Malam itu Rafael mengantarkan Alexandra sampai depan hotel, setelahnya ia kembali ke rumah dengan perasaan yang hampa.Dia berpikir apakah dirinya terlalu cepat menyatakan perasaannya pada Alexandra? Namun, dirinya sudah menunggu kesempatan itu sejak Alexandra masih duduk di kelas tiga SMA. Lima tahun berlalu, dan perasaan itu masih ada apalagi ketika dia bertemu lagi dengan gadis itu.Alexandra sudah berubah. Dia lebih dewasa dan tidak banyak bicara seperti dulu. Wajahnya yang remaja perlahan berubah menjadi wanita dewasa, caranya bersikap dan bicara, membuat perasaan di dalam hatinya membuncah.Namun, perasaannya ditolak oleh Alexandra malam itu. Rafael tak tahu, apakah Alexandra masih berharap pada William, atau memang gadis itu tak pernah menyimpan perasaan padanya hingga sekarang.Di sisi lain, Alexandra yang sejak bertemu Rafael selalu menampakkan senyumnya yang manis. Saat Rafael sudah tak ada di sisinya, raut wajah itu berubah menjadi beku. Dia tak memiliki alasan untuk tersen
Seperti biasa Lisa pergi ke bar dan minum minum sendirian. Dia bertekad akan melakukan hal itu sampai William mau memperhatikannya. Meski sudah dilarang oleh Brian tapi wanita itu tak mendengarkan apa kata asistennya.“Sebaiknya kita pulang,” kata Brian.Lisa menyingkirkan tangan Brian yang memegang tangan Lisa.“Jangan menyentuhku.”“Kalau begitu kita pulang sekarang. Bagaimana kalau ayahmu tau jika ternyata kamu setiap malam terus begini.”Lisa berpura-pura tidak mendengarkan ucapan Brian. Dia malah menambahkan wine ke dalam gelasnya lagi.Hingga sebuah bayangan muncul dan berdiri di samping Lisa.“Mau sampai kapan kamu begini?” tanya William, dia merebut gelas yang hendak diminum oleh Lisa.Lisa tersenyum seperti orang bodoh. Memandangi William seolah sosok itu hanyalah manusia bayangan.“Kamu William?” tangan Lisa menangkup sisi wajah Lisa. “Mana mungkin kamu William. William nggak pernah peduli padaku,” katanya dengan sedih.William mengambil tangan Lisa, lalu diletakkannya di at
Sudah seperti yang dibayangkan oleh William, jika makan malam di rumah mertuanya membuatnya tak nyaman. Dia tak berharap makan malam yang mewah dengan segala masakan ada di atas meja, hanya saja dia berharap jika mertuanya tidak “menghakiminya” di meja makan.“Kalian sudah menikah selama lima tahun, tapi belum memiliki seorang anak? Apa ada masalah dengan kalian?” tanya ayah Lisa.“Nggak ada, Yah. Lisa memang belum mau punya anak, merepotkan,” jawabnya. Padahal jelas bukan itu yang ingin dikatakan oleh Lisa. Dia tentu ingin memiliki seorang anak dari William. Dia bahkan tak akan mengatakan bahwa itu merepotkan karna dia diam diam ingin menjadi seorang ibu yang baik untuk anaknya.“Tapi ini sudah lima tahun, Lisa? Teman teman kamu sudah menikah semua dan memiliki anak. Dan cuma kamu yang belum,” tambah ibunya.“Pernikahan dan memiliki anak kan bukan ajang kompetisi, Bu. Bisa saja tahun depan aku berubah pikiran dan mau punya anak. Ya kan, William?” Lisa melirik ke arah William yang rau
Sudah dua hari sejak Lisa tidak pulang ke rumah. Wanita itu juga tidak memberi kabar apapun pada William seakan menghilang ditelan bumi.Sore ini William akan menghadiri pameran lukisan yang diadakan salah satu teman koleganya. William wajib datang karena dia diundang secara resmi.“Kamu datang dengan siapa?” tanya Evan melalui telepon.“Sendiri.”“Istrimu?”“Di rumah orangtuanya.”“Bagaimana kalau orang orang melihatmu datang sendirian?”“Tak masalah,” jawab William.Pikiran William juga kalut sejak dia datang ke rumah mertuanya. Dia memikirkan bagaimana ayah mertuanya itu tahu jika dirinya jatuh cinta pada Alexandra?Ketika sampai di gedung pameran, William disambut baik oleh pemilik acara meski tak sedikit yang bertanya di manakah Lisa, mengapa tak dibawa olehnya?“Maaf aku datang terlambat,” kata Lisa. Dia berjalan menghampiri William kemudian menggandeng lengan William.William yang melihat cukup terkejut, apalagi saat wanita itu datang seakan tidak pernah terjadi apa apa.“Aku d
Jam satu malam, Lisa menunggu William di rumah mereka. Tapi pria itu tak juga pulang.Setelah dari pameran tadi, Lisa dibawa pulang oleh Brian. Awalnya Brian ingin memulangkan Lisa ke tempat orangtuanya. Akan tetapi, Lisa menolak dan lebih memilih untuk kembali ke rumahnya sendiri karena dia ingin bertemu dengan William.“Tidurlah, lelaki itu nggak akan pulang malam ini,” kata Brian.“Dia akan pulang meski terlambat.”“Siapa gadis itu? Dia yang selama ini dicintai oleh suamimu?”Mata Lisa melirik tajam ke arah Brian, tak suka jika lelaki itu berkata begitu kepadanya.“William hanya mencintaiku.”“Sampai kapan kamu mau berpura-pura buta, Lisa? Kamu jelas melihatnya tadi. Dia memeluk dan mencium gadis itu!”“Kamu sebaiknya pergi, Brian. Aku nggak mau lihat kamu untuk sementara waktu.”**Saat Rafael pulang dari mengantarkan Alexandra ke rumahnya. Baru lah setelah itu William memarkikan mobilnya di dekat rumah Alexandra.Dia masuk ketika pagar rumah ALexandra tidak dikunci dari dalam.Wi
Sejak Lisa melihat Alexandra kembali tadi malam, ia mulai curiga jika William akan menemui Alexandra dan bersamanya selama seharian ini dengan alasan bermain tenis.Karena tak percaya akhirnya Lisa menyuruh Brian agar mengikuti William diam diam, dan menyelidiki apakah William menemui Alexandra atau tidak.“Beri aku kabar kalau dia menemui Alexandra,” kata Lisa saat menghubungi Brian.“Oke.”Selama seharian berada di rumah, Lisa merasa tak tenang. Dia masih teringat bagaimana tadi malam William mencium Alexandra seperti itu. Hal yang tak pernah dilakukan lelaki itu kepadanya padahal dia jelas istri sahnya.Lisa mengambil ponselnya ketika mendengar ponselnya berdering. Dia berharap dari William meski itu tak mungkin, tapi ternyata memang bukan dari William.“Bagaimana? Dia menemui Alexandra?” tanya Lisa.“Dia bermain tenis, lalu makan siang. Setelah ini aku belum tau dia mau ke mana.”“Kalau begitu ikuti dia terus sampai dia pulang ke rumah.”“Mau sampai kapan kamu terus begini, Lisa?
Lisa akhirnya dibawa ke rumah sakit. William terkejut saat mendapati kenyataan bahwa Lisa sedang mengalami malnutrisi. Mengetahui jika anak satu satunya masuk ke rumah sakit, ayah dan ibu Lisa langsung menuju ke rumah sakit.Begitu masuk ke ruang di mana Lisa sedang tidur karena pengaruh obat, ayah Lisa pun murka.“Malnutrisi?” tanya mertua William tak percaya. “Anakku… bisa bisanya dia malnutri?”William dipukul keras oleh mertuanya. William diam saja ketika menerima pukulan demi pukulan yang dia dapatkan karena dia merasa bersalah atas apa yang menimpa Lisa.“Aku menikahkan anakku denganmu karena aku pikir dia akan bahagia denganmu. Tapi apa? Dia menderita di sepanjang tahun karena menjadi istrimu. Dan kamu sekalipun tidak pernah memberikan perhatian pada Lisa!” Pukulan terakhir mendarat begitu kencang, membuat ayah Lisa cukup terguncang. Dia memegangi dadanya yang tiba tiba terasa sesak.“Sudah, kita tunggu bagaimana hasilnya, kuharap Lisa akan baik baik saja.” Ibu mertua Lisa mem
Setelah beberapa hari, William mendapatkan surat perceraian antara dirinya dan Lisa. Surat tersebut dikirimkan ke kantor perusahaan dan Evan yang menyerahkannya.Hampir lima hari berlalu, dan kini William kembali ke apartemen miliknya. Dia tinggal sendiri di sana dan memulai hidup baru sebagai seorang duda.Tanpa ragu sedikit pun, William menandatangi kertas yang berada di dalam amplop cokelat.Evan yang melihatnya pun sedikit merasa aneh, karena William sama sekali tidak mengatakan apapun kepadanya masalah ini. Padahal William selalu bercerita kepadanya mengenai hal apapun agar bebannya dapat sedikit berkurang.Helaan napas terdengar dari arah William, dia menyandarkan punggungnya di kursi kemudian memandang Evan dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan dengan kata kata.“Aku menemui Alexandra akhir akhir ini,” katanya akhirnya.Evan sedikit terkejut mendapati bahwa William rupanya sudah bertemu dengan Alexandra.“Menemuinya di mana?”“Rumahnya.”“Tahu dari mana?”William tersenyum.“T