“Ayok, Yank, kita coba lagi!” ajak Reza kepada Nisa, tidak seperti biasanya, ya pada malam itu, Reza mengajak Nisa untuk mencoba menjebolkan keperawanannya lagi yang kemarin-kemarin selalu saja gagal.
Nisa yang memang selalu siap sedia, tentu saja, ia pun dengan senang hati melayani suaminya. Bahkan ketika di rumah pun, ia hanya memakai tanktop dengan panjang sepaha saja tidak lagi memakai bra atau pun celana dalam. Dengan tujuan, tentu saja akan lebih mudah bagi suaminya itu menyetubuhinya lagi, terlebih karena memang di rumah lebih nyaman seperti itu. Nisa kini sudah merebahkan dirinya di atas ranjang, yang memang sudah tidak memakai busana, tubuhnya polos, begitu juga dengan tubuh Reza, yang kini sudah sama-sama polos, bahkan di bawah sana, sudah ada sesuatu yang keras, meski tidak terlalu panjang, akan tetapi ukurannya menjadi lebih besar dari biasanya. “Ini dulu, Yank, sini!” Nisa membimbing Reza untuk menyentuh lembut bag“Yank, cepatan dong! Aku udah laper nih,” seru Reza kepada Nisa ketika Nisa masih sibuk dengan cucian bajunya.“Duh, nanti, ya, tanggung nih bentar lagi!” Nisa berteriak dari arah dapur kepada Reza yang berada di ruang tengah tanpa sofa, yang disekat oleh tembok dan sebuah pintu, sementara kini Reza sedang duduk santai di atas tikar lipat seraya menonton TV memanggil Nisa ingin dilayani untuk makan malamnya.Sementara Nisa, sudah sibuk ke sana ke mari mondar mandir melakukan pekerjaan rumah dengan seorang diri, dari mengangkat jemuran, menyapu, memasak, bahkan mencuci baju juga, dia lakukan di waktu yang sama.Reza diam saja, tak menjawab ketika mendengar jawaban Nisa, hanya bibirnya saja yang maju beberapa centi ke depan. Karena tidak langsung dilayani oleh Nisa.Nisa pun langsung bergegas segera menyiapkan makan malam untuk suaminya, padahal ia pun sama-sama baru datang ke rumah, karena memang Nisa mengambil jadwal kereta yang sama jamnya dengan jam pulang
“Duh, ini gimana sih, masih ada debunya, Reza! Gimana ini istri kamu ngebersihinnya? Kayak gak dibersihkan aja. Apa jangan-jangan gak dibersihkan sama sekali?” tanya Eneng kepada Reza seraya menyapu atas TV dengan jari telunjuknya, lalu dilihat dengan mata kepalanya sendiri, ditiupnya, masih ada debu atau tidak yang menempel, dan ternyata memang masih ada debu yang menempel pada jarinya, itu artinya Nisa tidak apik membersihkan rumah.“Gak tahu, Bun, dibersihkan atau gaknya kemarin, mungkin udah kena debu lagi aja, kan di sini dekat jalan banget, makanya cepat kotor,” jawab Reza kepada Bundanya dengan alasan lain, mencoba untuk melindungi istrinya, namun setengah hati.Sebab memang pada nyatanya, Nisa tidak membersihkan rumah selama dua minggu, selama ini ia hanya mengepel dan menyapu saja, karena memang ia pun sedang sibuk dengan proposal thesisnya.“Alah, kamu gak usah membela istrimu itu, Reza! Bunda tahu bagaimana perbedaannya yang baru saja dibersihkan dan ya
“Udah kamu puasin aja dulu makannya di sini, daripada di rumah sana makan hanya dikasih tahu dan tempe aja sama Nisa.” Eneng masih saja terbawa emosi kepada menantunya itu perihal kebersihan rumah dan makanan untuk anaknya.“Iya, Bun, masakan Bunda emang selalu buat kangen aku, dan enak banget, gak ada tandingannya,” jawab Reza seraya terus mengunyah makanan di mulutnya, soto ayam dengan kuah bening, menjadi menu andalan orang tuanya.Meski demikian, masakan Eneng memang enak dan lezat, Nisa pun mengakui hal demikian, dan sering memuji masakan ibu mertuanya.“Ya jelaslah masakan Bunda enak, apalagi kalau dibandingkan dengan masakan Nisa yang memang gak pernah masak. Bunda lihat di kulkas pun tadi sama sekali gak ada bumbu-bumbu, hanya ada bawang merah dan putih aja, apa memang istrimu itu gak suka masak, Reza?” Eneng kembali punya celah untuk mengomentari Nisa.“Gak tahu, Bun, kan aku gak pernah lihat isi kulkas juga, kalau masak, ya paling masak telur, temp
“Mobil, Bu? Dikasih mobil sama si Bunda gitu?” tanya Nisa lagi meyakinkan pertanyaan ibunya mengenai mobil.Nisa hanya mengernyitkan dahinya saja tak percaya dengan apa yang didengar olehnya. Kenapa Bu Wawat bisa sampai seperti itu melebih-lebihkan.‘Apa jangan-jangan juga udah banyak gossip lain lagi yang lebih parah, duh,’ ucap Nisa dalam hatinya merasa ngeri karena sudah salah masuk ke dalam sebuah keluarga, akan tetapi bagaimana pun, tetap saja itu adalah keluarga suaminya.Lelaki yang ia inginkan untuk menjadi suami pertama dan terakhirnya di dunia ini, layaknya seorang wanita pada umumnya, pastinya hanya ingin pernikahan terjadi sekali saja dalam seumur hidupnya.“Emang benar kalau kamu dikasih mobil sama mertuamu itu?” tanya Bu Aisyah lagi kepada Nisa.“Kalau kami dikasih mobil, tentunya itu buat anaknya, Bu, bukan buat Nisa, tapi kan kemarin Nisa hujan-hujanan berangkat dari rumah ke stasiun juga pakai motor.” Nisa menjawab seadanya, ia tak ing
“Kamu harus banyak olah raga, yank, supaya bisa kuat, dan kurangi juga makan nasinya. Kan kamu kerjanya hanya duduk aja, kalori yang masuk gak sepadan dengan aktivitas kamu,” tutur Nisa kepada suaminya itu ketika ia menemani Reza yang sedang menyantap makan malamnya.Raut wajahnya kini mulai berubah lagi, seolah tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Nisa mengenai hal dirinya untuk olah raga dan mengurangi makannya.‘Apaan sih bawa-bawa olah raga dan mengurangi makan juga,’ gerutu Reza dalam hati.“Kalau aku kurang makan, nanti kata si Bunda akan sakit, Nis,” sahut Reza sekenanya saja, dan selalu membawa nama Bundanya di setiap pembahasan mereka. Terlebih karena memang ia sendiri tidak rela jika harus mengurangi porsi makannya.“Sakit apanya? Kamu itu kebanyakan makan nasi, lihat deh perutmu itu buncit kayak orang hamil aja! Katanya itu salah satu tanda kenapa kamu gak tahan lama juga, EDI (Ejakulasi Dini) gimana mau ngejebolin kalau kamunya aja gak tahan
“Hiks hiks hiks.” Tiba-tiba saja, keluar buliran bening dari matanya Nisa yang sejak tadi ia tahan, akan tetapi tetap saja ia tidak bisa membendungnya lebih lama lagi, wanita muda itu kini lari menuju ke kamarnya, meninggalkan Reza yang masih ada di ruang tengah itu dengan penuh tanda tanya.“Loh, sayang, kamu kenapa?” tanya Reza setengah berteriak, akan tetapi tidak ada jawaban dari Nisa, ia tetap lari menuju kamar dengan keadaan hati yang terluka.‘Kenapa sih Nisa? Kok dikit-dikit nangis, dikit-dikit nangis, bingung aku harus gimana sama kamu,’ ucap Reza dalam hatinya, ia pun kini mulai bangkit dari duduknya, menuju dapur untuk meletakkan piring kotor.Sementara itu Nisa di kamar sudah tersedu sedan, lidahnya kelu, tak bersuara lagi, selain suara isak tangis padanya, entahlah mulutnya itu yang tadi banyak mengeluarkan kalimat kepada suaminya, seolah terkunci begitu saja.“Sayang, kamu kenapa sih? Kok jadi nangis gitu?” tanya Reza lembut kepada Nisa yang ki
“Bagaimana, Nis? Kamu mau kan minta maaf sama si Bunda? Supaya rumah tangga kita ini selalu aman kalau atas restu orang tua,” desak Reza lagi kepada Nisa.Nisa mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan suaminya itu, ‘restu orang tua’ padahal masalahnya hanya karena pekerjaan rumah dan kebutuhan hidup saja, kenapa malah menjadi melebar ke mana-mana.“Kan kamu selalu bilang kalau ingin pernikahan cukup satu kali seumur hidup, sama, aku juga pengin satu kali aja seumur hidup, makanya kita harus jaga, ya,” tutur Reza lagi, yang kini malah menasihati Nisa untuk menjaga pernikahannya.Padahal yang seharusnya menjaga rumah tangga adalah Reza sendiri sebagai kepala rumah tangga, terlebih masalah utamanya ada pada Bundanya yang selalu ikut campur.Nisa menghela nafasnya panjang, lalu diembuskannya lagi, sebelum akhirnya ia memutuskan dengan terpaksa.“Ya udah kalau begitu, demi rumah tangga kita, aku mau minta maaf sama si Bunda.” Nisa memasang wajah terpak
“Tuh, kan? Apa kataku juga, Nis! Pasti si Bunda akan cepat baik lagi kalau kitanya mau minta maaf dan melakukan apa yang dia mau,” seru Reza ketika keduanya sudah berada di rumah, ya sudah pulang dari rumah Eneng, mertua Nisa.Akan tetapi kini Nisa masih merenung saja sejenak, entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, ia hanya merasa bahwa beban hidupnya kini malah bertambah berat, padahal niatnya menikah dengan tujuan agar bisa berbagi beban hidup.Tapi faktanya malah menambah saja, karena Nisa melakukan semua pekerjaan rumah hanya seorang diri, wajib atas perintah Ibu mertuanya.“Masa aku harus minta maaf aja sih, meskipun gak salah,” cerocos Nisa, sedikit mengganjal dengan apa yang dikatakan oleh suaminya itu.“Iyalah, Nis! Kan si Bunda itu adalah orang tua kita, dan kita berdua ini adalah sebagai anak, dituntut harus berbakti, harus mengikuti apa yang diperintahkan olehnya, gak usah membantah, jangan durhaka nantinya masuk neraka!” Reza ber
“Nisa menolak, Neng. Dan kedua orang tuanya pun sudah tidak bisa lagi membujuknya, karena Nisa sudah memberikan peringatan kepada kedua orang tuanya untuk tidak lagi ikut campur dengan urusannya, apa lagi yang menyangkut masa depannya, bahkan Nisa akan meninggalkan rumah jika bapak dan ibunya tetap memaksakan kehendak.”Bu Wawat panjang lebar memberikan penjelasan kepada Eneng dan suaminya yang ada di sana, termasuk Reza, seketika wajah ketiganya pun kini berubah menjadi muram, hanya kekecewaan saja yang terpancar.“Kamu yang sabar, ya Reza! mungkin memang sudah sebaiknya kita harus introspeksi diri atas apa yang pernah kita lakukan pada Nisa, Bunda juga menyesal, Za, sungguh menyesal, gak kebayang jika anak perempuan bunda pun akan diperlakukan seperti Nisa oleh ibu mertuanya…“Yang jelas Bunda sebagai orang tua, akan membawa kembali si Anggi ke rumah jika ia diperlakukan tidak baik oleh suami dan mertuanya.” Eneng panjang lebar, ia kini sudah sadar, ya sepenuhnya, sudah menga
“Eh, Bu Wawat,” seru Bu Aisyah ketika tahu bahwa yang bertamu ke rumahnya itu adalah Bu Wawat, entah mau apa? Apa mungkin ada kaitannya dengan pesan yang dikirimkan oleh Erma kepada Nisa tadi malam? Begitu pikir Bu Aisyah di dalam hatinya. “Ayok silakan masuk, Bu!” Bu Aisyah mempersilakan Bu Wawat untuk masuk ke dalam rumahnya. Duduk di ruang tamu dengan sofa yang sudah pudar warnanya, kusam, akan tetapi di atas meja itu sudah ada air mineral gelas dan toples berisi kue kering, sehingga Bu Aisyah tidak pelru repot-repot lagi membuatkan minum untuk tamu yang datang. “Mohn maaf nih, Bu, kalau pagi-pagi udah ke sini, he he.” Bu Wawat basa-basi kepada bu Aisyah, sebelum akhirnya mengatakan tujuan dan maksudnya datang ke rumahnya. “Gak apa-apa, Bu. Saya sudah beres semuanya kok, Nisa juga udah berangkat sekolah,” sahut Bu Aisyah seraya masih tersenyum juga. “Sebenarnya saya datang ke sini untuk minta maaf, dengan kabar dua hari lalu yang saya berikan, mengenai pernikahan Reza, terny
“Nis, saya mau tanya sama kamu, boleh?” Erma mengirimkan pesan kepada Nisa atas permintaan ibunya sendiri, Bu Wawat, bahkan wanita paruh baya itu pun masih di sana menunggu balasan Nisa.“Gimana, Er? Udah ada balasan dari Nisa belum?” tanya Bu Wawat tidak sadar kepada anaknya itu,yang masih setia menunggu.“Belum, Mah. Sabar dulu, kan baru dikirim tadi pesannya juga,” jawab Erma kepada Mamahnya yang memang sudah tidak sabaran lagi, lalu kini Bu Wawat hanya diam saja, seraya matanya kini focus kembali pada TV, karena ia sedang menonton acara sinetron kesukaannya.“Tapi kalau Nisa nolak, kenapa Mamah gak bujuk orang tuanya aja kayak kemarin, aku rasa Nisa akan nurut aja kalau orang tuanya yang minta,” celetuk Erma memberikan saran jika memang nanti Nisa menolak untuk diajak rujuk oleh Reza.Bu Wawat terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh anaknya itu, mengenai saran untuk membujuk orang tuanya Nisa saja, yang menurut Erma lebih efektive.“Eh, iya juga, ya.
“Iya, Teh, rujuk, Reza ingin rujuk dengan Nisa, dan Neng pun kini sadar dengan kesalahan Neng, bahwa gak ada lagi memang yang bisa menerima Reza selain Nisa, makanya Neng ingin agar Reza kembali rujuk dengan Nisa.” Eneng menjelaskan lagi.Bu Wawat hanya menghela nafasnya saja pelan ketika mendengar penjelasan dari adiknya itu, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak menyangka bahwa adiknya saat ini bisa mengakui kesalahan dirinya sendiri, tidak seperti biasanya, yang selalu keras kepala.“Tapi kalau Nisa menolak gimana? Kok kalian bisa sih semudah itu berpikir kalau Nisa mau menerima begitu aja setelah apa yang kalian lakukan?” Bu Wawat tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya itu, ya meskipun Eneng itu adalah adiknya sendiri, akan tetapi setelah tahu dengan kejadian yang sebenarnya terjadi, seperti apa yang Nisa katakan pada Bu Rini dan Bu Ineu pada beberapa bulan lalu, maka ia faham dan mengerti bahwa adik dan keponakannya itu salah.“Ya, siapa tahu, karena setahu Neng
“Tuh, kan Bun! benar apa kataku juga, gak ada wanita yang mau menerimaku selain Nisa,” keluh Reza atas nasib yang menimpanya, ya selama satu tahun perceraian ini, sudah 3 kali ia dikenalkan dengan anak dari teman Ayah dan Bundanya.Akan tetapi, pada pertemuan kedua atau ketiga setelah perkenalan, sang wanita akan mundur dengan teratur, karena menganggap bahwa Reza bukanlah lelaki yang baik untuk dijadikan suami.Ya meskipun pengakuan Eneng dan Toni adalah bahwa Reza bercerai karena ditinggalkan oleh istrinya yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi ternyata perlahan, semuanya terbuka, siapa yang sebenarnya bersalah dalam perceraian tersebut.“Sabar, Reza! teman Ayah dan Bunda masih banyak yang punya anak single, kamu tenang aja dulu, ya. Baru juga nyoba tiga kali, kamu jangan bosan!” Eneng meyakinkan anaknya itu bahwa suatu saat nanti akan ada wanita yang mau menerimanya sebagai suami.“Tapi, Bun, aku yakin gak akan mudah, coba aja dulu kalau aku gak bercerai dengan Nisa, k
Hari berganti menjadi minggu, begiut pula dengan minggu kini sudah berganti menjadi bulan, kondisi Nisa saat ini sudah jauh lebih baik, tidak ada lagi penyerangan yang terjadi dari keluarga mantan suaminya. Mungkin sudah bosan juga.“Nisa belum menikah lagi, Bu Aisyah? Kalau Reza Alhamdulillah udah menikah lagi, dapat istri PNS (pegawai negeri sispil)” ungkap Bu Wawat ketika bertemu dengan ibunya Nisa, ya lebih tepatnya sengaja mendatangi rumahnya Nisa ketika Nisa sedang di sekolah, entah untuk apa, hanya sekadar untuk memberikan informasi tidak jelas saja.“Oh begitu, ya syukur kalau Reza sudah menikah lagi, kalau Nisa belum, kayaknya dia masih belum siap juga,” jawab Bu Asiyah kikuk, meski di dalam hatinya menggerutu, ‘untuk apa juga bilang itu ke saya? Apa Cuma mau pamer aja kalau setelah lepas dari Nisa bisa langsung nikah lagi?’Bu Wawat mangguk-mangguk saja ketika mendengar jawaban dari Bu Aisyah itu mengenai responnya kepada Reza.“Ya sudah kalau begitu, saya pamit dul
[“Jadi benar dengan kabar yang tersebar, Nis? Kamu sudah resmi bercerai?”] isi pesan yang dikirimkan oleh Dani kepada Nisa pada siang hari itu, ketika Nisa sedang berada di kantor sekolah, seperti biasanya.Nisa diam sejenak ketika mendapati isi pesan dari Dani yang kini tiba-tiba datang kembali setelah beberapa bulan ini menghilang, seperti biasaya, datang dan pergi begitu saja karena memang ada istrinya pula yang harus dijaga.Wanita muda itu kini menghela nafasnya panjang, berat, ia tahu dengan kondisinya saat ini jika membalas pesan Dani hanya akan membuat suasananya semakin kacau saja, akan ada salah faham antara Dani dan istrinya lagi.“Kenapa? Kayaknya gabut banget?” tanya Riri kepada Nisa kini sedang menyandarkan tubuhnya itu di sandaran kursi.Nisa tak menjawab, ia tak ingin Riri tahu bahwa dirinya baru saja mendapat pesan dari Dani, ia tak ingin Riri tahu juga jika Dani kembali mengirim pesan, karena memang tak ada gunanya juga, untuk saat ini Nisa ingin menjauhi Da
“Wah, Nis, gila tahu gossip kamu rame banget, emangnya gimana tadinya sampe debat gitu sama Bu Ineu dan Bu Rini si ratu gossip?” tanya Riri kepada Nisa ketika di sekolah, seperti biasa, penasaran, karena memang Riri yang jarak rumahnya hanya sekitar 500 m saja, tentu sudah dapat mendengar desas desus apa yang terjadi kepada Nisa.Nisa hanya mengerutkan dahinya saja, tidak langsung menjawabnya. Dan membuat Riri harus bertanya untuk kedua kalinya.“Dih, kamu kebiasaan deh kalau aku nanya, pasti gak langsung dijawab, harus dua kali nanya aja,” keluh Riri, menggerutu, tidak suka dengan kebiasaan Nisa. Nisa terkekeh saja, sebelum akhirnya ia menjawab.“Ya, merekanya duluan yang lebih dulu marah-marah gak jelas di depan rumah orang, ya aku lawanlah, sekalian orang model begitu harus dikasih pelajaran, biar kapok, mereka pikir, aku akan diam aja kali, ya, gak bakal ngelawan,”“Ha ha ha. Iya juga sih, benar. Banyak yang bilang ibu-ibu, katanya lu adalah orang yang paling berani melaw
“Gimana, Teh? Aman kan semuanya? Udah beres?” baru saja Bu Ineu sampai di rumah Eneng, akan tetapi sang pemilik rumah sudah memberondongi tanya kepadanya, menanyakan hal yang memang ia tugaskan kepada Tetehnya itu untuk menyebarkan gossip mengenai Nisa.Akan tetapi orang yang ditanya kini malah menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa, lalu menghela nafas berat, dan diam saja untuk beberapa saat sehingga menjadikan Eneng bertanya-tanya.“Kok lemas gitu sih, Teh? Ada apa memangnya?” tanya Eneng lagi penasaran dengan tetehnya itu, yang ia harapkan tentunya mendapat kabar baik mengenai nama baiknya itu di kampung, meski pada faktanya bertolak belakang dengan keinginan wanita tersebut.“Kenapa kamu gak bilang kalau si Reza itu impoten, Neng?” Bu ineu bertanya langsung saja pada masalah intinya, sehingga menjadikan Eneng tersentak dan hanya membulatkan matanya saja, sempurna, tidak percaya dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh tetehnya itu.“Lho kok Teh Ineu malah nanya itu sih