akan tetapi orang yang ditanya kini malah menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa, lalu menghela nafas berat, dan diam saja untuk beberapa saat sehingga menjadikan Eneng bertanya-tanya.“Kok lemas gitu sih, Teh? Ada apa memangnya?” tanya Eneng lagi penasaran dengan tetehnya itu, yang ia harapkan tentunya mendapat kabar baik mengenai nama baiknya itu di kampung, meski pada faktanya bertolak belakang dengan keinginan wanita tersebut.“Kenapa kamu gak bilang kalau si Reza itu impoten, Neng?” Bu ineu bertanya langsung saja pada masalah intinya, sehingga menjadikan Eneng tersentak dan hanya membulatkan matanya saja, sempurna, tidak percaya dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh tetehnya itu.“Lho kok Teh Ineu malah nanya itu sih
“Wah, Nis, gila tahu gossip kamu rame banget, emangnya gimana tadinya sampe debat gitu sama Bu Ineu dan Bu Rini si ratu gossip?” tanya Riri kepada Nisa ketika di sekolah, seperti biasa, penasaran, karena memang Riri yang jarak rumahnya hanya sekitar 500 m saja, tentu sudah dapat mendengar desas desus apa yang terjadi kepada Nisa.Nisa hanya mengerutkan dahinya saja, tidak langsung menjawabnya. Dan membuat Riri harus bertanya untuk kedua kalinya.“Dih, kamu kebiasaan deh kalau aku nanya, pasti gak langsung dijawab, harus dua kali nanya aja,” keluh Riri, menggerutu, tidak suka dengan kebiasaan Nisa. Nisa terkekeh saja, sebelum akhirnya ia menjawab.“Ya, merekanya duluan yang lebih dulu marah-marah gak jelas di depan rumah orang, ya aku lawanlah, sekalian orang model begitu harus dikasih pelajaran, biar kapok, mereka pikir, aku akan diam aja kali, ya, gak bakal ngelawan,”“Ha ha ha. Iya juga sih, benar. Banyak yang bilang ibu-ibu, katanya lu adalah orang yang paling berani melaw
[“Jadi benar dengan kabar yang tersebar, Nis? Kamu sudah resmi bercerai?”] isi pesan yang dikirimkan oleh Dani kepada Nisa pada siang hari itu, ketika Nisa sedang berada di kantor sekolah, seperti biasanya.Nisa diam sejenak ketika mendapati isi pesan dari Dani yang kini tiba-tiba datang kembali setelah beberapa bulan ini menghilang, seperti biasaya, datang dan pergi begitu saja karena memang ada istrinya pula yang harus dijaga.Wanita muda itu kini menghela nafasnya panjang, berat, ia tahu dengan kondisinya saat ini jika membalas pesan Dani hanya akan membuat suasananya semakin kacau saja, akan ada salah faham antara Dani dan istrinya lagi.“Kenapa? Kayaknya gabut banget?” tanya Riri kepada Nisa kini sedang menyandarkan tubuhnya itu di sandaran kursi.Nisa tak menjawab, ia tak ingin Riri tahu bahwa dirinya baru saja mendapat pesan dari Dani, ia tak ingin Riri tahu juga jika Dani kembali mengirim pesan, karena memang tak ada gunanya juga, untuk saat ini Nisa ingin menjauhi Da